STUDENT HIDJO
Matahari Pagi
Juli 18, 2018
Fragmen :
“Saya Cuma seorang
saudagar. Kamu tahu sendiri. Waktu ini, orang seperti saya masih dipandang
rendah oleh orang-orang yang menjadi pegawai Gouvernement, dia tidak mau kumpul
dengan kita. Sebab dia pikir derajatnya lebih tinggi daripada kita yang hanya
menjadi saudagar atau petani. Maksud saya mengirim Hidjo ke Negeri Belanda itu,
tidak lain supaya orang-orang yang merendahkan kita bisa mengerti bahwa manusia
itu sama saja. Buktinya anak kita juga bisa belajar seperti regent-regent dan
pangeran-pangeran”.
Student Hidjo karya Mas Marco Karodikromo. Novel ini
termasuk salah satu novel perintis yang melahirkan sastra perlawanan. Mas Marco
sendiri diimajinasikan oleh Pram sebagai muridnya Minke, seperti berikut :
Belum lagi semenit ia
pergi telah muncul di hadapanku seorang pemuda bertubuh gempal, kira-kira dua
sentimeter lebih rendah daripadaku. Ia mengenakan baju tutup dan kain berwiron sempit
serta destar necis. Sekilas seperti priyayi distrik. Bila diperhatikan agak
seksama, apalagi dari gerak-geriknya, jelas ia seorang anak desa yang sedang
mengenakan pakaiannya yang terbaik.
“Sahaya Marko, Ndoro”,
katanya dengan kepala tunduk dan tangan mengapurancang. “Kalau Ndoro
berkenan... sahaya datang untuk mengabdikan diri”.
Mas Marco lahir di
Blora tahun 1890 dan meninggal di Boven-Digoel tahun 1932. Ia sebenarnya
seorang priyayi, bukan anak desa seperti dalam imajinasi Pram tadi. Sebagai
penulis, Mas Marco adalah seorang jenius. Ia kerap bereksperimen dengan bahasa,
menggunakan kata-kata, frasa, dan adegan yang belum pernah digunakan.
Student Hidjo awalnya
cerita bersambung di harian Sinar Hindia. Pertama kali ditulis tahun 1918,
kemudian terbit sebagai buku tahun 1919. Muak dengan rasisme, menjadikan
egalitarianisme sebagai nafas dari novel Student Hidjo. Menurut Bakri Siregar,
Student Hidjo ditulis berdasarkan pengalaman Mas Marco saat mengunjungi
Belanda. Kemajuan berpikir akibat dari politik etis yang diterapkan Belanda mendorong
bangsa Indonesia bergerak. Superioritas kulit putih hanyalah mitos, didalamnya
juga terdapat kebobrokan moral borjuis dan kolonial.
Judul : Student Hidjo.
Penulis : Mas Marco Kartodikromo.
Penerbit : Narasi, 2018.
ISBN : 979-978-168-557-3.
Halaman : vi + 186.
Aris Munandar. Pegiat di Komunitas Matahari Pagi.
Referensi tambahan :
Pramoedya Ananta Toer.
Jejak Langkah. Hasta Mitra, 2001.
Wikipedia : Marco
Kartodikromo.
Untuk bergabung di
Kelas Literasi hubungi : WA. 0815-4683-3404 atau Email. mataharipagimail@gmail.com.