Gotong-Royong Melawan Post-truth
Matahari Pagi
September 08, 2019
Image by Amber Avalona from Pixabay
Era post-truth adalah konsekuensi kondisi
zaman yang dihasilkan oleh teknologi dengan sifatnya membakar emosi, menutupi
fakta, dan memiliki kecepatan penyebaran yang cepat dengan tiga
dogma yaitu rekam, unggah,
bagikan. Hoax adalah salah satu
produk post-truth yang paling nampak.
Gejala ini cepat atau lambat akan menciptakan ranjau perpecahan di Indonesia .
Post-truth adalah bentuk lain daripada strategi konflik
halus yang diciptakan oleh jejaring elit di era informasi ini, karena sesungguhnya informasi tercipta
bukan dari ruang hampa dan tanpa kepentingan apapun. Kata Noam Chomsky, jadi
hal ini harus kita pahami cara
penanganan dalam konteks nasional dengan, salah satunya lewat kesadaran kita terhadap ide dasar
republik ini, yaitu gotong royong.
Sekali
lagi tentang gotong-royong
Harus kita akui
Indonesia ada karena gotong-royong. Bangsa ini dibangun dan dipertahankan lewat
gotong-royong, dari tahap fisik melalui rangkaian revolusi berdarah sampai
kepada tahap batiniah melalui revolusi pemikiran, yang menciptakan solidaritas sebagai satu entitas
kebangsaan di atas segala perbedaan.
Maka tidak salah, 74
tahun silam, dihadapan sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945, Sukarno berujar
dalam pidatonya "jikalau saya peras yang lima (Pancasila) menjadi tiga dan
tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen yaitu
perkataan ‘gotong-royong’. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara
gotong royong !”
“Alangkah hebatnya!
Negara gotong royong!” (Tepuk tangan riuh rendah).
Semangat gotong-royong
yang menjadi philosphie grondslag-lah yang menjadi ide dasar pendirian konsep
republik ini menjadi negara kesatuan, bukan federasi atau pun serikat, dan dari
semangat ini juga menjadi prakondisi pertama kesepakatan kita untuk tetap
bersatu hingga hari ini dalam bingkai
NKRI
Perlu kita mengerti
jika semangat gotong-royong yang kita sepakati sampai hari ini bukanlah suatu
konsep solidaritas sosial yang bersifat oligarkis, yang memakai kepentingan
bersama sebagai alasan untuk pencapaian kepentingan sendiri atau kelompok kita.
Karena semangat ini
hadir bukan melalui rekayasa sosial dari atas ke bawah, namun lahir dari bumi
manusianya Indonesia, yang ditempa oleh kehidupan agrikultur dan maritim, yang membuat mereka
harus berkerjasama mengembangkan jejaring solidaritas untuk meningkatkan hajat
hidup bersama.
Soekarno menegaskan:
gotong-royong kita adalah amal semua buat kepentingan semua, keringat semua
buat kebahagian semua. Holopis kuntul
baris buat kepentingan bersama, itulah gotong-royong. Jadi amal adalah
kunci daripada semangat gotong-royong kita .
Kuat atau lemahnya
republik ini bukan hanya bergantung pada sistem militer, ekonomi, politik,
sosial, maupun budaya, tapi pada kesadaran dan pengamalan kita untuk tetap
bergotong-royong. Inilah sebenar-benarnya semangat kemerdekaan, sebenar-benarnya semangat proklamasi, dan
sebenar-benarnya semangat pembebasan.
Hanya lewat gotong-royonglah
bukti nyata kecintaan kita yang akbar pada tanah yang gemah ripah loh jinawi
ini .
Gotong
royong lewat jejaring kesadaran logis dan humanis
Peran gotong-royong
dalam melawan era pasca kebenaran hanya bisa dilakukan lewat para generasi muda.
Sebagai kelompok demografi terbesar pemakai teknologi, tempat dimana segala hal
yang berkaitan dengan post-truth
lahir
Peran generasi muda
milinieal sebagai generasi terpelajar harus menjadi garda depan melembagakan
gotong-royong yang berkesadaran logis dan humanis.
Kesadaran logis dan
humanis sangat penting dalam pengamalan
gotong-royong untuk melawan gejala
negatif pasca kebenaran. Karena arus informasi yang masuk, disadari atau tidak,
merekayasa masyarakat kita secara perlahan menjadi lebih dangkal dalam
berpikir. Ketika sudah berpikir dangkal
maka kesadaran yang humanis pun lenyap.
Kesadaran logis dan
humanis adalah dasar daripada kesadaran pancasialias. Jika logis memberikan
kita cara berpikir yang sistematis, maka humanis memberikan kita cara berpikir
mana yang ada manfaatnya mana yang ada mudharatnya bagi sesama kita.
Maka kita sebagai
generasi muda harus ikut ambil peran mendidik diri sendiri dan rekan kita untuk
ikut berjuang melawan penjajah baru, bernama era pasca kebenaran .
Republik yang hancur
jelas bukan hal yang kita inginkan di masa depan. Kita ingin mewarisi Indonesia
yang kekal, karena inilah warisan yang paling berharga untuk generasi mendatang.
Penentu terhadap persatuan Indonesia kedepan adalah kita yang hari ini sibuk
berperang di media cyber atas nama
kebenaran semu, membunuh sesama anak bangsa sendiri dalam perang opini, yang
berlanjut hingga fisik tanpa pernah sadar kita sudah terjebak pada permaianan
baru devide et impera era modern.
Mansurni
Abadi.
Divisi fundraising World Literacy Foundation, Singapore/ pengerak PBI *.