Jumat, 30 Juni 2017

Bunga Rampai



Seringkali persoalan terbesar kita menyangkut masalah psikologis. Penanganan permasalahan psikologis akan menentukan kepribadian dan mentalitas seseorang. Apakah orang tersebut nantinya memiliki mentalitas seorang pemenang atau bahkan seorang pecundang?. Artikel ini mengupas hal tersebut dengan cara membedah beberapa karya para penulis hebat. Telaah sedarhana namun padat dan berisi tersaji sebagai BUNGA RAMPAI.


“MISERY”  - STEPHEN KING : MENIKMATI SASTRA BERGENRE THRILLER DARI PERSFEKTIF TEORI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN.

Stephen King dalam bukunya Misery menyajikan cerita yang bergenre thriller psikologi. Sebuah pertarungan psikologis antara Paul Sheldon seorang novelis berhadapan dengan Annie Wilkies yang menyebut dirinya sebagai penggemar Paul Sheldon nomor 1.

Disini, Stephen King melalui Paul Sheldon, menggambarkan dengan brilian sebuah proses penulisan, mulai dari penyusunan plot dan pendalaman karakter tokohnya. Paul Sheldon menjadikan naskah novel Misery Return, novel yang dia dedikasikan untuk Annie Wilkies, sebagai rencana untuk melarikan diri. Secara cermat dia mengatur plot dan dengan sabar menunggu momentum yang menjadi klimaks dari upaya pelarian dirinya.  Hal tersebut bisa dia lakukan karena dia pernah melakukan riset, untuk salah satu novelnya, mengenai gangguan kejiwaan. Berbekal hal tersebut, Paul Sheldon dapat menguak kepribadian dan kondisi kejiwaan Annie Wilkies sehingga akhirnya dapat terbebas dari sekapan.

Annie Wilkies merupakan seorang mantan perawat yang pada masa kecilnya mengalami konflik-konflik yang memotivasi dirinya untuk melakukan manipulasi persepsi dalam mengatasi kecemasannya dalam bersosial. Upaya psikologis yang dia lakukan mendorongnya kedalam kelaianan perilaku, sehingga setelah sekian lama dalam fase pengingkaran, akhirnya dia menyadari dan menerima kondisinya. Saat itulah, yang merupakan klimaks dari novel ini, sebagai pertumbukan antara momentum yang dirancang oleh Paul Sheldon dan momentum penerimaan kondisi dirinya oleh Annie Wilkies menjadikan akhir novel ini tak terduga.

THE POWER OF MIND : WILLA, CERPEN PERTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN AFTER SUNSET KARYA STEPHEN KING DALAM TINJAUAN PERSONAL HABIT-NYA STEPHEN R COVEY.

Just After Sunset adalah waktu transisi antara kegelapan bukan saja menghilangkan bayang-bayang, melainkan juga mengusir siang dengan terangnya. Hal ini yang dipotret oleh Stephen King ketika hubungan antar manusia mengambil bentuk yang tidak wajar, dikarenakan imajinasi mulai bergerak liar.

Willa, cerpen pertama dari 14 kumpulan cerpen, bukan saja suatu pembuka yang memikat, lebih dari itu merupakan suatu representasi yang sempurna untuk menggambarkan imajinasi sebagai buah kekuatan pikiran (the power of mind).

Diceritakan Willa adalah seorang gadis yang memiliki kecenderungan untuk menerobos batas-batas ketabuan sehingga membawa dirinya dan kekasihnya, David, ke zona baru yang bukan saja menantang, tetapi juga menyenangkan.

Willa, David dan sekumpulan teman-temannya adalah hantu dari korban kecelakaan kereta api. Mereka tinggal disebuah statsiun tua yang sudah tidak beroperasi lagi yang terletak dipinggiran sebuah kota kecil di Wyoming.

Permasalahan yang mereka hadapi adalah statsiun yang mereka tinggali akan segera dirobohkan. Disini Stephen King menggambarkan 2 pendekatan yang berbeda dalam menghadapi permasalahan tersebut melalui :

-          Kumpulan teman-temannya memilih bertahan dan mencoba mengingkari kenyataan, termasuk kenyataan jika mereka semua telah meninggal, demi mempertahankan zona nyaman mereka.

-          Berbeda dengan teman-temannya, disini Willa yang diikiuti oleh kekasihnya, David, tidak pernah melakukan penyangkalan termasuk pada kenyataan bahwa dia berdua telah meninggal dan malah sebaliknya selalu mencoba menelusuri hal-hal yang baru, misalnya mereka mencoba memasuki wilayah kota beserta perubahan zamannya semenjak mereka meninggal, mereka mencoba menikmati “hidup” mereka sepertihalnya alasan kenapa mereka bepergian menggunakan kereta dari New York ke daerah pinggiran di Wyoming sehingga menyebabkan meraka meninggal karena kereta yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan, yaitu hanya karena mereka ingin merasakan sensasi bercinta diatas kereta yang sedang melaju kencang.

Buku Seven Habits of Highly Effective People Stephen R Covey banyak dianggap sebagai blueprint dari setiap orang yang ingin mengembangkan kepribadiannya. Dalam buku tersebut mendorong untuk mengedepankan etika karakter sebagai anti tesis dari etika kepribadian yang penuh ambiguitas dan kepalsuan.

Karakter itu sendiri, dikatakannya, sebagai gabungan dari kebiasaan-kebiasaan (habits). Sedangkan habits merupakan persinggungan antara pengetahuan (knowledge), keahlian (skill), dan keinginan (desire).

Dari 7 habits efektif yang dirumuskan oleh Covey, secara umum terbagi menjadi 3 klasifikasi, yaitu :

Pertama, kebiasaan sebagai ujud dari kemenangan pribadi, yang diperlukan untuk pengembangan karakter pribadi, yaitu : be proactive, begin with the end of the mind, dan put first think first.

Kedua, kebiasaan sebagai ujud dari kemenangan publik, berupa kerja sama dan komunikasi yang baik, yaitu : think win-win, seek first to understand and than to be understood, dan synergize.

Ketiga, sharpen the saw, adalah pembaharuan diri dalam bentuk spiritual, mental, fisik dan sosial emosional, yang kesemuanya memerlukan perawatan dan pertumbuhan.

Titik temu antara King dengan Covey disini pada :

·         Be proactive.

Willa sebagai sosok yang proaktif yang meletakan perilaku sebagai fungsi dari suatu keputusan, bukan didasari oleh keadaan (situasi dan atau kondisi). Sebagai seorang yang proaktif, Willa berdiri pada realitas dan mengetahui benar bahwa dirinya memiliki kekuatan untuk memilih suatu persepsi yang positif terhadap seluruh hal disekelilingnya.

Willa selalu proaktif pada hal-hal yang menarik perhatiannya, dengan menjaga komitmen dan janjinya kepada David, sehingga menunjukan cinta sebagai suatu integritasnya. Dalam iringan Wasted Days and Wasted Nights versi Freddy Fender, Willa menunjukan kemampuannya dalam menjaga komitmen sebagai perujudan terjelas dari proaktifitas cinta abadi. Seperti yang dikatakan Willa kepada David, “Persepsi dan pengharapan, bersama-sama mereka bisa memindahkan gunung”.


BALADA PARA PECUNDANG

Sejarah adalah milik para pemenang. Sejarah, pada setiap zamannya, adalah juga milik para pecundang.

Dalam “Heiho”, Idrus menceritakan semangat perubahan Kartono secara skeptis.

Dikantor. Kartono seorang jurutulis yang rajin namun tidak kunjung mendapat apresiasi dari atasannya. Untuk itu, dia mendaftarkan diri untuk menjadi seorang heiho. Dalam benaknya, dia ingin membela tanah air dan hal ini dianggapnya akan membuat isterinya, Miarti, bangga.

Di asrama Heiho. Kartono menemui ketidaknyamanan berikutnya. Dia mendapatkan seragam yang sangat tidak nyaman. Bukan saja pakaiannya yang tanpa celana dalam membuat badan bagian bawahnya gatal-gatal, melainkan juga sepatunya yang kekecilan mengakibatkan kakinya lecet. Namun, oleh karena dalam benaknya dia ingin membela tanah air dan hal ini dianggapnya akan membuat isterinya, Miarti, bangga maka dia tidak mempedulikannya.

Dijalan. Kartono berpapasan dengan bapak dan anaknya. Dalam percakapan bapak dengan anaknya tersebut diungkapkan mereka memandang Kartono hanya sebagai orang udik yang mudah terpengaruh propaganda. Namun, oleh karena dalam benaknya dia ingin membela tanah air dan hal ini dianggapnya akan membuat isterinya, Miarti, bangga maka dia tidak mempedulikannya.

Dirumah. Kartono mendapati isterinya malah seolah mendorong dirinya pergi menjadi seorang heiho, tanpa rasa bangga, tanpa rasa cinta, hanya sedikit iba. Dalam  benaknya dia ingin membela tanah air, meskipun anggapannya akan membuat isterinya, Miarti, bangga telah sirna.

Di Burma. Delapan bulan setelahnya Kartono menjadi heiho, dia meninggal di Burma. Sementara itu, Miarti, isterinya tengah hamil empat bulan dari suaminya yang kedua. Harapan Kartono untuk dapat membela tanah air pupus karena heiho hanyalah alat propaganda Jepang untuk mendapatkan dukungan dalam peperangan menghadapi Sekutu.

Berapa puluh zaman telah berlalu? Berapa juta Kartono yang tak tentu rimba? Dengan bahasanya Gol A Gong berkata :

AKU DIKALAHKAN KOTAKU

Kau menikamku berkali-kali
Dari segala penjuru mata angin
Mengusirku tanpa surat pemecatan


Kukerek bendera berdarah
Setengah hati tiang berkarat
: aku tak berbatu nisan.

(Gol A Gong, Kota yang Ditinggalkan Penghuninya)

Jika semua mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan perubahan, apakah Kartono yang tak berbatu nisan itu hidupnya telah sia-sia?.

Anda dapat mengunduh dalam versi lain disini : ebook (versi lengkap), video.


----- < O > -----

Aris Munandar. Penulis, founder dan kontributor utama Matahari Pagi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"bersinar bersama dan menyinari kebersamaan"