Selasa, 11 Juli 2017

Remaja Menghadapi Dunia

Juli 11, 2017


Tantangan Anak Zaman.

Hadiah terindah dari orangtua pada anak-anaknya adalah tantangan” – Carol Dweck, The New Psichology of Success.

Tantangan seperti apa yang dihadiahkan oleh orangtua untuk dihadapi oleh anak-anaknya (selanjutnya disebut remaja) dewasa ini? Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mengelompokan, setidaknya ada, 6 tantangan yang dihadapi remaja saat ini, yaitu : (1) harmonisasi pengembangan potensi remaja yang belum optimal, baik itu pengembangan potensi olah hati (etik), olah pikir (literasi) maupun olah raga (kinestetik); (2) besarnya populasi remaja yang tersebar diseluruh Indonesia; (3) belum optimalnya sinergi tanggungjawab antara sekolah, orangtua dan masyarakat; (4) tantangan globalisasi berupa pengaruh negatif teknologi informasi dan komunikasi terhadap gaya hidup remaja, serta pudarnya nilai-nilai religiusitas dan kearifan lokal bangsa; (5) terbatasnya pendampingan orangtua yang mengakibatkan krisis identitas dan disorientasi tujuan hidup anak; (6) keterbatasan sarana belajar dan infrastruktur.

Remaja sebagai fase ambiguitas, apabila tidak dibekali / dipersiapkan untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut diatas maka akan mengalami kebingungan-kebingungan yang akan berlanjut kepada ketidak stabilan emosi. Ketidakstabilan emosi dan stimulasi-stimulasi sosial negatif lainnya, seperti: social disorganization (berkurangnya pranata-pranata masyarakat), strain (tekanan besar dalam masyarakat), differential association (salah pergaulan), labelling, dan male phenomenon.

Untuk itu, remaja perlu dibekali kecerdasan sebagai bekal utamanya sehingga akan memunculkan eksplorasi personal, kemandirian, self control.  

Kecerdasan Majemuk.

Namun sebelum lebih lanjut berbicara kecerdasan, ada baiknya kita menyimak apa yang dijelaskan oleh Prof. Dr. Nasution, M.A mengenai kemampuan belajar seseorang yang terdiri dari 3 aspek, yaitu : aspek afektif (berkaitan dengan nilai dan sikap), aspek psikomotorik (berkaitan dengan gerak fisik yang mempengaruhi sikap mental) dan aspek kognitif (berkaitan dengan kegiatan berpikir).

Hal tersebut penting diketahui karena pendidikan kita 99% berisi hafalan, artinya remaja mendapat tekanan beban kognitif. Menurut MacLean, LeDoux dan Goleman, ketika otak menerima ancaman atau tekanan maka kapasitas otak untuk berpikir rasional mengecil atau dikenak dengan istilah downshifting. Apabila hal ini terus-menerus terjadi maka akan mengakibatkan cognitive shutdown, yaitu berhentinya proses belajar di otak.

Betolak belakang dengan yang demikian, hakikat seorang remaja dapat memiliki beberapa kecerdasan sekaligus. Kecerdasan tersebut sederajat meskipun dengan kriteria yang berbeda. Kercerdasan itu dinamis. Setiap kecerdasan memiliki banyak indikator. Indikator dari kecerdasan yang berbeda saling bekerjasama hampir disetiap aktifitas (Armstrong, 2004).

Kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan majemuk, yang terdiri dari 8 kecerdasan, yaitu : (1) kecerdasan kinestetik, mereka mempunyai kecerdasan gerakan tubuh di atas rata-rata senang bergerak dan menyentuh. Mereka memiliki kontrol pada gerakan, keseimbangan, ketangkasan dan keanggunan dalam bergerak, dan mengeksplorasi dunia dengan otot-ototnya. Komponen inti:  Kepekaan kontrol gerak motorik dan keseimbangan. Kemampuan : kontrol gerak tubuh, kemahiran mengola objek, respon, dan reflek; (2) kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk bisa memahami dan berkomunikasi dengan orang lain, serta mampu membentuk dan menjaga hubungan, dan mengetahui berbagai peran yang terdapat dalam suatu lingkungan sosial. Komponen inti: kepekaan mencerna dan merespon secara tepat suasana hati, temperamen, motivasi, dan keinginan orang lain. Kemampuan: bergaul, memimpin, kepekaan sosial yang tinggi, negosiasi, bekerja sama, dan mempunyai empati yang tinggi; (3) kecerdasan verbal/linguistik adalah kemampuan menggunakan kata secara efektif. Pandai berbicara, gemar bercerita dan dengan tekun mendengarkan cerita atau membaca merupakan tanda anak yang memiliki kecerdasan linguistik yang menonjol. Komponen inti: kepekaan pada bunyi, struktur, makna, fungsi kata dan bahasa. Kemampuan: membaca, menulis, berdiskusi, berargumentasi, berdebat; (4) kecerdasan logis-matematis, remaja dengan kecerdasan ini adalah remaja yang selalu yakin bahwa semua pertanyaaan memiliki suatu penjelasan rasional yang masuk akal sehingga sering lebih merasa nyaman berhadapan dengan sesuatu yang dapat dikategorisasi, diukur, dianalisa dan ditilik kuantitasnya dalam berbagai cara. Komponen inti: kepekaan pada memahami pola-pola logis atau numeris, dan mengolah alur pemikiran yang panjang. Kemampuan: berhitung, menalar dan berfikir logis, memecahkan masalah; (5) kecerdasan naturalis, remaja dengan kecerdasan naturalis yang tinggi pada usia sangat dini telah memiliki daya tarik yang besar terhadap lingkungan alam sekitar termasuk pada binatang. Di usia yang lebih besar, remaja tersebut sangat berminat pada biologi, botani, ilmu hewan, geologi, meteorologi, palentologi atau astronomi. Komponen inti: kepekaan meneliti, mengklasifikasi, identifikasi gejala-gejala alam. Kemampuan: kepekaan meneliti, mengklasifikasi, identifikasi gejala-gejala alam; (6) kecerdasan intrapersonal merupakan kemampuan seseorang untuk memahami diri sendiri, mengetahui siapa dirinya, apa yang dapat dilakukan, apa yang ingin ia lakukan, bagaimana reaksi diri terhadap suatu situasi dan memahami situasi seperti apa yang sebaiknya ia hindari serta mengarahkan dan mengintrospeksi diri. Komponen inti: kepekaan memahami perasaan sendiri dan membedakan emosi. Kemampuan: mengenali diri sendiri secara mendalam, kemampuan intuitif dan motivasi diri, penyendiri, sensitif terhadap nilai diri dan tujuan hidup; (7) kecerdasan visual spasial, mereka ini tampaknya mengetahui letak semua barang di dalam rumah. Mereka berfikir dalam bentuk visualisasi dan gambar. Merekalah yang paling pertama dapat menemukan barang-barang hilang atau salah taruh. Mereka akan peka terhadap perubahan interior rumah dengan memberikan reaksi suka atau tidak suka. Banyak diantara mereka mengagumi aneka mesin dan peralatan aneh. Komponen inti: kepekaan memahami perasaan sendiri dan membedakan emosi. Kemampuan: mengenali diri sendiri secara mendalam, kemampuan intuitif dan motivasi diri, penyendiri, sensitif terhadap nilai diri dan tujuan hidup; (8) kecerdasan musikal, remaja dengan kecerdasan musikal mudah mengenali dan mengingat nada-nada. Ia juga dapat mentrans formasi kata-kata menjadi lagu dan menciptakan berbagai permainan musik. Merekapun pintar melantunkan bait lagu dengan baik dan benar, menggunakan kosa kata musikal, dan peka terhadap ritme, ketukan, melodi atau warna suara dalam sebuah potongan komposisi musik.

Kecerdasan majemuk merupakan teori kecerdasan yang dikemukakan oleh Howard Gardner. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa kemampuan intelektual manusia itu tentunya memiliki seperangkat keterampilan yang dipakai untuk memecahkan masalah – yang memungkinkan individu untuk memcahkan aneka masalah atau kesulitan dasar yang dia hadapi dan apabila pemecahan masalah tepat, dan bisa mendatangkan hasil yang efektif – tentunya akan membawa potensi untuk menemukan atau menciptakan berbagai masalah – disitulah terletak dasar bagi perolehan pengetahuan baru.

Self Control.

Sehingga kapasitas untuk berubah dan beradaptasi dengan diri sehingga menghasilkan sesuatu yang lebih baik secara optimal antara diri dan dunia, yang disebut sebagai self control (Rothbaum, 2004). Self control terdiri dari aspek-aspek, yaitu : behavior control (pengendalian perilaku), cognitive control (pengendalian kegiatan otak), dan decisional control (pengendalian keputusan).

Behavior control (pengendalian perilaku) adalah suatu tindakan langsung terhadap lingkungan, terdiri dari : komponen mengatur pelaksanaan (regulated administration) adalah kemampuan individu untuk menentukan siapa yang akan mengendalikan situasi atau keadaan dirinya atau sesuatu diluar dirinya, dan komponen memodifikasi stimulus (stimulus modifiability) adalah kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan stimulus yang tidak dikehendaki datang.

Cognitive control (pengendalian kegiatan otak) adalah kemampuan individu untuk mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasikan, menilai, atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologi untuk mengurangi tekanan. Cognitive control (pengendalian kegiatan otak) terdiri dari komponen memperoleh informasi (information gain) dan melakukan penilaian (apraisal). Informasi yang dimiliki individu atas suatu kejadian yang tidak menyenangkan dapat diantisipasi dengan berbagai pertimbangan, serta individu akan melakaukan penilaian dan berusaha untuk menafsirkannya melalui segi-segi positif secara subjektif.

Decisional control (pengendalian keputusan) adalah kemampuan untuk memilih hasil yang diyakini individu dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih kemungkinan tindakan. Terdiri dari komponen mengantisipasi peristiwa dan komponen menafsirkan peristiwa, dimana individu dapat menahan dirinya.

Tingkat self  control ditentukan oleh kemahiran mengkombinasikan ketiga aspek self control tersebut.

Matahari Pagi sebagai Institusi Konseling

Matahari Pagi sebagai institusi konseling dalam arti sebagai pendukung utama bagi remaja dalam mendefinisikan dan mengaktualisasikan konsep diri. Masa remaja merupakan masa awal bagi seseorang dalam menapaki kdewasaan, spertihalnya hari diwaktu pagi. Pagi merupakan waktu kita selalu mengawali aktifitas. Keluarga merupakan tempat awal aktifitas itu berpusat. Tempat dimana kita saling berbagi dan menguatkan satu sama lain, sebagai bekal kita mengarungi hari. Sebagai suatu energi penggerak mewujudkan mimpi. Suatu sumber kehangatan. Matahari pagi.

Matahari Pagi adalah simbol harapan, simbol perubahan, simbol transformasi. Harapan akan kegemilangan Indonesia. Matahari Pagi digagas dalam rangka menyonsong Indonesia Emas 2045, Indonesia yang mengujudkan meritokrasi dan keadilan sosial. Untuk itu, Matahari Pagi merupakan gerakan perubahan untuk mampu menghasilkan agen-agen perubahan dan merayakan persamaan kesempatan dengan karya.

Matahari Pagi adalah sebuah keluarga yang senantiasa bertransformasi. Proses transformasi tersebut kami beri nama TDW : grow up together program atau disingkat TDW program. TDW program merupakan suatu program rekayasa kecerdasan bagi individu maupun organisasi.

Karena kecerdasan merupakan komponen utama yang diperlukan oleh umat manusia untuk beradaptasi dalam menghadapi tantangan zaman, maka Matahari Pagi sebagai garda terdepan dalam mengkampanyekan pentingnya melakukan transformasi bagi individu dan organisasi. Dalam menghadapi era internet of things, perubahan itu memusnahkan, sehingga transformasi (baik individu maupun organisasi) adalah syarat mutlak agar kita bisa beradaptasi dan menjaga eksistensi. Matahari Pagi mengkampanyekan transformasi dengan melakukan ajakan untuk melihat, bergerak dan menyelesaikan permasalahan, kesemuanya merupakan satu proses berkarya.

TDW : Grow up together.

TDW : Grow up together yang digagas Matahari Pagi merupakan suatu program rekayasa kecerdasan supaya kecerdasan dapat memandu teknologi agar manusia dapat lebih adaptif dalam menghadapi tantangan zaman. Lebih menarik lagi, TDW bukan hanya program untuk merekayasa kecerdasan individu manusia (individual transformatif/INTIF), melainkan juga dapat merekayasa kecerdasan yang dimiliki oleh suatu institusi (baik itu komunitas/msayarakat, korporat, maupun organisasi – organisasional transformatif/ONTIF).

TDW dalam aktifitasnya menjadikan literasi sebagai penghantar. Literasi, kemampuan untuk membaca, menulis dan memcahkan masalah dengan memahami dan menafsirkan informasi dan menerapkan berbagai teknik berpikir kompleks, kritis dan kreatif.


Dapatkan  artikel ini dalam format ebook disini.


Aris Munandar. Penulis, founder dan kontributor utama Matahari Pagi.

Senin, 03 Juli 2017

Transhumanisme

Juli 03, 2017

Manusia Baru

Seleksi Alam, seperti yang akan kita lihat selanjutnya, adalah kekuatan yang senantiasa siap beraksi, dan jauh lebih unggul daripada upaya lemah manusia, sebagaimana karya Alam unggul daripada karya Seni – Charles Darwin (1859), On the Origin of Species.

Evolusi sebagai perubahan pada sifat-sifat yang terwariskan secara genetik dari satu generasi ke generasi berikutnya didorong oleh dua mekanisme utama, yaitu seleksi alam dan hanyutan genetik (genetic drift).

Seperti spesies lain, manusia adalah hasil evolusi jutaan tahun. Sekarang kita melihat, manusia sebagai pemegang kendali (Max, 2017). Manusia telah melalui sekian seleksi alam dan hanyutan genetik yang mengharuskan beradaptasi dalam mempertahankan keberlanjutannya. Adaptasi juga menyebabkan antar organisme untuk berinteraksi, baik itu konflik maupun kooperasi.

Namun konsekuensi dari manusia, sepertihalnya organisme lain, yang tidak adaptif terhadap tantangan yang dihadapinya adalah kepunahan.

Lebih jauh, evolusi manusia akan memasuki fase yang disebut dengan istilah “perluasan besar potensi manusia”. Sebuah istilah yang digunakan oleh yang digunakan Ray Kurzweil dalam buku The Singularity Is Near. Manusia yang melampaui batas tubuhnya, yang memanfaatkan kemajuan teknologi untuk berinteraksi dengan alam.

Ketika mobil adalah kaki kita, kalkulator pikiran kita, dan Google ingatan kita. Kehidupan kita sekarang hanya sebagiannya biologis (Max, 2017). Sebagian besar seleksi alam zaman sekarang terjadi dalam budaya dan bahasa, komputer dan pakaian. Zaman dulu, pada masa DNA, kalau muncul mutasi yang keren, mutasi itu mungkin tersebar ke seluruh ras manusia dalam waktu seratus ribu tahun. Sekarang, kalau ada ponsel baru atau proses manufaktur yang transformatif, itu dapat menyebar dalam seminggu (Chruch, -).

Paradoks antara pernyataan Charles Darwin mengenai keunggulan karya alam (baca: evolusi gen) lebih unggul dibanding karya seni (baca: budaya dan teknologi) dengan realitas sekarang dimana pendorong evolusi genetik adalah budaya dan teknologi.

Transhumanisme bukan lagi sekedar proses evolusi secara genetik, melainkan perpaduan antara gen, budaya dan teknologi.



Evolusi Kecerdasan

Cogito ergo sum
Cogito ergo sum adalah sebuah ungkapan yang diutarakan oleh Descartes, sang filsuf ternama dari Perancis. Artinya adalah: "aku berpikir maka aku ada". Maksudnya kalimat ini membuktikan bahwa satu-satunya hal yang pasti di dunia ini adalah keberadaan seseorang sendiri. Keberadaan ini bisa dibuktikan dengan fakta bahwa ia bisa berpikir sendiri – Wikipedia.

Kecedasan adalah komponen genetik yang dianggap semakin berharga dan merupakan yang paling ingin dimiliki oleh seluruh umat manusia. Evolusi gen telah sangat banyak memberikan sumber daya untuk otak selama ratusan ribu tahun. Namun bagi kecerdasan, tidak ada titik maksimal disana dan satu-satunya hambatan adalah diri manusia itu sendiri (Max, 2017).

Generasi milenial, merupakan generasi teraktual seperti digambarkan oleh Emha Ainun Nadjib, sebagai generasi yang IT-addict, sangat menonjol kecerdasan enterpreneurship-nya, , punya keberpihakan yang serius terhadap “kesalehan”, serta memiliki kebebasan otentik dalam kreativitas. Generasi yang seakan-akan merupakan “putra langit”, bukan anak-anak yang dibesarkan oleh tata nilai kepengasuhan di bumi. Seperti makhluk baru yang lebih genuin, seolah-olah ada pengasuh yang lain yang tidak berada di bumi.

Dalam era yang didominasi kekuasaan materialisme, kapitalisme dan industrialisme, pada puncak pencapaiannya adalah memutilasi manusia (yang tidak adaptif) dengan menyisakannya hanya sebagai “benda” saja. Kemanusiaan ditindih sampai ke garis paling nadir di telapak kaki sejarah (Nadjib, 2016). Cara pandang yang hanya pada lapis paling permukaan, yakni yang kasat mata, atau yang di seputar jangkauan indera adalah bukan hanya faktor penghambat, melainkan juga sebagai penghancur kemanusiaan itu sendiri.

Pertanyaannya, apakah teknologi akan menjerumuskan kecerdasan kita untuk mengabdi kepada kebendaan belaka ataukah kecerdasan kita mampu memandu kemajuan teknologi menuju “perluasan besar potensi manusia” seperti yang dimaksud oleh Kurzweil?

Lalu, kemanakah arah evolusi ini menuju? Akankah kita akan meninggalkan “rumah” lama kita tanpa tahu dimana “rumah baru berada? Dan kita semua tahu jawabannya jika tidak segera menemukan arahnya, ya! Kepunahan.

Rekayasa Kecerdasan

Quo Vadis
Quo vadis adalah kalimat dalam bahasa latin yang secara harfiah berarti : “kemana engkau pergi?”. Kalimat ini adalah terjemahan latin dari petikan bagian apokrif kisah Santo Petrus – Wikipedia.

Sifat-sifat yang terwariskan secara genetik dari satu generasi ke generasi berikutnya terkandung dalam DNA (Deoxyribo Nucleic Acid), sebuah molekul yang dapat menyimpan informasi genetika, termasuk didalamnya kecerdasan. Basis genetis kecerdasan sangat kompleks. Kecerdasan memiliki banyak komponen, dan bahkan setiap aspeknya—kemampuan berhitung, kesadaran spasial, penalaran analitis, belum lagi empati—jelas melibatkan banyak gen, dan semuanya dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan.

Dilain pihak, pendekatan transhumanisme yang merupakan perpaduan antara gen, budaya dan teknologi, membuka peluang kita untuk melakukan rekayasa kecerdasan. Dalam arti, kecerdasan bukan hanya sebatas permasalahan biological, melainkan juga behavioral, sehingga rekayasa kecerdasan bisa dilakukan dan memperlihatkan hasilnya tanpa harus menunggu 10 generasi kemudian seperti yang diungkapkan oleh Nick Bostrom dan Carl Shulman, dua peneliti di Future of Humanity Institute, di Oxford University, yang menyelidiki dampak sosial yang ditimbulkan oleh peningkatan kecerdasan, dalam makalah untuk Global Policy.


TDW : Grow up together yang digagas Matahari Pagi merupakan suatu program rekayasa kecerdasan supaya kecerdasan dapat memandu teknologi agar manusia dapat lebih adaptif dalam menghadapi tantangan zaman. Lebih menarik lagi, TDW bukan hanya program untuk merekayasa kecerdasan individu manusia (individual transformatif/INTIF), melainkan juga dapat merekayasa kecerdasan yang dimiliki oleh suatu institusi (baik itu komunitas/msayarakat, korporat, maupun organisasi – organisasional transformatif/ONTIF).

Dapatkan dalam versi ebook disini

----- < O > -----

Aris Munandar. Penulis, founder dan kontributor utama Matahari Pagi.
"bersinar bersama dan menyinari kebersamaan"