Sabtu, 29 September 2018

Identifikasi Gaya Belajar : Tactile Learner

September 29, 2018


Sahabat Daniah, apakah sudah mengisi kuisioner mengenai gaya belajar? Jika sudah, berikut merupakan identifikasi gaya belajar kita berdasarkan jawaban kuisioner tersebut.

Ada tiga jenis gaya belajar. Ketiga gaya ini merupakan sebuah “kekuatan” yang dapat membantu kita dalam proses belajar. Mengidentifikasi gaya belajar dapat bermanfaat bagi kita, yaitu : kita dapat membuat formulasi pendekatan dalam belajar sesuai dengan gaya dominan kita. Keuntungannya, hal tersebut dapat memudahkan dalam belajar dan menjadikan hal tersebut menyenangkan.

Berikut gambaran umum mengenai gaya belajar tactile learner:

Karakter dari tactile learner adalah menempatkan tangan sebagai penerima informasi utama dalam menyerap informasi dan tidak tahan duduk berlama-lama. Memiliki kelebihan dalam mengoordinasikan, baik sebuah tim maupun gerak tubuh.

Fisiologi : gerakan bola mata ke arah bawah, pernapasan perut dan dalam, mengakses informasi dengan melihat ke bawah, banyak gerak, postur tubuh cenderung ke bawah dan menunduk.

Karakteristik :
Cenderung berinteraksi dengan sentuhan.
Belajar melalui praktek.
Bahasa yang sering digunakan pada umumnya : “ini rasanya kurang pas”, “saya ingin anda merasakan hal ini”, ini sepertinya kurang jelas”.
Memiliki minat terhadap kegiatan fisik dan olahraga.
Memaksimalkan gerak tubuh, gestur, dan ekspresi.
Cenderung gelisah.

Strategi Belajar:
Memaksimalkan keterlibatan fisik.
Memanfaatkan alat bantu atau model untuk mengeksplorasi rasa ingin tahu dan merumuskan konsep.
Memanfaatkan gerakan dalam memahami konsep.
Memaksimalkan pengalaman, field trip dan demonstrasi dalam belajar.
Memanfaatkan mind map.


(Sumber : Bunda Lucy).

Salam literasi!.
Matahari Pagi : Transforming Spectrum.

Identifikasi Gaya Belajar : Auditory Learner

September 29, 2018

Sahabat Daniah, apakah sudah mengisi kuisioner mengenai gaya belajar? Jika sudah, berikut merupakan identifikasi gaya belajar kita berdasarkan jawaban kuisioner tersebut.

Ada tiga jenis gaya belajar. Ketiga gaya ini merupakan sebuah “kekuatan” yang dapat membantu kita dalam proses belajar. Mengidentifikasi gaya belajar dapat bermanfaat bagi kita, yaitu : kita dapat membuat formulasi pendekatan dalam belajar sesuai dengan gaya dominan kita. Keuntungannya, hal tersebut dapat memudahkan dalam belajar dan menjadikan hal tersebut menyenangkan.

Berikut gambaran umum mengenai gaya belajar auditory learner:

Auditory learner mengandalkan pendengaran untuk memahami dan mengingat. Pada umumnya sulit menyerap informasi dalam bentuk tulisan. Melakukan review secara verbal dengan lawan belajar akan sangat membantu.

Fisiologi : gerakan mata sejajar telinga, napas merata di daerah diafragma, suara jelas-kuat-mengalun-ritmik, pandangan muka kedepan, peka akan pendengaran.

Karakteristik auditory learner:
Perhatian mudah terpecah.
Berbicara dengan pola berirama.
Berbicara dengan cara mendengarkan.
Suka menggerakan bibir atau bersuara ketika membaca.
Senang berdialog secara internal dan eksternal.
Aktif berpartisipasi dalam diskusi dan debat.
Membaca teks dengan suara keras.
Sering menggunakan bahasa : “kedengarannya bagus”, “saya mendengar apa yang kamu katakan”, “ini masih kurang terdengar jelas”, dan “ini terdengar menarik”.
Senang mendengarkan musik ketika bersantai.
Sangat menikmati pembicaraan.

Strategi belajar:
Memanfaatkan variasi vokal (perubahan nada, kecepatan, dan volume) ketika menyampaikan informasi.
Menggunakan teknik pengulangan secara verbal.
Memanfaatkan permainan peran (role play).


(Sumber: Bunda Lucy, 2016).

Salam literasi!.
Matahari Pagi : Transforming Spectrum.

Identifikasi Gaya Belajar : Visual Learner

September 29, 2018



Sahabat Daniah, apakah sudah mengisi kuisioner mengenai gaya belajar? Jika sudah, berikut merupakan identifikasi gaya belajar kita berdasarkan jawaban kuisioner tersebut.

Ada tiga jenis gaya belajar. Ketiga gaya ini merupakan sebuah “kekuatan” yang dapat membantu kita dalam proses belajar. Mengidentifikasi gaya belajar dapat bermanfaat bagi kita, yaitu : kita dapat membuat formulasi pendekatan dalam belajar sesuai dengan gaya dominan kita. Keuntungannya, hal tersebut dapat memudahkan dalam belajar dan menjadikan hal tersebut menyenangkan.

Berikut gambaran umum mengenai gaya belajar visual learner:

Visual learner menitikberatkan ketajaman penglihatan. Proses memahami harus dibantu dengan memperlihatkan bukti-bukti kongkret. Ciri utamanya adalah kebutuhan yang tinggi terhadap informasi yang disajikan secara visual. Hal ini karena visual learner memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna dan memiliki pemahaman yang baik terhadap masalah artistik.

Kendalanya terletak pada terlalu reaktif terhadap suara, sehingga sulit menginterpretasikan ucapan.

Fisiologi : mengakses informasi dengan melihat keatas (gerakan bola mata ke atas), pandangan muka ke atas, tangan bergerak di atas dada saat berbicara, bernapas dengan cepat, bernapas menggunakan pernapasan dada, memiliki nada suara yang tinggi.

Karakteristik visual :
Kata-kata yang sering dipakai oleh visual leraner adalah “melihat, memandang, menonton, fokus”.
Bahasa yang digunakan, misalnya : “saya dapat melihat maksud anda”, “ini kelihatannya bagus”, dapatkah anda bayangkan?”, “hal ini tampak cukup rumit”, “saya mendapatkan gambarannya”, “kelihatannya benar”.
Teratur, memperhatikan segala sesuatu, menjaga penampilan.
Dalam keadaan santai, visual leraner biasanya lebih menyukai kegiatan menonton film, video, pergi ke bioskop, membaca buku.
Dalam berkomunikasi, mereka senang berbicara dengan menatap muka.
Memperhatikan gerak-gerik lawan bicara.
Bicara cepat dan berapi-api lewat gambar yang ada di bayangannya, kurang menyukai dalam hal mendengar orang lain berbicara.
Lebih cepat mengingat wajah seseorang dibanding namanya.
Lebih senang dengan kegiatan mengamati.
Berpenampilan rapi dan bersih.
Cocok sebagai konseptor, perenana, dan arsitek.

Strategi belajar:
Menggunakan kertas dengan tulisan berwarna.
Menggambarkan informasi dengan menggunakan diagram dan warna.
Membutuhkan gambaran dan tujuan menyeluruh dan menangkap detail serta mengingat apa yang dilihat.
Memaksimalkan coret-coretan dan gerakan tubuh (body language).
Memanfaatkan materi bersifat visual (buku, majalah, poster, kolase, flow chart, grafik, diagram, atau gambar).
Memvisualisasikan informasi secara imajinatif.
Memanfaatkan powerpoint dan mind map.
Menandai dengan warna (highlight) pada tulisan yang dianggap penting.
Menggunakan ilustrasi, model, atau alat peraga visual lainnya.

(Sumber: Bunda Lucy, 2016).

Salam literasi!.
Matahari Pagi : Transforming Spectrum.

Identifikasi Kecerdasan Majemuk

September 29, 2018


Jean Piaget meyakini bahwa setiap manusia terlahir dengan segala keunikan dan potensinya. Setiap individu satu sama lain memiliki keunikan tersendiri. Tugas para pendidik (orangtua, guru, dan masyarakat) adalah menyiapkan lingkungan yang memungkinkan potensi-potensi yang dimiliki setiap manusia bisa berkembang optimal, baik secara nalar (intelegensia), rasa (emosi), spiritual, maupun keterampilan (motorik).

Menurut Abraham Maslow, potensi-potensi unik yang dimiliki setiap individu akan tergali apabila diberi motivasi berupa penyampaian wawasan.

Kita mengenal tes Intelligence Quotient (IQ). Tes tersebut pada dasarnya hanya merupakan penilaian aspek kognitif seseorang saja. Tes tersebut tidak mampu memetakan kualitas seseorang, seperti : kemauan keras, percaya diri, motivasi, ataupun kecerdasan sosial. Demikian pula dengan aspek kinerja, yakni : menentukan skala prioritas, manajemen waktu, efisiensi, kreativitas, dan intuisi. Padahal hal-hal tersebut berkaitan juga dengan ilmu pengetahuan dan seni.

Namun demikian, menurut Howard Gardner bahwa kecerdasan seseorang lebih berkaitan dengan : kapasitas memecahkan masalah dan menciptakan produk di lingkungan yang kondusif dan alamiah. Gardenr mengembangkan model Kecerdasan Majemuk (Mulitiple Intelligence), yang mengidentifikasi 8 jenis kecerdasan, yaitu: linguistik, logika-matematika, visual-spasial, kinestetik, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis.

Kecerdasan majemuk ini akan bekerja jika ditunjang dengan gaya belajar yang efektif dan aktivitas yang sesuai. Berikut gambaran umum mengenai masing-masing tipe kecerdasan tersebut :

Kinestetik. Komponen inti: kepekaan kontrol gerak motorik dan keseimbangan. Kemampuan: kontrol tubuh, kemahiran mengelola objek, respon, dan reflek.  Mereka yang mempunyai kecerdasan ini sangat senang dengan menyentuh dan bergerak. Mereka memiliki kontrol terhadap gerakan, keseimbangan, ketangkasan, keanggunan dalam bergerak, dan mampu mengeksplorasi menggunakan otot-ototnya.

Interpersonal. Komponen inti: kepekaan mencerna dan merespon secara tepat suasana hati, tempramen, motivasi, dan keinginan orang lain. Kemampuan: bergaul, memimpin, kepekaan sosial yang tinggi, negosiasi, bekerjasama, dan mempunyai empati yang tinggi. Kecerdasan ini merupakan kemampuan untuk bisa memahami dan berkomunikasi dengan orang lain, serta mampu membentuk dan menjaga hubungan, dan mengetahui berbagai peran yang terdapat dalam lingkungan sosial.

Verbal-linguistik. Komponen inti: kepekaan terhadap bunyi, struktur, makna, fungsi kata dan bahasa. Kemampuan: membaca, menulis, berdiskusi, berargumentasi, berdebat. Verbal-linguistik merupakan kemampuan menggunakan kata secara efektif. Pandai berbicara, gemar bercerita, dan dengan tekun mendengarkan cerita atau membaca merupakan seseorang yang memiliki kecerdasan ini.

Logika-matematika. Komponen inti: kepekaan dalam memahami pola-pola logis atau numeris dan mengolah alur pemikiran yang panjang. Kemampuan: berhitung, menalar dan berpikir logis, memecahkan masalah. Mereka dengan kecerdasan ini selalu yakin jika selalu ada penjelasan rasional dari setiap fenomena yang terjadi, sehingga mereka selalu berusaha melakukan kategorisasi, pengukuran, analisa dengan berbagai cara dan pendekatan.

Naturalis. Komponen inti dan kemampuan: kepekaan meneliti, mengklasifikasi, mengidentifikasi gejala-gejala alam. Mereka yang memiliki kecerdasan ini akan mempunyai ketertarikan yang tinggi terhadap lingkungan alam sekitar, termasuk binatang. Secara lebih luas, minatnya mencakup : biologi, botani, ilmu hewan, geologi, meteorologi, palentologi, dan astronomi.

Intrapersonal. Komponen inti: kepekaan memahami perasaan sendiri dan membedakan emosi. Kemampuan: mengenali diri sendiri secara mendalam, kemampuan intuitif dan motivasi diri, penyendiri, sensitif terhadap nilai diri dan tujuan hidup. Mereka dengan kecerdasan ini mampu bereaksi terhadap suatu situasi dan memahami situasi tersebut dengan tindakan yang sesuai, serta mengarahkan senantiasa melakukan intropeksi diri.

Visual-spasial. Mereka dengan kecerdasan ini berpikir dalam bentuk visualisasi dan gambar.

Musikal. Kemampuan inti: kepekaan menciptakan dan mengapresiasi irama, pola titi nada, warna nada dan apresiasi bentuk-bentuk ekspresi musikal. Mereka dengan kemampuan ini dapat mentransformasikan kata-kata kedalam bentuk nada. Mereka peka terhadap ritme, ketukan, melodi dan warna suara.

Akhirnya, ayo temukan kecerdasan kita supaya dapat memaksimalkan talenta yang dimiliki. Identifikasi kecerdasan kalian disini.


Salam Literasi!

Matahari Pagi
Transforming Spectrum.

BINGKAI ALAM DAN BUNGA

September 29, 2018


PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) kembali menunjukan konsistensinya dalam menggerakan kesadaran akan alam melalui jalan literasi. Konsistensi adalah nyawa dari literasi itu sendiri. Sebuah gerakan yang berkelanjutan beriringan dengan waktu. Ruang yang terus tumbuh dan berkembang harus selalu diisi, sepertihalnya Alam dan Bunga.

Apakah Alam dan Bunga itu? Ya, sebagai sebuah teks, didalamnya tentu saja mengandung konten dan konteks. Konten Alam dan Bunga pernah kita ulas disini. Lalu, apa saja konteksnya?. Tapi, sebelumnya kita haturkan apresiasi kepada MasTri atas peranannya sebagai motor utama dari semua yang kita bahasa ini. Pada dasarnya, tulisan ini tidak dimaksudkan untuk membesarkan satu pihak atau seseorang, apalagi bertujuan untuk mengambil hati. Tulisan ini bertujuan memberikan sekadar informasi mengenai masih adanya kepedulian. Dari sana diharapkan terbersit secercah inspirasi. Dan tentu saja, muaranya pada bagaimana kita dapat menindaklanjutinya. Semesta sebagai ruang adalah harmoni bersama waktu. Mereka yang berhenti adalah yang mati. Alam dan Bunga bukankah bagian dari yang terus tumbuh dan berkembang?.

Alam dan Bunga Membingkai 6 Literasi Dasar.

Alam dan Bunga mengusung kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sebagai tema utamanya. Tema tersebut merupakan bagian dari jati diri kita sebagai suatu bangsa, potensi kekayaan alam dan budaya. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terlengkap di duinia. Diperkirakan, sekitar 100-150 genus dari tumbuhan monoecious dan diecious, dengan 25.000-30.000 spesies terdapat di Indonesia. Sementara, jenis hewan yang ada juga lengkap, sekitar 220 ribu jenis.

Indonesia adalah surga karena limpahan kekayaan alamnya. Karenanya juga merupakan limpahan kesempatan kita untuk berbuat Ihsan (mengenai berbuat kebaikan/ihsan tidak hanya kepada manusia, tetapi juga kepada hewan dan tumbuhan bisa dibaca disini). Bayangkan jika kekayaan tersebut musnah karena kebakaran hutan dan lahan?.

Literasi tidak hanya mengajak kita sebatas mengetahui, tetapi membawa kita kepada kebermaknaan yang lebih mendalam. Makna terdalam bagi kita sebagai umat manusia adalah kemanusiaan, inti dari kemanusiaan itu sendiri adalah empati. Kepedulian membuat kita saling terhubung.

6 Literasi Dasar adalah rumpun yang saling terhubung. Maka, Alam dan Bunga dapat terbingkai erat oleh literasi baca-tulis (baca disini), literasi numerasi (baca disini), literasi sains (baca disini), literasi digital (baca disini), literasi finansial (baca disini), serta literasi budaya dan kewargaan (baca disini).

Alam dan Bunga Membingkai Kompetensi Literasi.

Harmoni Alam dan Bunga. Beriringan bersama waktu didalam semesta yang senantiasa tumbuh dan berkembang. Hal itu membutuhkan kompetensi literasi. Pada dasarnya, evolusi menjadikan manusia sebagai mahluk pembelajar (baca disini). Leluhur kita telah berhasil “membaca” alam. Oleh karenanya, dari nomaden dan berburu beralih menjadi menetap, bertani, dan beternak. Tetapi dengan menulislah, leluhur kita berhasil meningalkan masa pra sejarah menuju babak baru, babak sejarah.

Beradaptasi bukan tentang bagaimana cara bertahan hidup. Beradaptasi adalah tentang bagaimana kita berinovasi dengan pendekatan-pendekatan baru. Berpikir kritis, kreatif, komunikasi, dan kolaborasi adalah cara-cara yang harus dipergunakan untuk meraih itu. Itulah yang disebut sebagai kompetensi literasi.

Alam dan Bunga Membingkai Kecerdasan.

Alam dan Bunga melalui ketiga serinya mengajak kita mawas diri dalam kehidupan kita di semesta. Hendaknya yang demikian membangkitkan minat kita untuk terus menambah pengetahuan tentang lingkungan dan alam, membangkitkan minat eksplorasi kita. Pengalaman eksplorasi kita nantinya akan membentuk pengalaman dan kesan yang membentuk hubungan emosional antara kita dengan lingkungan dan alam. Sebagai mahluk sejarah, tentu saja kita memiliki kesadaran untuk mengungkapkan keterhubungan kita dengan lingkungan dan alam secara verbal, tulisan atau simbol-simbol. Pada akhirnya, proses tersebut akan membentuk komitmen kita dalam menjaga kelestarian lingkungan dan alam. Sejatinya adalah kelestarian dan keberlangsungan hidup kita. Itulah yang dimaksud dengan kecerdasan.

Mengenai kecerdasan ini, Howard Gardner (1995)  mengemukakan teori mengenai kecerdasan majemuk. dia mengidentifikasi kecerdasan, menjadi : verbal/linguistik, logis-matematis, visual-spasial, kinestetik, musikal, intrapersonal, dan naturalis. Jika berminat untuk mengidentifikasi kecerdasan majemuk kita, silahkan baca disini. Suatu teori yang sangat akrab dengan literasi, sebagai konsep berpikir, memecahkan masalah, dan memaknai. Bukan hanya membentuk kompetensi unggul, tetapi juga menjadikan kita selalu kontektual dan relevan. Kata lain dari harmoni bersama waktu di semesta.

Alam dan Bunga dalam Bingkai Hari Esok.

Setelah 30.000 eksemplar Alam dan Bunga seri 1-3 tersebar, menarik disimak, apalagi gebrakan berikutnya?. Dalam bayangan saya, mungkin ada kontes cerita dan ilustrasi untuk cerita Alam dan Bunga seri berikutnya? Atau akan ada prakarsa pembentukan jaringan Relawan Muda Lingkungan hidup di setiap taman bacaan? Atau ada akan ada jambore kesadaran lingkungan bagi para pegiat literasi? Atau bahkan sesuatu yang tidak terbayangkan sebelumnya?. Apapun itu, saya yakin jika RAPP dan Mas Tri akan terus bergerak bebas di zona ikhlas.


Aris Munandar. Pegiat di Matahari Pagi.

Rabu, 26 September 2018

LITERASI BUDAYA-KEWARGAAN DAN PANCASILA (Seri 7)

September 26, 2018


Masa depan adalah milik para pemuda.  Dalam konteks kekinian, masa depan merupakan miliknya para millenial. Mereka disebut-sebut sebagai digital natives.

Harus kita akui jika banyak para pemilik masa depan tersebut masih terjebak bersama kebingungan-kebingungannya dalam era internet of things dewasa ini.

Belum lagi sikap hiper-reaktif para orangtua dalam menangani interaksi anak-anaknya dengan dunia maya. Sering kali kita diperlihatkan dengan kegagalan pemahaman mereka terhadap fenomena mutakhir. Hal tersebut justeru memperparah kondisi ini.

Inang Winarso (2017) memberikan gambaran secara lugas mengenai mengenai para millenial dalam kaitan perubahan sistem politik dan ekonomi global, dimana mereka dalam posisi tidak berdaya. Para millenial ini hanya dihitung sebagai angka-angka statistik, lalu dibiarkan tumbuh bersama “pasar”. Mereka menjadi santapan lezat para pemilik modal melalui rayuan modernitas sebagai identitas anak gaul dan kekinian. Dalam kesehariannya, mereka sepenuhnya dikepung oleh ilusi. Mereka dicetak seragam oleh trend sejenis tiap tahun.

Secara terus-menerus, menurut penjelasan Inang Winarso selanjutnya, para millenial dibuatkan trens setter dimanapun berada. Belum lagi habis trend Korean style, sudah dipersiapkan Turki style. Ketika android masih trendy, mungkin sekarang para konlomerat sedang merancang trend post android. Remaja digiring pada perjalanan suci yang patut disemangati dan didoakan agar benar-benar tercapai tujuannya, yakni ambisi untuk menikmati semua hal yang trendy. Ambisi tersebut dimaknai sebagai pemenuhan hasrat manusia.

Jika demikian, bonus demografi yang akan diperoleh oleh Bangsa Indonesia apakah masih bisa dimaknai sebagai suatu anugerah? Ataukah bonus demografi tersebut hanya serupa gerombolan domba dipadang rumput pasar bebas dan atau globalisasi yang bukan hanya akan melahirkan neo liberalisme, namun juga pada ujungnya akan melahirkan neo imprealisme?.

Demografi, teknologi, dan sumber daya merupakan variabel utama bersama 6 (enam) variabel kehidupan lainnya (yaitu : lateral pressure, internal pressure, international conflict, domestic conflict, military force, dan trade).

Penggunaan teknologi secara konsumtif ditengah bonus demografi hanya akan menggerus sumber daya yang kita miliki. Hal ini akan menciptkan internal stress. Internal stress yang berkelanjutan akan memicu domestic conflict. Apabila meluas, tentu saja akan mengancam ketahanan negara.
Lalu, bagaimanakah supaya teknologi ini dapat digunakan secara produktif?.

Menurut The Future Jobs Report terdapat 3 keterampilan utama yang harus dimiliki dalam menghadapi revolusi industri keempat sebagai masa depan bagi remaja saat ini, yaitu : complex problem solving, berpikir kritis dan kreatifitas. Para millenial wajib memiliki ketiga keterampilan tersebut sebagai bekal menghadapi tantangannya. Lebih dari itu, dalam menghadapi masa depan yang sangat dinamis, mereka tidak cukup dengan dibekali kompetensi tadi. Dalam memaknai eksistensinya, para millenial juga harus memiliki nilai-nilai religius, nasionalis, mandiri serta gotong-royong dan nilai-nilai tersebut harus dijadikan sebagai konsep diri yang ajeg. Tidak kalah penting juga, sebagai jangkar agar tidak terombang-ambing gelombang di tengah samudera globalisasi, mereka harus memiliki kualitas diri berupa integritas.

Teknologi (sains dan digital), problem solving, berpikir kritis, dan kreatifitas sudah dibahas ketika pembicaraan bidang literasi sebelumnya. Sedangkan nilai-nilai religius, nasionalis, mandiri, gotong-royong, dan integritas sebenarnya sudah termaktub dalam Pancasila. Dalam arti, Pancasila sebagai sumber nilai.

Pancasila sebagai sumber nilai memiliki dimensi fleksibilitas, realitas, dan idealitas. Hal tersebut memungkinkan bagi kita untuk tetap menjadikan Pancasila relevan dan kontekstual. Bagaimana caranya?.

Literasi budaya merupakan kemampuan dalam memahami dan bersikap terhadap kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa. Dalam hal ini, Pancasila sebagai jatidiri bangsa Indonesia.

Literasi kewargaan adalah kemampuan dalam memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara. Disini kedududkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.

Untuk itu, penghayatan dan pengamalan Pancasila dapat dimaknai sebagai internalisasi parsitipasif dan inklusivitas.




Aris Munandar. Pegiat di Matahari Pagi.

Selasa, 25 September 2018

LITERASI FINANSIAL, KOPERASI, DAN INTEGRITAS (Seri 6)

September 25, 2018


Bertahan hidup (survive mechanism) merupakan suatu kecenderungan dasar manusia. Pada banyak kasus, kecenderungan tersebut seringkali berlebihan. Kecenderungan yang berlebihan akan menjerumuskan kita pada ketamakan. Inilah yang menjadi musuh terbesar umat manusia. Bung Hatta pernah mengingatkan seperti ini : “Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun, tidak jujur itu sulit diperbaiki”.

Untuk dapat tercipta keadilan sosial, maka Bung Hatta menjadikan koperasi sebagai badan usaha dan diproyeksikan menjadi sokoguru perekonomian bangsa. Namun, kini karena ketidak-jujuran tersebutlah koperasi menjadi terpuruk. Bukan saja tidak menjadi pilihan utama sebagai badan usaha, melainkan citra buruk yang kadung melekat kuat.

Potret realitas saat ini menunjukan koperasi identik dengan keprihatinan dan minat masyarakat sangat kurang menggunakan lembaga koperasi.  Hal ini disebabkan oleh banyaknya penyalahgunaan lembaga koperasi oleh orang atau kelompok tertentu (pseudo koperasi) yang menyebabkan citra koperasi menjadi buruk. Diantaranya adalah penggunaan koperasi untuk praktik peminjaman uang berbunga tinggi (lintah darat). Selain itu, pengelolaan koperasi yang seharusnya didasarkan pada kedaulatan anggotanya menjadi seperti pengelolaan korporasi yang dikuasai pengurusnya saja. Lalu bagaimana supaya literasi dapat mengembalikan paradigma koperasi sesuai jatidirinya?.

Disini kita harus menggunakan pemahaman literasi sebagai transformasi sosial, yakni sebagai praktik baik dalam konteks finansial. Mengintegrasikan gerakan literasi finansial kedalam wadah koperasi dapat menanggulangi permasalahan-permasalahan klasik yang sering dihadapi selama ini, yaitu permodalan dan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kuncinya disini terletak pada tata kelola keuangan dan SDM. Pada awal pembentukan, pengurus koperasi harus bisa bertindak sebagai fasilitator bagi anggotanya. Pengurus harus dapat mendidik, memberdayakan, memperkaya dan mencerahkan anggotanya melalui proses literasi finansial bagi para anggotanya. Misalnya, bagaimana mengajarkan para anggota bisa membaca dan menggunakan laporan keuangan sebagai rujukan dalam mengambil keputusan bisnis, mengetahui dampak atas keputusan-keputusan bisnis yang diambil, serta dapat mengevaluasi dan membuat rencana bisnis untuk kedepannya.

Penerapan prinsip-prinsip tata kelola usaha yang baik mutlak dilakukan karena koperasi pada dasarnya mengelola dana anggota. Ada 3 jenis dana yang dikumpulkan oleh koperasi dari para anggotanya, yaitu : simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela. Dana tesebut bisa digunakan oleh koperasi untuk modal dalam menjalankan usahanya. Dalam perkembangannya nanti, dari akumulasi modal dapat digunakan juga sebagai pinjaman bagi anggotanya untuk melakukan usaha mandiri. Disini koperasi dapat berfungsi juga mencetak wirausaha-wirausaha baru.

Mendorongnya untuk menjadi wirausaha sangat positif bagi bangsa Indonesia untuk memenuhi syarat minimal untuk menjadi negara maju, yaitu kita membutuhkan wirausaha sebanyak 2% dari jumlah penduduk kita. Seperti diberitakan kompas.com pada tanggal 30 Maret 2016, Global Entrepreneurship Monitor (GEM) menyebutkan jumlah wirausaha yang kita miliki baru sebesar 1,65% dari jumlah penduduk. Kita masih tertinggal dari Singapura yang memiliki wirausaha 7%, Malaysia memiliki wirausaha 5% dan Thailand memiliki 3% wirausaha dari jumlah penduduknya. Apalagi jika dibandingkan dengan Amerika Serikat dan Jepang yang sudah memiliki lebih dari 10% wirausaha dari jumlah penduduk mereka.

Sejak krisis ekonomi tahun 1998, banyak kita yang tergugah jiwa kewirausahaannya. Dalam perkembangannya kini, era IoT membentuk karakter perubahan pada abad ke-21 : Cepat, Mengejutkan, Memindahkan (Kasali, 2017).

Salah satu yang dipromosikan oleh para wirausahawan milenials ini (para pelaku startup) adalah konsep sharing economy. Seperti yang dikatakan oleh Rhenald Kasali  (2017) bahwa terjadi perpindahan konsumen dari pasar konvensional ke digital marketplace. Begitu pun prinsip gotong royong ekonomi dalam koperasi hendaknya dapat ditransformasikan juga menjadi konsep sharing economy yang berkeadilan (mewujudkan kesejahteraan bersama).

Tugas berat literasi semakin bertambah ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa 40% masyarakat Indonesia berada dalam kelompok ekonomi terbawah (www.worldbank.org/indonesia). Mereka rentan terhadapan jeratan rantai kemiskinan. Kehilangan pekerjaan, gagal panen, dan jatuh sakit bisa menjerumuskan mereka kedalam jurang kemiskinan.

Literasi sebagai kunci pengetahuan harus bisa membuka ruang persamaan kesempatan. Sharing economy dengan penerapan prinsip-prinsip koperasi, seperti yang dimaksudkan oleh Bung Hatta, harus mulai dikembangkan oleh para pegiat literasi.

Persamaan kesempatan tersebut juga, dalam konteks koperasi, harus memastikan persamaan pendistribusian hasil usaha. Karena penyimpangan hanya memberikan ruang subur bagi ketamakan. Disinilah integritas akan teruji.

Dalam hal ini, integritas merupakan berjalannya usaha dan pengawasan bersama. Dengan kata lain adalah penerapan prinsip-prinsip tata kelola usaha yang baik (good corporate governance), yaitu : transparan, akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan keadilan.




Aris Munandar. Pegiat di Matahari Pagi.

Senin, 24 September 2018

Ayo Temukan Gaya Belajar Kamu

September 24, 2018


Identifikasi gaya belajar merupakan kegiatan pertama kita di kelas literasi ini.

Literasi sebagai kemampuan untuk berpikir, memproses, dan memahami suatu informasi. Sedangkan, gaya belajar merupakan ragam khusus yang kita miliki dalam melakukan kegiatan literasi tersebut.

Diantara kita mungkin pernah mengalami keadaan dimana kita tidak bisa menyampaikan pemahaman/pemikiran kita, baik secara lisan maupun tertulis. Pertanyaannya, kenapa hal tersebut bisa terjadi?.

Ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya, secara garis besar sebagai berikut : pertama, kita belum peka terhadap kemampuan linguistik yang dimiliki; kedua, cara memproses informasi yang kita lakukan tidak sesuai dengan gaya belajar kita.

Kelas literasi bertujuan untuk memperkuat kemampuan linguistik yang kita miliki, semakin kuat maka akan semakin peka. Kemampuan linguistik terdiri dari membaca, menulis, berbicara, dan menyimak. Pada umumnya kita memperlakukan keempat hal elemen tersebut secara parsial. Padahal keempat elemen lingusitik tersebut merupakan satu kesatuan.

Kenapa Kelas Literasi ‘keukeuh’ dengan misi penguatan keterampilan linguistik? Kenapa tidak membuka kelas menulis populer saja? Tentu saja ada persoalan fundamental yang ingin dicapai disini.

Berbicara yang dituangkan dalam kegiatan diskusi dan brainstroming berguna untuk membentuk pemikiran yang terbuka terhadap setiap gagasan (open minded).

Membaca merupakan penguatan daya analitis dalam kritis terhadap teks, mencari latar belakang teks, membandingkan antar teks sehingga dapat melahirkan gagasan mandiri. Sehingga tidak berlebihan jika banyak penulis atau pembicara mengatakan bahwa penulis/pembicara yang baik adalah pembaca yang baik.

Menyimak merupakan kegiatan untuk membentuk penerimaan, empati dan penghargaan.

Menulis sebagai pembiasaan berpikir secara terstruktur, sistematis, runtut/konsisten, koheren/logis, komprehensif dan bertanggungjawab.

Fondasi keterampilan linguistik tersebut mendorong untuk dapat mengartikulasikan pendapat dengan cermat, cerdas dan bermartabat.

Tentu saja penguatan tersebut dihasilkan dari proses belajar yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.

Gaya belajar disini merupakan kunci dari kegiatan belajar. Kegiatan itu sendiri merupakan kombinasi dari rangkaian tahap memahami, mengolah, sampai dengan menyajikan informasi.

Kita memiliki potensi dalam berpikir, rasa dan energi yang luar biasa. Rata-rata manusia hanya memanfaatkan 2% dari potensi tersebut. Kebanyakan kita gagal dalam memaksimalkan potensi yang dimiliki.

Dengan mengenali gaya belajar kita, maka akan lebih mudah untuk dapat menggali potensi diri secara optimal.

Gaya belajar, secara umum, digolongkan menjadi : visual learner, auditory learner, tactile learner. Meskipun gaya belajar kita merupakan kombinasi dari ketiga gaya belajar tersebut, namun juga penting untuk mengetahui gaya belajar apa yang dominan pada diri kita.

Termasuk pada golongan apakah gaya belajar anda? Ayo temukan gaya belajar kamu disini.

Bergabung bersama kami untuk mendapatkan feedbacknya dengan cara mendaftar disini.

Salam literasi!.
Matahari Pagi : Transforming Spectrum.

Minggu, 23 September 2018

Tahukah Kamu Mengenai Ruang Lingkup Antropologi Budaya?

September 23, 2018


Antropologi budaya, menurut Haviland (1985), teridiri dari : etnografi, arkeologi, dan linguistik.

Etnografi berusaha memahami perbedaan cara berpikir dan perilaku yang sudah baku pada manusia di masa sekarang dan masa lalu, serta memahami sebab-sebab terjadinya perbedaan itu. Yang dipelajari meliputi pola-pola perkawinan, kekerabatan, sistem politik dan ekonomi, agama, sastra, kesenian dan musik. Termasuk interaksi suatu kebudayaan dengan kebudayaan lain.

Arkeologi berupaya merekonstruksikan dan menyusun kembali cara-cara hidup sehari-hari dan adat-istiadat dari bangsa-bangsa pra-sejarah, serta menelusuri perubahan kebudayaan dan kemungkinan penyebab perubahan tersebut.

Lingusitik mempelajari mengenai bagaimana timbulnya suatu bahasa dan variasinya sampai dengan saat ini.

Sumber :
Pengantar Antropologi (Untuk Mahasiswa Psikologi) oleh Hendro Prabowo, penerbit : Universitas Gunadarma.
Foto : google search images

Mari berdiskusi di Kelas Literasi.
Daftar disini

Kontak :
WA. 0815-4683-3404.
Email mataharipagimail@gmail.com

Bukan hanya membaca.
Tidak sekadar menulis.
Bersinar seperti Matahari Pagi : Bersinar Bersama dan Menyinari Kebersamaan.

Sabtu, 22 September 2018

Tahukah Kamu Mengenai Penemuan Fosil Di Pantai Bibongri?

September 22, 2018


Pada bulan Oktober 2004, di pantai Bibongri Korea Selatan ditemukan sekitar 150 buah fosil dinosaurus dan 17 sarang dinosaurus. Yang ditemukan berupa bentuk sempurna dari fosil tulang dinosaurus dan fosil sarang telur dinosaurus. Usia anak dinosaurus sekitar 1 tahun, hidup di era Cretaceous sekitar 80 juta tahun yang lalu, diperkirakan termasuk kelompok Hadrosaurus.

Era Cretaceous atau periode kapur adalah salah satu periode pada skala waktu geologi yang bermula pada akhir periode Jura dan berlangsung hingga awal Paleosen atau sekitar 145.5 ± 4.0 hingga 65.5 ± 0.3 juta tahun yang lalu. Periode ini merupakan periode geologi yang paling lama dan mencakup hampir setengah dari era Mesozoikum. Akhir periode ini menandai batas antara Mesozoikum dan Kenozoikum.

Periode ini ditandai sebagai suatu periode terpisah pertama kali oleh ahli geologi Belgia, Jean d'Omalius d'Halloy, pada tahun 1822 dengan menggunakan stratum di Basin Paris dan mendapat namanya berdasarkan banyaknya lapisan kapur (kalsium karbonat yang terbentuk oleh cangkang invertebrata laut, terutama coccolith) yang ditemukan pada periode Kapur Akhir di Eropa daratan dan Kepulauan Britania.

Sedangkan Hadrosaurus merupakan jenis dinosaurus pemakan tumbuh-tumbuhan.

Sumber :
Why? Fosil oleh Kwang-Wong Lee, penerbit : PT Elex Media Kumpotindo.
https://id.wikipedia.org/wiki/Kapur_(periode)
Foto : google search images

Mari berdiskusi di Kelas Literasi.
Daftar disini

Kontak :
WA. 0815-4683-3404.
Email mataharipagimail@gmail.com

Bukan hanya membaca.
Tidak sekadar menulis.
Bersinar seperti Matahari Pagi : Bersinar Bersama dan Menyinari Kebersamaan.

"bersinar bersama dan menyinari kebersamaan"