Selasa, 31 Oktober 2017

DIAM BUKAN PILIHAN, SAATNYA KITA BICARA

Oktober 31, 2017



“Dalam hidup kita, cuma satu yang kita punya, yaitu keberanian. Kalau tidak punya itu, lantas apa harga hidup kita ini?”  – Pram.

Pada dasarnya manusia senantiasa berusaha mencari kebenaran, dalam berbagai bentuk, dalam upaya mencari makna hidup. Kebenaran, dalam konteks berbangsa dan bernegara di Indonesia, merujuk kepada norma hukum. Indonesia sebagai negara hukum memiliki tujuan untuk menegakan keadilan.

Element penting dari penegakan keadilan adalah kejujuran. Kejujuran sebagai sikap yang sesuai dengan hati nurani. Hati nurani merupakan wadah bagi manusia menyimpan keyakinan. Keyakinan itulah yang menjadi pandangan hidup.

Pandangan kita sudah jelas. Kita adalah bangsa yang ingin memastikan keadilan hadir dibumi ini. Sama dengan kita harus memastikan jika hukum, peraturan perundangan, dilaksanakan dengan baik. Kata lainnya adalah menghadirkan good governance, baik di government maupun corporate.

Namun demikian, kejahatan selalu bergentayangan pada celah-celah hukum, pada ruang-ruang kekuasaan. Kejahatan yang selalu memanipulasi keadilan dan kebenaran. Dia hadir menelusup kedalam kebijakan-kebijakan menjadikan kekuatan. Dia berbaur pada politik-politik menjadikannya busuk. Pengaburan informasi dan fakta. Menjadi arogansi ekonomi dan modal. Dan yang paling keji adalah menciptakan ketergantungan.

Kejahatan itu terjadi karena adanya nafsu-nafsu hewani pada manusia. Nafsu-nafsu yang bermutasi menjadi kepentingan-kepentingan pribadi dan golongan. Nafsu-nafsu oportunis yang menyalahgunakan kekuasaan untuk memenuhi kepentingannya itu. Kejahatan yang bisa saja terjadi di sektor pemerintahan (publik) dan atau swasta.

Ditengah masih lemahnya penegakan hukum. Ditambah para aparat penegak hukum belum bersinergi. Maka hal ini merupakan panggilan bagi kita, sebagai warga negara, untuk mendorong pelaksanaan hukum supaya dijalankan sebaik-baiknya. Salah satunya adalah melaporkan dan atau menyampaikan informasi penyelewengan-penyelewengan, yang pastinya, melanggar hukum. Panggilan bagi kita untuk mengambil peranan sebagai whistleblower.

Istilah whistleblower didefinisikan, Quentin Dempster dalam bukunya Para Pengungkap Fakta, sebagai orang yang mengungkapkan fakta kepada publik mengenai sebuah skandal, bahaya, malpraktik atau korupsi. Dempster menerjemahkan whistleblower sebagai pengungkap fakta. Karena secara harfiah, whistleblower berarti peniup peluit dan hal ini bukan sebuah istilah familier bagi kita.

Sementara dalam buku yang diterbitkan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berjudul Memahami Whistleblower tetap menggunakan whistleblower. Meskipun terdapat penjelasan mengenai padanan katanya yaitu peniup peluit, saksi pelapor, atau pengungkap fakta. Selanjutnya merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 mendefinisikan whistleblower sebagai pelapor tindak pidana yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu dan bukan bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban mengistilahkan whistleblower sebagai pelapor. Pelapor didefinisikan dalam pasal (1) nomor (4) : Pelapor adalah orang yang memberikan laporan, informasi, atau keterangan kepada penegak hukum mengenai tindak pidana yang akan, sedang, atau telah terjadi.

Memberikan laporan, informasi, atau keterangan mengenai suatu tindak pidana bukan merupakan perkara yang mudah. Ada resiko yang sangat besar disana. Pada proses tersebut, tidak jarang terdapat seseorang yang terperangkap pada keadaan mengetahui kebenaran mengenai informasi itu yang bisa mengancam diri dan karirnya.  Inilah saat dimana seseorang yang mengetahui kebenaran informasi untuk memutuskan apakah akan membela dan mengungkapkan kebenaran informasi yang diketahuinya atau akan membiarkan dan menutupi informasi tersebut. Ditengah tumpang tindih kepentingan dan konflik-konflik dalam upaya pengungkapan fakta, para pelapor selalu menjadi yang paling menderita. Penderitaan yang dialami, mulai dari kurangnya kepercayaan yang diterima, runtuhnya rasa percaya diri, pelecehan, intimidasi, atau bahkan penyiksaan. Tapi sesungguhnya, mereka itu bukanlah pecundang. Mereka adalah pemenang. Berkaca pada pengalaman pribadi mereka, pengorbanan dan penderitaan mendalam, maka kita sebagai anggota masyarakat juga bisa menjadi pemenang (Dempster, 2006). Sesungguhnya pelapor, bersama dengan saksi, saksi pelaku dan korban adalah pahlawan kebenaran dan keadilan.

Peran serta masyarakat dalam pelaporan tindak pidana juga sangat diharapkan oleh LPSK. Tanggungjawab masyarakat sangat dibutuhkan dalam melaporkan dan menyampaikan dugaan kejahatan atau tindak pidana yang terorganisir. Tanggungjawab untuk mengambil peran sebagai whistleblower. Masyarakat berkedudukan sebagai pengawal utama nilai moral ditengah semakin ketatnya persaingan (Semendawai dkk, 2011).

Oleh karena pentingnya keberadaan whistleblower tersebut ditengah penguatan ekonomi makro, kompetisi ekonomi, liberalisme politik, tuntutan penegakan hukum, hingga pemberantasan mafia disegala bidang. Setiap skandal publik akan mempengaruhi upaya perbaikan dibidang ekonomi, politik, hukum, maupun sosial. LPSK dibangun dengan tugas dan fungsi melindungi saksi dan korban, termasuk whistleblower tentunya. Negara menyadari besarnya resiko yang dihadapi seorang whistleblower berupa perlawanan, ancaman bahkan balas dendam dari pihak-pihak yang merasa dirugikan (Semendawai dkk, 2011).

Untuk itu, Negara dengan sangat responsif melakukan revisi terhadap kekurangan-kekurangan yang ada dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban dengan menerbitkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Berdasarkan catatan penulis, terdapat 22 point penyempurnaan dalam perubahan Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yaitu :


  1. Istilah saksi dirinci menjadi saksi, saksi pelaku dan pelapor.
  2. Hak saksi dan korban ditambah dengan : dirahasiakan identitasnya, mendapatkan tempat kediaman sementara, dan mendapat pendampingan.
  3. Hak saksi dan korban berlaku juga bagi saksi pelapor, pelapor, saksi ahli dan pemberi keterangan.
  4. Adanya pengaturan lebih jelas mengenai mekanisme pemberian hak dari saksi dan korban.
  5. Pengaturan lebih terperinci mengenai hak restitusi bagi korban.
  6. Percepatan proses perlindungan saksi.
  7. Adanya reward bagi saksi pelaku.
  8. Adanya penguatan fungsi dan tugas LPSK.
  9. Struktur dan formasi LPSK diperjelas dan diperkuat.
  10. Dibentuk lembaga penasihat LPSK.
  11. Penguatan kesekretariatan LPSK dalam rangka mendukung fungsi dan tugas LPSK.
  12. Keanggotaan LPSK ditekankan pada kapabilitasnya. Pengaturan mengenai keterwakilan kelembagaan dihapuskan.
  13. Penambahan janji dan sumpah anggota LPSK.
  14. Penjelasan mengenai PAW anggota LPSK.
  15. Adanya penjelasan mengenai syarat dan ketentuan untuk menjadi saksi, saksi pelaku, pelapor dan ahli. Walaupun kriterianya masih berdasarkan jenis tindak pidana tertentu.
  16. Perlindungan LPSK bisa diberikan tanpa adanya permohonan.
  17. Adanya pengaturan perlindungan bagi saksi dan korban anak.
  18. Adanya penghentian perlindungan jika adanya itikad tidak baik dan tindak pidana yang dilaporkan tidak terbukti.
  19. Sanksi bagi yang melakukan pelanggaran atas perlindungan yang diberikan diperberat.
  20. Sanksi bagi pengganggu diberikannya perlindungan diperberat.
  21. Sanksi bagi yang membocorkan proses perlindungan diperberat.
  22. Adanya sanksi bagi pelanggar, pengganggu dan yang membocorkan perlindungan apabila dilakukan oleh korporasi.

Namun demikian, belum semua catatan dari masyarakat diakomodasi dalam perubahan tersebut. Catatan kritis Supriyadi Widodo Eddoyono dalam position paper-nya berjudul Undang-Undang Perlindungan Saksi, Belum Progresif : Catatan Kritis terhadap Undang-Undang No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Diantara rekomendasi yang belum terakomodasi tersebut adalah, sebagai berikut :


  1. Pembatasan terhadap saksi yang akan dilindungi merupakan kemunduran. Seharusnya dihilangkan.
  2. Konsep “saksi terkait” harus diperluas. Tidak hanya yang memiliki hubungan darah, tetapi termasuk orang-orang yang mempunyai hubungan emosional dengan saksi.
  3. Tidak ada kejelasan, saksi dari pihak manakah yang harus dilindungi. Seharusnya saksi dalam kasus pidana yang membantu aparat penegak hukum (saksi pihak penuntut).
  4. Perlindungan (hak saksi) yang bisa diberikan masih tumpang tindih. Sebaiknya diberikan penjelasan mengenai indikator pemberian hak-hak itu.
  5. Pemilihan anggota LPSK tidak harus disetujui oleh DPR.
  6. Keputusan dan kebijakan LPSK yang didasari oleh musyawarah dan mufakat tidak sesuai dengan format pekerjaan LPSK. Sebaiknya pengambilan keputusan dipegang oleh ketua LPSK.
  7. Tata cara pemberian perlindungan saksi harus diatur pula dalam PP.
  8. Batas waktu LPSK dalam hal memutuskan memberikan perlindungan terlalu singkat.
  9. Perlu diakomodir kerjasama LPSK dengan lembaga lain dan masyarakat secara lebih efektif. Perlunya bantuan lembaga lain dalam memberikan perlindungan. Membuka peluang peran serta masyarakat dalam memberikan perlindungan saksi.

Yang menarik adalah adanya usulan dari LPSK sendiri dalam bukunya Memahami Whistleblower terdapat usulan supaya perlindungan terhadap whistleblower diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri. Undang-undang yang ada (dalam waktu itu masih UU No. 13 Tahun 2006 yang belum direvisi) belum mengatur secara jelas mengenai apa dan bagaimana pengungkapan itu dilakukan. Serta bagaimana cara dan mekanisme perlindungan terhadap whistleblower. Beberapa hal yang harus diatur dalam UU whistleblower, yaitu : prosedur pengungkapan, pentingnya langkah jelas dalam tindaklanjut pengungkapan, anonimitas dan pelaporan rahasia, perlindungan. Semakin menarik karena mayoritas usulan tersebut belum terakomodasi dalam UU perubahannya.

Kita sebagai masyarakat tentu saja sangat berharap Negara, dalam hal ini diwakili oleh pemerintah dan DPR, untuk melanjutkan sikap responsifnya guna menyempurnakan peraturan perundang-undangan. Hal ini supaya masyarakat yang mengetahui adanya tindakan pidana lebih berani untuk melaporkan.

Namun demikian, kita berharap juga kepada LPSK sendiri sebagai lembaga yang diamanatkan oleh negara untuk memberikan perlindungan saksi dan korban supaya berkinerja seoptimal mungkin ditengah segala keterbatasannya. Karena dikatakan bahwa penanganan kesaksian whistleblower bisa dilaksanakan dengan baik tergantung adanya lembaga yang dinyatakan secara tegas dan beroperasi secara efektif. Dan kita yakin jika LPSK akan melindungi para whistleblower.

Untuk itu, kepada masyarakat agar berani mengambil peran sebagai whistleblower. Karena diam itu bukan pilihan, saatnya kita bicara. Mengambil peran sebagai benteng moral bangsa, karena sekali berarti setelah itu mati.


Aris Munandar. Penulis, Kontributor utama www.mataharipagi.tk, Pendiri Komunitas Matahari Pagi, Pengelola Aris Munandar Library, Penggagas TDW Program, CEO CV Matahari Pagi, editor di Penerbit Matahari Pagi.


Referensi :
Nugroho dan Achmad Muchji, Widyo. (1996). Seri Diktat Kuliah MKDU, Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : Penerbit Universitas Gunadarma.
Widyaningrum dkk, Nurul. (2003). Pola-Pola Eksploitasi terhadap Usaha Kecil. Bandung. Penerbit Yayasan AKATIGA.
Dempster, Quentin. (2006). Para Pengungkap Fakta. Jakarta. Penerbit : ELSAM.
Semendawai dkk, Abdul Haris. (2011). Memahami Whistleblower. Jakarta : Penerbit Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Tim Fokusmedia. (2011). Himpunan Peraturan Perundang-undangan Perlindungan Saksi dan Korban Edisi Lengkap 2011. Bandung : Penerbit Fokusmedia.

Eddoyono, Supriyadi Widodo. (2006). Undang-Undang Perlindungan Saksi, Belum Progresif : Catatan Kritis terhadap Undang-Undang No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Jakarta : Penerbit Koalisi Perlindungan Saksi & Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat.

Senin, 16 Oktober 2017

Dia yang menakjubkan

Oktober 16, 2017

Tadi malam 
dia menyampaikan 
sebuah definisi 
tentang menikah.
Apa menikah itu? 
katanya, 
terinspirasi 
pertanyaan seorang anak 
pada ibunya.
Dia
mendefinisikan
menikah sebagai
sebuah komitmen
dengan cinta.

Dari definisi
itu saya
menangkap jika
dia sedang
menggambarkan 
suatu bentuk
tanggung jawab.
Tanggung jawab
yang bukan
berarti
sebatas sebuah
kesanggupan untuk
memikul suatu 
beban,
karena
baginya tanggung jawab
bukanlah sebuah
beban.
Bagaimana
akan timbul
sayang
benar-benar,
atau
cinta,
jika itu
merupakan suatu
beban?
Dia
berargumentasi.
Dan apakah
menikah hanyalah
suatu
proses untuk
menambah
beban satu
sama lain? sambungnya.
Dia hendak
menyampaikan suatu
nilai dengan
bahasanya.

Saya
pahami nilai yang
hendak
dia sampaikan,
menyampaikan
tanggung jawab sebagai
suatu
upaya yang
tiada henti,
suatu
transformasi
...
menyampaikan
tanggung jawab sebagai
suatu
transformasi
kearah yang lebih
baik.
Bukankah
cinta merupakan
sebuah
kebaikan?
Dia
melanjutkan retorikanya.
Dan saya
pahami nilai yang
hendak dia
sampaikan.

Dia
menyampaikan karena
dia hendak
mengambil satu
tanggung jawab. Karena
dia sedang
mentransformasikan
diri menjadi
seorang
transformator. Sang madrasat
al ula.

Bukankah dia
menakjubkan...

Catatan 21 Mei 2015

Aris Munandar. Penulis, Kontributor utama www.mataharipagi.tk, Pendiri Komunitas Matahari Pagi, Pengelola Aris Munandar Library, Penggagas TDW Program, CEO CV Matahari Pagi, editor di Penerbit Matahari Pagi.



Jumat, 13 Oktober 2017

JIKA TAK TAHU KEMANA CINTA ITU BERMUARA, NIKMATI SAJA DESIRANNYA

Oktober 13, 2017
CATATAN KECIL ATAS PUISI-PUISI CINTA KELAS MATAHARI PAGI
SERI INDIVIDUAL TRANSFORMATIF

ARIS MUNANDAR




Puisi-Puisi Cinta.

Menarik untuk mencermati puisi-puisi karya para siswa Kelas Matahari Pagi. Satu hal yang saya apresiasi adalah keberanian untuk mengungkapkan apa yang menjadi keresahannya. Namun seperti yang dikatakan oleh Jim Collins, “Good enough is not enough. It would be better or even be great”. Dalam rangka itulah catatan kecil ini ditulis.

Secara tema, para siswa Kelas Matahari Pagi, menyuguhkan persoalan khas remaja, mulai dari mengenai diri sendiri, empati, kesendirian, keluarga atau orangtua dan yang terbesar tentu saja persoalan cinta.

Catatan ini ingin fokus menggaris bawahi mengenai puisi-puisi yang bertemakan cinta. Bukan saja karena secara kuantitas paling banyak, tetapi persoalan cinta adalah fenomena yang tidak mungkin dihindari oleh para remaja, pada konteks ini siswa Kelas Matahari Pagi. Saya ingin menunjukan bahwa persoalan cinta tidak hanya bisa dimaknai dengan pendekatan kegalauan yang menyesatkan para pencari jati diri ini (baca: remaja). Kegalauan seseorang dengan jelas dapat tergambar dalam puisinya, hal itu ditunjukan dengan ciri-ciri : tidak reflektif, tidak ada standar nilai yang jelas, tidak ajeg dalam sikap antara satu bait dengan bait lainnya, paradoks, ambigu, diksi kurang kreatif dan metafora tidak tajam.

Hal tersebut, secara teknis, disebabkan kurang pengalaman dalam membaca. Perlu diingatkan kembali bahwa menulis sebagai keterampilan berbahasa tidak bisa berdiri sendiri. Untuk dapat meningkatkan keterampilan menulis, perlu dukungan mutlak dari keterampilan berbahasa lainnya. Karena semua keterampilan tersebut merupakan satu kesatuan dan saling memperngaruhi.

Berikut penjelasan singkat mengenai hubungan keterampilan menulis dengan keterampilan berbahasa lainnya.

Menulis dengan berbicara.
Keduanya merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat aktif-produktif, yaitu sebagai penyampai atau pengirim pesan kepada pihak lain dan harus mengambil keputusan berkaitan dengan topik, tujuan, jenis informasi yang akan disampaikan, serta cara penyampaian sesuai dengan kondisi sasaran atau penerima pesan dan corak teksnya (eksposisi, deskripsi, narasi, argumentasi, dan pesuasi). Kalaupun ada perbedaan, hal itu lebih disebabkan karena perbedaan kecaraan dan medianya.

Menulis dengan menyimak.
Hubungan antara menulis dengan menyimak dapat dilihat pada kontribusi atau dukungan yang diberikan oleh keterampilan menyimak terhadap keterampilan menulis.

Menulis dengan membaca.
Menulis dan membaca adalah kegiatan berbahasa tulis. Pesan yang disampaikan penulis dan diterima oleh pembaca dijembatani melalui lambang bahasa yang dituliskan. Baca-tulis merupakan suatu kegiatan yang menjadikan penulis sebagai pembaca dan pembaca sebagai penulis (Goodman, 1987; Tierney, 1983).

Agar dapat terus berkembang dan menggali pengalaman, saya sarankan kepada para siswa Kelas Matahari Pagi untuk sering membaca karya-karya penyair besar dan membedahnya untuk menambah pengalaman dan wawasan.

Dari persoalan non teknis, sekedar mengingatkan, bahwa puisi sebagai bagian dari karya sastra bertujuan untuk memperhalus dan mempertajam rasa. Sehingga puisi yang baik sebagai hasil dari proses berpikir. Cinta, sebagai tema dalam bahasan ini, harus didekati dengan kegelisahan oleh si penulis. Sehingga si penulis terangsang untuk memikirkan kembali, mempertanyakan kembali, bersikap kritis mengenai hal ihwal cinta yang dirasakannya.

Dengan pendekatan kegaulaun, cinta hanyalah membawa kita pada kedangkalan dan sensasi sekilas saja. Sebaliknya, dengan pendekatan kritis, kita akan dapat merekam dan mendokumentasikan cinta yang sering dianggap sebagai suatu keajaiban. Lebih jauhnya, jika kita kritis terhadap cinta maka akan memperkuat konsep diri kita sebagai manusia yang ajeg, tangguh.

Apakah mungkin pengalaman jatuh/patah cinta dapat membawa seseorang dalam kesadaran jati dirinya?. Bagaimana dengan Kaisar Shah Jahan membangun Taj Mahal untuk dipersembahkan kepada isterinya, Mumtaz Mahal. Atau Petrach yang menemukan genre baru puisi, yaitu soneta ditujukan untuk Laura, gadis yang tak pernah dimilikinya.

Menurut Saut Situmorang, persoalan cinta  adalah  persoalan  klise  dalam  dunia  sastra.  Beribu puisi  telah  tercipta  sejak  manusia  pintar  berkata-kata  sampai  zaman hyperreal  saat  ini  yang  berkisah  tentang  indahnya  cinta  dan malangnya mereka  yang  dikecewakan  hatinya. Namun demikian, Chairil Anwar dalam hidupnya yang singkat berhasil memberikan pengaruh besar dalam kesusastaraan Indonesia. Hal ini dikarenakan, seperti yang digambarkan A Teeuw : "satu hal yang dimiliki oleh keseluruhan karya Chairil Anwar adalah intensitasnya, obsesinya yang radikal atas hidup dalam semua bentuk dan penampakannya". Dalam hal ini, termasuk cinta, seperti bisa dilihat pada puisi berikut :

Sia-Sia
Penghabisan kali itu kau datang
membawa karangan kembang
Mawar merah dan melati putih:
darah dan suci
Kau tebarkan depanku
serta pandang yang memastikan: Untukmu.
Sudah itu kita sama termangu
Saling bertanya: Apakah ini? Cinta?
Keduanya tak mengerti.

Sehari itu kita bersama. Tak hampir-menghampiri.

Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi.

Chairil Anwar menunjukan imaji baru berupa seorang pemuda yang marah dan gelisah, sebagai interpretasi dari pengalaman hidupnya akan cinta dan sunyi yang dituliskannya secara jujur. Saya hanya ingin menunjukan bahwa kejujuran dalam menulis puisi tanpa disertai dengan interpretasi atau refleksi pengalaman hidup, menjadikan puisi seakan polos.

Belum mempunyai konsep diri sebagai standar dalam menyikapi cinta, mungkin remaja tersebut masih polos. Namun, terlalu lama menjadi polos ketika sudah remaja bukanlah merupakan pilihan baik. Karena tanpa keajegan dalam menyikapi ketertarikan terhadap lawan jenis hanya menjadikan kita remaja yang galau. Dengan adanya kejelasan sikap, walaupun kita tidak mendapatkan hasil terbaik, tapi setidaknya tidak mendapatkan yang terburuk. Lalu, bagaimana meraih keajegan bagi remaja yang masih dalam tahap transisi perkembangan?.


Beauty is nothing without brain.

Kecantikan/ketampanan tidak berarti apa-apa tanpa kecerdasan. Kecerdasan dimiliki oleh orang-orang dengan growth mindset. Growth mind set adalah mindset untuk berjuang menghadapi kesulitan untuk menang. Seseorang yang cerdas akan selalu menemukan jalan keluar dari setiap tantangan yang dihadapinya. Seperti yang dikatakan oleh Alexander Graham Bell, yaitu : "Ketika satu pintu tertutup, pintu-pintu lain terbuka. Namun, acap kali otak kita terpaku begitu lama menyesali pintu-pintu yang tertutup itu sehingga tidak mampu melihat pintu-pintu yang dibukakan".

Untuk bisa mencapai kondisi demikian (cerdas), maka terdapat 3 (tiga) syarat yang harus dimiliki, yaitu : (1) memiliki keterampilan hidup; (2) konsep diri sebagai self regulation atau standar hidup; (3) terbiasa membuat keputusan atau menjadi self driving.

Salah satu keterampilan hidup yang mendasar dan harus dimiliki pada era internet of things dewasa ini adalah keterampilan berbahasa, sesuai konteks tulisan ini yang merupakan catatan atas puisi-puisi karya siswa Kelas Matahari Pagi. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan dalam Konsep Penguatan Pendidikan Karakter bahwa literasi dasar, dalam hal ini keterampilan berbahasa, sebagai kebutuhan pokok menuju Generasi Indonesia Emas tahun 2045.

Definisi literasi menurut Evelyn Williams English sebagai kemampuan memahami dan menafsirkan informasi dan menerapkan berbagai teknik berpikir yang kompleks, kritis dan kreatif pada saat membaca, menulis, berbicara, menyimak dan memecahkan masalah. Deep understading bisa diperoleh melalui kemampuan literasi, salah satunya keterampilan berbahasa. Yang dimaksud dengan deep understanding adalah kemampuan menangkap hubungan-hubungan yang kompleks dalam sebuah konsep. Deep understanding akan membentuk kemampuan berpikir kritis, logis, fleksibel dan kreatif. Fleksibilitas berpikir dilatih dengan mempraktekan ilmu pengetahuan.

Keterampilan hidup akan memberikan konsep diri, sebagai self regulation atau standar hidup, yang baik bagi seseorang. Konsep diri, yang berisi asumsi-asumsi, harus terus diperbaharui untuk tetap kompatible dengan tantangan yang dihadapi. Cara memperbaharuinya adalah dengan bersikap terbuka terhadap masukan dan kritik. Dengan memandang hidup sebagai suatu perubahan, selalu tumbuh dan berkembang, maka setiap saat kita harus terus memperbaharui asumsi-asumsi kita. Menjalani hidup dengan asumsi-asumsi yang statis sama dengan kita mematikan pikiran kita.

Keterampilan hidup dan konsep diri merupakan rujukan bagi kita dalam membuat keputusan. Semakin mahir keterampilan hidup kita, semakin kokoh konsep diri kita, maka akan semakin baik kita dalam membuat keputusan. Semakin terbiasa kita membuat keputusan, maka keputusan yang diambil selanjutnya akan semakin matang. Tanpa keberanian mengambil keputusan, kita hanya menjadi manusia wacana.
Tanpa berani mengambil keputusan, sepertihalnya galau, kita akan kehilangan waktu. Sehingga kembali saya mengajak kepada para siswa Kelas Matahari Pagi untuk terus menerus meningkatkan level tulisan kita. Bukan saja untuk mengasah dan mempertajam rasa, juga untuk membentuk mentalitas kita, karakter kita menjadi mentalitas transformator, karakter transformator.


Menjadi Transformator dan Dian Sastro.

Menjadi transformator tentu saja tidak mudah. Hal-hal yang mudah hanya menjadikan kita biasa-biasa saja. Sedangkan untuk menjadi transformator, kita memerlukan kegigihan, disiplin, berpikiran terbuka, selalu siap belajar dan mempunyai tekad kuat untuk memperjuangkan masa depan.

Contoh baik untuk menggambarkan hal tersebut ada dalam diri Dian Sastrowardoyo. Kita semua tentu mengenal Dian Sastrowardoyo bukan? Kisah hidupnya patut kita teladani, seperti disarikan dari Net.Z berikut :

Hidup itu keras.
Dian menuturkan bahwa hidup itu keras, jadi jangan manja. Apalagi jika kita berasal dari kalangan biasa-biasa saja, sehingga pasti membutuhkan perjuangan untuk meraih apa yang kita inginkan.

You should read more.
Sedari kecil Dian dibiasakan untuk membaca, bahkan bacaannya tergolong buku-buku berat, seperti : cerita Lima Sekawan karya Enid Blyton, Catatan Pinggir-nya Goenawan Mohamad, sampai Burung-Burung Manyar karangan YB Mangunwijaya. Dian juga membaca Seven Habits for Highly Effective Teens yang memberikannya panduan masalah behavior. Dian juga selalu membuat paper dari buku yang telah dibacanya. Hal tersebut menjadikan Dian sosok yang kritis dan cerdas.

Harus punya ambisi.
Dian berprinsip bahwa hidup bukan untuk sekedar hidup, tapi harus punya ambisi dan tujuan yang dikejar dengan serius. Dian belajar membuat goal untuk 10 tahun kedepan dan action plan untuk mewujudkanya step by step.

Berkaca kepada pengalaman hidup Dian Sastrowardoyo, maka beranilah bermimpi. Sebagai persiapan masa depan, paling tidak, dengan menentukan dari awal dimana kita akan kuliah? Jurusan apa yang akan kita ambil?. Dengan demikian, kita bisa mengidentifikasi syarat dan ketentuan untuk dapat masuk ke perguruan tinggi dan atau jurusan yang kita inginkan. Termasuk berapa biaya pendidikan dan biaya hidupnya. Akan lebih bagus kita mempersiapkan keuangannya dari sekarang. Di era internet of things saat ini, banyak sekali peluang untuk menghasilkan uang. Atau, pilihan lainnya dengan menjajaki beasiswa. Biasanya, beasiswa mensyaratkan track record prestasi akademik dan non akademik minimal dari kelas 10.


Kelas Matahari Pagi dan Mimpi Besar Hari Esok.

"Semua orang yang dilahirkan dimuka bumi ini pada dasarnya genius. Masalahnya, mereka selalu diukur kecerdasannya berdasarkan hal-hal yang tidak mereka miliki, bukan atas apa yang mereka miliki" Albert Einstein. Maka, mari kita temukan apa yang kita miliki untuk ditunjukan pada dunia.

Untuk bisa menunjukan siapa diri kita kepada dunia, kita harus memiliki : (1) kemampuan berbahasa ( baik itu menulis, membaca, menyimak dan berbicara, maupun pemahaman akan teks, konteks dan konten) sebagai kemampuan mendasar dalam peradaban manusia; (2) penguasaan akan teknologi informasi; (3) kemampuan manajerial yang baik, yakni yang dapat menjadikan kita sebagai trasformator baik secara individual maupun organisasional.

Kemampuan tersebut tentu saja tidak akan didapat begitu saja secara tiba-tiba, melainkan harus melalui suatu proses pembentukan. Untuk itu, komunitas Matahari Pagi menawarkan suatu konsep yang disebut dengan Matahari Pagi System, seperti tergambar dalam pola berikut :


Inti dari Matahari Pagi System adalah aktivitas knowledge sharing atau knowledge transfer, yang merupakan porses dialektika ilmiah atau interaksi intelektual diantara anggota komunitas.

Knowledge sharing / knowledge transfer mensyaratkan perlakuan ilmiah terhadap ilmu pengetahuan sehingga ilmu pengetahuan tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan (what to be), lebih jauhnya dapat menggerakan atau mentransformasikan seseorang (baca : individu) dan atau organisasi menjadi lebih efektif, efisien, fleksibel dan adaptif (how to be) terhadap perubahan yang serba cepat.

Cara bagaimana untuk dapat memperlakukan ilmu pengetahuan secara ilmiah bisa didapatkan dengan cara mengikuti TDW program, yang didalamnya terdiri program bagaimana untuk bisa menjadi individu dan organisasi yang transformatif.

Untuk bisa mengikuti TDW program dengan baik, terlebih dahulu siswa harus mengikuti Kelas Matahari Pagi sebagai forum perkenalan kepada bentuk interaksi intelektual, seperti misalnya bagaimana cara mempelajari suatu pengetahuan secara mendasar dan komprehensif, atau bagaimana membangun struktur berpikir suatu argumen/tulisan/karya lainnya, dan atau bagaimana untuk bisa tetap berpikiran terbuka dan kritis.

Kelas Matahari Pagi dan TDW program pada hakikatnya merupakan human capital creation, proses pembangunan aset sumber daya manusia yang unggul. Apabila terbangun sumber manusia yang unggul, maka level aktivitas knowledge sharing / knowledge transfer ditingkatkan, yang asalnya komunitas sebagai wadah kaderisasi menjadi koalisi perubahan. Dimaksud dengan koalisi perubahan adalah anggota komunitas yang sudah terbangun sebagai sumber manusia unggul berkerja sama sebagai change agent in team. Mereka bekerja sama untuk memberikan dampak berupa the law of few to critical mass transformation, yakni pemicu transformasi dalam skala yang lebih besar lagi.

Apabila Komunitas Matahari Pagi sudah memberikan dampak dalam skala besar, maka yang demikian merupakan ciri era transhumanisme sudah terwujud. Era transhumanisme adalah era dimana setiap individu sudah mampu bertransformasi secara mandiri (individual transformatif/INTIF) dan organisasi sudah bisa mentransformasikan dirinya menjadi organisasi yang efektif sebagai budaya unggulnya (organisasional transformatif/ONTIF).

Dari aktivitas knowledge sharing / knowledge transfer para INTIF dan atau ONTIF maka akan suatu penemuan kembali masa depan (reinventing the future), yaitu suatu model kehidupan kal jasad. Model kehidupan demikian bersendikan sharing community, yakni masyarakat yang bersifat madani (civil society), yang akan mendisrupsi model kehidupan masyarakat yang saling menindas (sosial piramid). Sendi kehidupan yang lain berupa sharing economy, yakni terlaksananya konsep koperasi secara paripurna sebagai soko guru perekonomian bangsa. Model perekonomian yang demikian akan mendisrupsi model ekonomi kapitalis.

Knowledge sharing / knowledge transfer dalam prosesnya haruslah berbasis teknologi informasi (knowledge process base on IT) untuk memudahkan akses. Pada tahap awal, sebagai prototype berupa website www.mataharipagi.tk yang ditunjang oleh berbagai media sosial dan email. Kedepannya, suatu keharusan dalam menghadapi tantangan zaman, dijalankan dengan format massive open online course (MOOC).

Terakhir, seluruh lalu lintas ilmu pengetahuan harus terdokumentasikan secara cermat dalam suatu knowledge storage yang berfungsi sebagai perpustakaan, yakni Aris Munandar Library.

Sebagai penutup catatan ini, saya hanya menyarankan : “jika tak tahu kemana cinta bermuara, desirannya”. Untuk bisa menikmati desriannya, maka rasa kita harus peka dan tajam. Teruslah meninkatkan level hidup kita. Kelas Matahari Pagi mengajak kita untuk bersinar bersama dan menyinari kebersamaan.

Untuk mendapatkan artikel ini dalam format pdf bisa diunduh disini.


Aris Munandar. Penulis, Kontributor utama www.mataharipagi.tk, Pendiri Komunitas Matahari Pagi, Pengelola Aris Munandar Library, Penggagas TDW Program, CEO CV Matahari Pagi, editor di Penerbit Matahari Pagi.

Mata Hati

Oktober 13, 2017

Disaat dua hati bertemu...
Saat itulah perasaan yang tidak diinginkan muncul
Perasaan yang bisa memberikan kesenangan
Namun, tanpa kita sadari
Perasaan itu juga bisa menyakitkan
Kita bisa tahu
Apa yang kita rasakan
Hanya dengan papasan tanpa sengaja
Kita bisa merasa senang begitu saja
Kita tidak menginginkan perasaan itu datang
Kenapa dari sekian banyak orang yang ada
Perasaan itu ada padamu
Itu bukanlah keinginanku
Tapi, keinginan hatiku

09 Oktober 2017

Miuri. Siswa Kelas Matahari Pagi.

Puisi #3

Oktober 13, 2017

Mengapa
Kau tiba-tiba datang padaku
Kau datang mengucap cinta padaku
Dan tiba-tiba masuk kedalam hatiku
            Aku
            Tidak mengenalmu, tapi mengapa
            Kau mengungkapkan cinta padaku
            Alasanmu yang berkata ini semua
            Karna hatimu yang mencintaiku
Kau yang bilang cinta padaku
Tetapi tidak memberikan jaminan
Apapun tentang cintamu itu padaku
            Hei, kamu yang mencintaiku
            Aku hanya bisa menjawab
            Aku bingung atas cintamu padaku

Salakopi, 09 Oktober 2017.

Ify Kim. Siswa Matahari Pagi.
"bersinar bersama dan menyinari kebersamaan"