Kamis, 29 Maret 2018

KARTU UCAPAN

Maret 29, 2018


Dua minggu sudah Alfi berbaring di tempat tidur, karena pulang sekolah hujan-hujanan tanpa membawa payung dan akhirnya sakit. Zea, Kinan, dan teman-teman mau rwncanain menjenguk Alfi. Tapi, mereka bingung mau bawa apa untuk Alfi sekedar tanda perhatian juga peduli sesama teman.

Siang itu, mereka sedang merencanakannya.

"Kita bawa bunga aja" usul Laely.

" Kalau bunga buat apa?" tanya Zea polos.

"Ya buat nyenangin Zea aja" jawab Laely.

"Kalauenurutku, makanan aja" kata Zea yang doyan makan.

"Ngga ah, takutnya ga dimanakan karena ngak nafsu makan. Kan kebanyakan orang sakit gak mau makan" kata Kinan.

"Buah-buahan saja" usul teman lain.

"Yaa.. Kalau buah-buahan balalan ngak di makan. Di jamin, karena Alfi mengidap penyakit tifus. Karena buah-buahan dilarang bagi yng kena penyakit tersebut" jelas Laely.

"Kita buat yang unik aja" usul Kinan.

"Iya! hmm... kita buat apa yah?" pikir Zea.

"Kartu saja, kita tulis di sana kata-kata yang indah. Agar Alfi senang dan kita tilis di kertas. Kertasnya kita bentuk apa saja, lalu kita tulis kata-kata dan di beri warna" gimana setuju ngaak teman-teman?" usul Zea.

"Aku setuju!" jawab mereka serentak.

"Tunggu apa lagi? ayo kita kerjakan!" ajak Kinan. Sambil membuka tas untuk membawa peralatan.

Teman-teman mau membaca kartu mereka?

------

Dear Alfi

Assalamualaikum
Al..! Cepet sembuh donk.. aku kangen sama senyum kamu. Cepet sembuh
yah! aku doa'in.

       (Dari sahabatmu Zea)

------

Dear Alfi

Hai..! Alfi aku kangen banget sama kamu. Segera sembuh Yah! jangan
lupa minum obatnya. Alvi, kapan sekolah lagi? jangan lama yah
sakitnya.

     (Dari sahabat candamu, kina)

------

Dear Alvi

Halo Alvi! Kamu masih inget gak sama akau? Laely teman curhatmu. Aku
ingin denger curhatmu lagi. Aku juga ingin curhat sama kamu. Tapi,
kamu sakit. Cepet sembuh yah..! aku doain.

   (Dari teman curhatmu Laely)

------

Dan begitu seterusnya surat-durat dari yang lainnya.

Keesokan harinya.

"Assalamualikum tante, Alvinya ada?" kata kami sambil mengetuk pintu.

" Silahkan masuk dulu, ini teman-teman Alvi yah?" sambut ibu Alfi sambil membuka pintu.

"Iya tante, aku temanmya. Kami mau memjenguk Alvi, apa Alvi ada?" tanya Laely.

"Oh...Alfi ada, ayo ikut tante!" Kata ibu Alvi sambil berjalan menuju kamar Alvi.

"Teman-teman, trimakasih sudah menjengukku" kata Alvi.

"Ngaak apa-apa tidak usah bilang makasih, ini kan sudah kewajiban kita untuk saling menjenguk orang yang sakit" kata Kinan.

"Alvi, kami punya ini untukmu. Jangan kecewa sama kami yah... Karena kami gak bawa hadiah buat kamu. Baca yah.." kata Zea sambil memberikan kado merah muda kepada Alvi.

Lalu Alvi membuka kado itu kemudian membaca surat dari teman-temannya.

"Trimakasih teman-teman, kalian adalah sahabatku untuk selamanya. Surat ini akan ku simpan untuk kenang-kenanangan" kata Alvi sambil berurai air mata tanda haru.

TAMAT


"Meskipun tidak istimewa, namun bermakna bagi kita. Itulah hadiah sedingguhnya".


Faiza Awalia Siti Radhani.
Faiza adalah binaan dari TBM Hegar Manah, Garut. Cerpen ini ditulis sejak Faiza duduk di kelas VI MI Annur 1 dan kini ia sudah menginjak kelas VII SMP Pasundan.

GERAKAN NASIONAL KEMERDEKAAN KEDUA

Maret 29, 2018


Gerakan Nasional Kemerdekaan Kedua adalah sebuah alternatif jalan keluar yang diajukan oleh Kwik Kian Gie dalam bukunya “Nasib Rakyat Indonesia Dalam Era Kemerdekaan”. Ide ini dikatakan merupakan hasil bacaan dan renungan panjang beliau terhadap permasalahan bangsa. Pak Kwik memandang bahwa kemerdekaan yang telah diraih bangsa Indonesia sejak 70 tahun lalu belum juga berhasil menghadirkan kemakmuran dan kesejahteraan yang adil bagi rakyatnya. Oleh karena zaman keemasan tidak datang dengan sendirinya, maka buku ini bertujuan untuk merangsang dan menantang generasi penerus untuk bangkit dengan gerakan yang dinamakan oleh Pak Kwik sebagai “Gerakan Kemerdekaan Kedua”.

Tidak ada yang menyangsikan lagi kompetensi Kwik Kian Gie dalam bidang ekonomi, selain itu beliau juga pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Perekonomian dan Perindustrian serta Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas. Tidak mengherankan dalam buku ini, beliau mengambil sudut pandang ekonomi dalam permasalahan bangsa. Namun demikian, beliau juga mengelaborasi masalah ekonomi tersebut dengan hubungannya aspek lainnya, yang disebut sebagai 8 faktor fundamental indikator permasalahan bangsa.

De materiele onderbuow bepaalt de geestelijke bovenbouw”, kesejahteraan materiil menentukan kesejahteraan rohaniah. Sehingga dikatakan bahwa kemerdekaan sebagai jembatan emas menuju kesejahteraan dan kemakmuran materiil yang berkeadilan. Sudahkah kita mencapai kesejahteraan dan kemakmuran yang berkeadilan? Pak Kwik menggunakan 8 aspek menjadi kriteria keberhasilan atau kegagalan dari tujuan tersebut, yaitu : kemandirian, peradaban dan kebudayaan, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, persatuan dan kesatuan, pertahanan dan keamanan, interaksi dan kedudukan di dunia internasional, kemakmuran dan kesejahteraan yang berkeadilan, serta keuangan negara.

Berdasarkan indikator tersebut, Pak Kwik memandang jika kita masih belum menunjukan tanda-tanda hadirnya zaman keemasan tersebut. Sebaliknya, malah yang terlihat adalah gejala-gejala yang timbul menyerupai menjelang kejatuhan Kekasisaran Romawi (The Roman Empire), dimana terdapat euforia orang-orang kaya dan yang berkuasa. Penyebabnya dipetakan oleh Pak Kwik, yaitu : terjadinya era korporatokrasi yang melakukan “perampokan” kekayaan bangsa dan KKN (selanjutnya disebut korupsi) yang tak kalah dahsyatnya menyebabkan “pembusukan” dari dalam.

Terjadinya era korporatokrasi di Indonesia, bukan merupakan hal baru. Dulu hal tersebut pernah dilakukan oleh VOC yang kemudian dilanjutkan serta diperkuat oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai penjajah. Kembalinya era korporatokrasi tidak lepas dari dukungan lembaga internasional seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia. Hal tersebut tak lepas dari kita sudah masuk dalam jebakan utang (Debt Trap), sehingga negara-negara kreditur yang membentuk kartel dapat memaksakan berbagai kepentingannya.

Sejak tahun 1967 pola kebijakan Indonesia menjurus pada liberalisme. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh kekuatan asing dan adanya beberapa elit bangsa Indonesia sendiri yang mengarahkan kebijakan pemerintah Indonesia kearah liberalisme. Hal tersebut dapat kita saksikan dengan adanya peran investor swasta dalam mengadakan barang dan jasa publik dan penetapan harga BBM. Khusus untuk BBM, menurut pandangan Pak Kwik, bahwa prinsip harga BBM menurut UUD didasarkan prinsip : kepatutan, daya beli masyarakat, nilai strategis untuk keseluruhan sektor-sektor lainnya dalam pembangunan. Kenyataannya, pemerintah bahkan mengambil laba dari rakyatnya yang menggunakan bensin. Bahkan kini subsidi BBM telah dihapuskan.

Dampak dari terjadinya era korporatokrasi tersebut menyebabkan Indonesia yang sudah merdeka secara politik selama 70 tahun, semakin jauh dari pintu gerbang emas menuju kemakmuran dan kesejahteraan yang berkeadilan. Hal ini juga disebabkan oleh semakin merajalelanya korupsi. Pak Kwik dalam kapasitasnya sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas pada Consultative Group Meeting on Indonesia (CGI) tahun 2001 memaparkan bahwa syarat penggunaan bantuan asing secara efektif adalah jangan dikorupsi. Namun dilanjutkan oleh Pak Kwik bahwa hal tersebut bagaikan bumi dan langit, yang menggambarkan bahwa korupsi sudah mendarah daging. Korupsi bukan lagi sekedar mencuri uang negara saja, tetapi sudah merasuki korupsi mindset.

Mengingat daya rusak dari korupsi yang luar biasa, maka diperlukan upaya pemberantasan korupsi secara komprehensif, yakni melalui konsep dan action plan yang kongkrit. Pak Kwik mengajukan alternatif pikiran dalam upaya pemberantasan korupsi, diantaranya adalah reformasi birokrasi. Dimaksud reformasi birokrasi adalah reorganisasi sehingga tercipta struktur yang efisien tetapi dengan kinerja maksimal. Kuncinya terletak pada implementasi structure follows strategy. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, jika korupsi bukan hanya sekedar mencuri uang negara. Untuk itu, struktur organisasi yang gemuk dan fungsi yang tumpang tindih adalah sangat rawan menjadikannya sebagai birokrasi yang korup.

Melihat kondisi yang demikian, usulan diadakannya Gerakan Nasional Kemerdekaan Kedua patut untuk kita sambut. Namun, mengadakan kongres atau musyawarah nasional sangat sulit dilakukan melihat kondisi politik saat ini. Mengingat hakikat berbangsa dan bernegara adalah solidarity and responsibility, maka diperlukan gerakan yang dapat membangun kesadaran tersebut. Dalam hal ini, sangat menarik jika mengaitkan gerakan yang diusulkan oleh Pak Kwik tersebut dengan gerakan literasi yang mulai menggeliat dewasa ini. Kombinasi gerakan ini bisa dimulai dari memperkuat literasi dalam keluarga. Keluarga yang memiliki kesadaran hakikat berbangsa dan bernegara akan melahirkan generasi emas yang kita harapkan.

Judul Buku      : Nasib Rakyat Indonesia dalam Era Kemerdekaan
Penulis             : Kwik Kian Gie
Jilid, Halaman : Soft Cover – xv+248 halaman
Penerbit           : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2016
ISBN               : 978-602-03-2420-3


Aris Munandar. Pegiat di Komuitas Matahari Pagi

Mendidik Anak : Kesempatan Kita untuk Tumbuh dan Berkembang Bersama Mereka

Maret 29, 2018


Kemandirian adalah faktor penting dalam membentuk rasa percaya diri. Kemandirian adalah suatu kondisi yang terdiri dari gabungan kecerdasan dan tata nilai. Pada akhirnya, kemandirian menentukan daya saing seseorang. Kualitas inilah merupakan impian setiap orangtua untuk dimiliki anak-anaknya.

Kualitas yang dimaksud bisa kita indentifikasi, sebagai berikut : (1) naluri untuk bertahan ketika menghadapi masa-masa sulit; (2) keyakinan diri untuk mengungkapkan ide-ide baru, inovatif, dan berpotensi besar; (3) kesabaran untuk berhenti, berefleksi, dan membuat keputusan dengan bijaksana saat menghadapi dilema yang tak terduga; (4) kemampuan untuk berpikir lateral dan menemukan solusi yang mengejutkan atas masalah-masalah yang pelik; (5) keinginan untuk menyelesaikan masalah dengan pikiran terbuka dan cerdik; (6) keberanian untuk bertaruh pada saat yang tepat dan kekuatan untuk bangkit kembali serta mencoba lagi ketika menghadapi kegagalan (Simister, 2009).

Tak dapat disangkal lagi jika suatu kualitas dilahirkan dari seuatu yang berkualitas juga. Dimaksud disini adalah sebuah keluarga sebagai lingkungan terdekatnya. Kebiasaan-kebiasaan yang terjadi, komunikasi yang dibangun, dan pola asuh dalam keluarga akan sangat berpengaruh akan menjadi seperti apa seorang anak nantinya.

Orangtua dapat mengoptimalkan fungsinya dalam mengasuh anaknya dengan menjadi contoh bagi anak-anaknya, mendorong mereka untuk senantiasa berproses dengan memberikan apresiasi terhadap setiap progress yang dicapainya, dan tetap fokus pada pola asuh dengan memulai sejak awal serta dari hal kecil (Simister, 2009).

Memberikan contoh kepada anak, dapat dilakukan dengan membiasakan tidak berbohong ketika membujuk anak. John Ruskin mengatakan bahwa membuat anak-anak berkata jujur adalah permulaan pendidikan. Untuk itu, dalam berkomunikasi, kita sebagai orangtua harus menunjukan gestur, bahasa tubuh, raut muka, pilihan kata dan intonasi yang mudah dipahami oleh mereka. Sehingga komunikasi yang dilakukan harus dapat membangun citra diri yang positif. Komunikasi yang positif dapat mengembangkan kepercayaan diri anak. Anak yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi akan lebih mampu menghargai dan berempati terhadap orang lain (Dewayani, 2016).

Menanamkan kepercayaan diri menjadi bagian penting dalam proses tumbuh kembang anak. Kepercayaan diri anak sangat ditentukan oleh persepsi mereka mengenai bagaimana orang lain memandang diri mereka. Untuk itu, dengan memberikan kepercayaan bahwa mereka kreatif, kritis, terampil dalam memecahkan masalah dan membuat keputusan, akan mengasah mereka (Simister, 2009). Memberikan apresiasi terhadap keberanian mereka untuk mencoba dan mengimplementasikan kepercayaan kita, sangatlah berarti bagi mereka. Perlihatkan gambaran kepada mereka mengenai progress yang telah mereka lakukan dan bandingkan apabila mereka tidak melakukannya. Hal tersebut dapat menstimulasi anak untuk memotivasi dirinya agar terus berkreasi (self-creative motivated).

Pola asuh yang demikian dapat membentuk konsep diri bermuatan positif, sehingga anak tersebut merasa dicintai oleh orang-orang terhebat dalam hidupnya, merasa memiliki kemampuan untuk berhasil dan pada akhirnya mampu mengendalikan hidupnya sendiri, menjadi anak mandiri (Cline & Fay, 2009).

Bagaimanapun kemandirian adalah bekal dari orangtua kepada anak-anaknya dalam menyongsong masa depan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh orangtua kepada anak-anaknya agar dapat mengembangkan inisiatif dan memilki pemikiran berorientasi masa depan. Kita harus dapat membuka mata anak-anak kita untuk melihat berbagai pilihan, mengajari mereka untuk menyusun tujuan-tujuan yang jelas, mendorong agar mereka mengenali dirinya sendiri, memberikan banyak kesempatan untuk mengambil tanggung jawab dan menunjukan inisiatif, serta apapun hasilnya harus tetap menunjukan bahwa kita memercayai mereka sepenuhnya (Simister, 2009).

Mengingat luasnya kesempatan yang ada didunia ini, maka sangat mengejutkan penemuan dari Higher Education Statistic Agency (HESA) yang menunjukan bahwa betapa kurangnya informasi mengenai pilihan pendidikan yang dapat dipilih oleh anak-anak kita. Hal ini berkenaan dengan temuan lainnya dari World Economic Forum 2015 bahwa sistem pendidikan formal bisa menggerus potensi kecerdasan dan kreatiftas anak kita hingga tinggal tersisa 3% saja pada usia 25 tahun. Sehingga disini menunjukan betapa pentingnya peran orangtua dalam melatih anak-anaknya untuk dapat terus berpikir kritis sehingga mereka dapat terus melihat berbagai pilihan dalam hidupnya.

Pada usia 1-3 tahun dapat mulai belajar untu mandiri. Pada rentang usia ini, anak-anak sudah dapat membuat pilihan. Pada saat meninginkan sesuatu, mereka akan berusaha mengendalikan diri guna mencapai keinginannya tersebut. Namun, anak-anak yang tidak bisa mandiri pada rentang waktu ini, akan tumbuh jadi pemalu dan tidak percaya diri (Erikson, 1902). Mengingat sangat pentingnya pembelajaran tentang kemandirian pada kurun usia tersebut. Artinya, orangtua harus memanfaatkan masa batita (bawah tiga tahun) sebaik mungkin dengan, antara lain, melatih mereka untuk membuat keputusan sendiri. Tujuannya, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tak lain agar mereka terbiasa berpikir kritis.

Terhadap pilihan-pilihan yang dimilikinya, maka anak-anak ini harus diajari bagaimana menyusun tujuan-tujuan yang jelas, sehingga mereka memiliki gambaran dan berbagai pendekatan terhadap pilihan-pilihannya tersebut menurut tujuan yang telah mereka tetapkan. Saat mereka bertambah besar, secara bertahap, dampingi mereka dalam menyusun tujuan. Ajari mereka skala prioritas, berdasarkan ukuran seberapa penting dan frame waktu pengerjaannya. Dengan dibiasakan memiliki tujuan sejak dini, akan membantu mereka untuk mengenali potensi dirinya sendiri.


Orangtua yang membekali anak-anaknya dengan kemandirian adalah orangtua yang memberi kesempatan mereka untuk mempersiapkan masa depannya yang bahagia, produktif dan bertanggung jawab. Selain itu, dengan pola asuh ini, orangtua juga dapat tetap mersakan tumbuh dan berkembang bersama mereka, orangtua yang menjadi sahabat anak-anaknya.


Aris Munandar. Pegiat di Komunitas Matahari Pagi.

Jumat, 23 Maret 2018

Jejaring Integritas : Kolaborasi Semangat Integritas

Maret 23, 2018

Literasi menghadiahi kita kompetensi yang sangat berharga, yaitu : berpikir kritis, kreatif, komunikatif dan kolaboratif. Jejaring integritas yang diinisiasi oleh Komunitas Matahari Pagi, Jemari (Jejaring Matahari Pagi), mencoba menawarkan kolaborasi kepada para entitas literasi untuk berkolaborasi dalam aspek semangat antikorupsi (baca: menumbuhkan integritas). Berbeda dengan jejaring yang berbasiskan gerakan, dimana setiap entitas yang tergabung didalamnya dituntut untuk memiliki gerakan yang serupa, disini kita hanya mengharapkan nilai-nilai integritas lebih ditekankan dalam setiap kegiatan yang sudah dijalankan selama ini.
Diantara entitas yang berinteraksi di Jemari, terdapat 5 entitas yang keberadaannya cukup menonjol dan unik. Mereka adalah Pustaka QorAn – Bandung, Komunitas Banzai – Sukabumi, FTBM Lampung Timur, TB Amandraya – Nias Selatan, Pustaka Salimah – Karawang, Vespa Pustaka – Sukabumi. Banyak yang bisa kita gali dari kelima entitas literasi tersebut.
Pustaka QorAn Bandung diinisasi oleh Ibu Yusrianti Y Pontoh, merupakan potret kegiatan literasi yang mengedepankan pendidikan anak dengan mengenalkan kepedulian sosial secara langsung. Dalam kegiatanya, Pustaka QorAn menggandeng sekolah-sekolah dan pelibatan masyarakat sekitar. Sepertihanlnya, donasi sampah dan penyelenggaraan dapur umum untuk warga yang terdampak banjir. Kegiatan-kegiatan tersebut sangat efektif dalam membangun empati, karakter dan integritas anak. Kesalehan sosial dicontohkan secara nyata.
Sementara itu, di Sukabumi, terdapat Komunitas Bazai. Komunitas tersebut merupaka komunitas tempat berkumpulnya orang-orang yang memiliki ketertarikan untuk mempelajari bahasa dan budaya Jepang. Dalam konteks ini, terdapat irisan masalah integritas yang cukup relevan untuk menautkan kami. Jepang adalah bangsa yang sangat menjunjung tinggi integritas. Bahkan para pelaku korupsi lebih takut terhadap sanksi sosial daripada sanksi hukum yang akan diterimanya. Mempelajari bagaimana terbentuknya integritas yang kuat pada bangsa Jepang sambil menginternalisasi nilai-nilai integritas merupakan keunikan tersendiri dari kegiatan Komunitas Banzai ini.
Di Lampung Timur, 15 Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang tergabung dalam Forum TBM Lampung Timur menggagas kegiatan Safari Literasi. Yaitu TBM Rubah Jabung, TBM Pematang Ilmu, TBM Benteng Ilmu, TBM Gubuk Woco, TBM Keramat, TBM Mekar Jaya, TBM Bhineka Jaya, TBM Cordova, TBM Wacana, TBM Zulfa, TBM Adinda, TBM Tri Sukses, TBM Cerdas, TBM Cengkir, TBM Raman Aji. Kegiatan yang tema Generasi Literat Berintegritas tersebut digawangi oleh      I Nyoman Gali Darmawan, M.Pd dari TBM Widya Utama. Tujuannya untuk memperkuat persatuan dan kebersamaan  visi, visi dan tujuan antar TBM se-Lampung Timur dalam membentuk generasi-generasi literat berintegritas. Agenda kegiatannya adalah sosialisasi program Tali Integritas, saresehan dan donasi buku. Ini merupakan gerakan yang sangat masif yang diselenggarakan selain oleh Panglima Integritas.
TB Amandraya memiliki cerita tersendiri. Taman baca ini digagas oleh Achmad Masruri, S.Pd, seorang pendidik yang tergabung dalam program Guru Garis Depan (GGD) 2016. Yang menariknya, TB Amandraya ini telah mengenalkan nilai-nilai integritas melalui kerjasamanya dengan Kejaksaan Negeri Nias Selatan. Bukan suatu hal yang kebetulan, karena Kepala Kejaksaan Nias pernah bertugas menjadi Jaksa KPK selama 10 tahun. Sehingga dengan demikian, TB Amandraya mendapatkan bahan pustaka dari KPK. Berbagai variasi kegiatan selalu dilakukan, dari mulai literasi dasar sampai dengan literasi budaya. Tidak lupa juga binaan dari TB Amandraya dibekali keterampilan dan kerajinan tangan.
Yanti Kurniasih ketika mendirikan Pustaka Salimah di Karawang memiliki visi Cerdik bersama Pustaka Salima, yang merupakan kependekan dari Cerdas Energik Religius Dermawan Innovatif dan Kreatif. Visi tersebut diimplementasikan dalam kegiatan yang cukup beragam, mulai dari gelar baca gratis, road to school, road to ponpes, mendongeng, hingga nonton bareng. Selain itu ada beberapa program juga yang diselenggarakan oleh Pustaka Salimah, diantaranya : Pustaka Salimah Berbagi, Donasi Buku dan Peminjaman Buku Nusantara. Dengan semangat untuk selalu belajar dan menebar kebaikan. Pustaka Salimah terus bergerak, termasuk kali ini dalam menebarkan nilai-nilai integritas.
Sekumpulan anak muda yang memiliki hobi terhadap Vespa berinisiatif mendirikan Vespa Pustaka Sukabumi. Selain dari touring, mereka mengadakan lapak buku gratis setiap hari Sabtu dan Minggu di Taman Kota Karangtengah. Meskipun baru fokus pada kegiatan menebarkan virus baca bagi masyarakat sekitar, inisiatif para pemuda ini sangat layak untuk mendapatkan apresiasi.
Melihat profile entitas literasi tersebut diatas, gerakan literasi sudah menunjukan modal yang cukup berharga untuk dapat mengambil peran dalam upaya permberantasan kroupsi. Negeri bebas korupsi merupakan impian kita semua. Karena kondisi negeri kita yang masih belum bisa dikatakan makmur dan sejahtera, ditengah jumlah penduduk, potensi wilayah dan potensi sejarah, hal tersebut salah satunya dikarenakan oleh korupsi.

Peran yang bisa diambil oleh entitas literasi adalah jalur edukasi dan kampanye, terutama menanamkan nilai-nilai integritas. Jalur ini merupakan jalan yang panjang, karena menyangkut perbaikan generasi, namun sangat strategis. Dikatakan strategis, karena keberhasilan kita dalam upaya perbaikan generasi, sangat menentukan keberadaan negeri kita dimasa yang akan datang. Untuk itu, melalui Jemari, mari kita mantapkan peran kita dengan kegiatan literasi seraya berseru : “Saatnya ber-AKSI!”.

Aris Munandar. Pegiat di Komunitas Matahari Pagi.

Kelas Integritas : Mengajak Kita Membaca Tantangan

Maret 23, 2018

Kita dihadapkan pada satu paradoks. Suatu pertentangan dengan gap yang saling bertolak belakang. Disatu sisi, suka atau tidak, kemampuan membaca kita masih sangat rendah. Meskipun geliat literasi semakin terasa dan menyebar, namun harus diakui belum merata. Disisi lain, era internet of things yang ditunggangi oleh globalisasi seolah hanya menampilkan wajah buruknya saja. Pengaruh negatif teknologi informasi dan komunikasi terhadap gaya hidup kita, serta pudarnya nilai-nilai religiusitas dan kearifan lokal bangsa. Tiga besar pengaruh buruk tersebut adalah pornografi, hoaks dan sadisme.
Internet of things adalah era baru, yaitu masa depan yang aka kita jalani nantinya. Rhenald Kasali (2017) mengatakan bahwa telah tercipta dunia baru. Adanya dunia baru tersebut merupakan buah dari kemajuan teknologi informasi. Teknologi informasi memaksa kita menjadi serba real time. Peradaban ini memaksa kita untuk berpikir dan bekerja lebih cepat untuk bisa tetap relevan.
Namun kesalahan memahami tuntutan untuk serba cepat bukan membawa kita menjadi relevan, melainkan akan menjerumuskan kita kedalam ketiadaan. Sepertihalnya banyak sistem pendidikan, menurut Laporan Forum Ekonomi Dunia 2015, banyak yang tidak sejalan lagi dengan kebutuhan kompetensi dimasa depan. Kompetensi yang dibutuhkan oleh seseorang di abad 21 adalah berpikir kritis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif.
Kompetensi yang dikenal dengan 5 C tersebut (critical thinking, creative, communicative, dan collaborative) bisa dihasilkan melalui kegiatan literasi. Pada umumnya, kegiatan literasi dimaknai dengan kegiatan membaca. Meskipun ruang lingkup literasi sangatlah luas, tidak terbatas pada kegiatan membaca saja. Namun kali ini kita fokuskan pembahasan pada sisi kegiatan membaca.
Kegiatan membaca sebenarnya adalah kegiatan interaksi kita dengan teks. Dalam teks tersebut terkandung ilmu pengetahuan. Sehingga, membaca sebenarnya kegiatan menginternalisasi ilmu pengetahuan. Ketika membaca, kita sedang melakukan transformasi. Dalam arti, kita menjaga ilmu pengetahuan yang diserap supaya tetap kontekstual dan relevan.
Kelas Integritas sebagai salah satu implementasi dari program Tali Integritas yang dilakukan oleh Komunitas Matahari Pagi, merupakan aksi literasi dengan pendekatan dalam konteks ini. Sasaran utamanya, kami analogikan terhadap remaja. Kenapa dianalogikan sebagai remaja? Karena remaja adalah fase krusial sebagai masa peralihan dari fase anak-anak ke fase dewasa. Pada fase remaja, seseorang mencari jati diri yang akan menjadi karakter difase dewasa.
Bagi remaja, pencarian jati diri adalah upaya untuk menemukan eksistensinya. Oleh karenanya terdapat keingintahuan yang besar dalam diri mereka. Disisi lain, pada dasarnya sebagai manusia, remaja juga cenderung mencari kenyamanan dalam eksistensinya. Sehingga eksistensi bagi mereka adalah tempat dimana mereka merasa diterima dan diakui keberadaannya.
Kami menemukan fenomena kenyamanan tersebut pada diri kita. Kenakalan-kenalakan yang awalnya kita maknai sebagai bentuk pemberontakan terhadap kemapanan dan keinginan akan situasi serta kondisi yang baru, ternyata salah. Motifnya hanya kenyamanan, merasa cukup dengan hanya dianggap “ada”. Hal tersebut kami tanggapi sebagai peristiwa terjadinya degradasi motivasi untuk bertransformasi, self-creative motivated.
Bertolak dari hal tersebut, kami melakukan uji coba dengan merancang kegiatan di Kelas Integritas berbasiskan teks. Ini dimaksudkan untuk melihat sampai sejauh mana kita dapat melihat dan menangkap situasi dan pengetahuan yang terkandung dalam suatu wacana.
Pada tema Karsa dan Teladan, sudah dipelajari mengenai unsur-unsur pembentuk cerita rekaan, modifikasi, mind map, 5W+1H, menyimak (dengan melakukan identifikasi, interpretasi dan uji relevansi), serta membaca kritis.  Semuanya dapat dianggap sudah mewadahi kompetensi 5C tadi. Miasalnya kita ambil berpikir kritis.
Berpikir kritis merupakan langkah awal menuju kontekstualisasi sebuah teks. Dengan berpikir kritis, kita dapat melihat situasi teks tersebut pada saat ditulis dengan pada saat dibaca. Tentu saja ada kesenjangan/gap diantara keduanya. Begitu juga dengan pengetahuan yang terkandung didalamnya, ada gap antara pemaknaan teks menurut penulis dan pembaca. Dengan berpikir kritis, seharusnya gap tersebut dapat dihilangkan.
Kenapa dengan berpikir kritis dapat menghilangkan gap situasi dan pengetahuan antara penulis dengan pembaca? Karena dengan berpikir kritis kita akan melakukan identifikasi terhadap teks tersebut, sehigga ditemukan signifikasi/relevansi teks tersebut dengan persoalan yang dihadapi oleh kita.
Namun, jika kita lemah dalam pemahaman gramatika dapat menyebabkan kegagalan kita dalam melakukan identifikasi tersebut. Hal itu disebabkan oleh kesulitan kita dalam mengklasifikasikan antara tema yang diusung dengan strukturnya. Tema sebenarnya merupakan pokok pikiran yang ingin dibahas oleh penulis atau pembicara. Sedangkan strukturnya adalah kerangka bagaimana tema tersebut akan disajikan menurut persfektif penyaji tadi.
Meskipun demikian, berpikir kritis hanyalah menyajikan kemungkinan-kemungkinan realitas yang “ada”, yang bisa kita temui. Karenanya transformasi tidak ditentukan oleh pemikiran, melainkan oleh keputusan. Keputusan akan membuat kemungkinan-kemungkinan realitas yang “ada” itu “menjadi” kenyataan. Penggeraknya adalah “care-why?” sebagai kreatifitas memotivasi diri.
Apakah kita dalam Kelas Integritas berhasil menaklukan tantangan yang disajikan dalam teks-teks? Apakah kita telah “menjadi”? ataukah hanya cukup dengan hanya “ada”?.

Jika kita hanya merasa cukup dengan menjadi “ada”, maka sebenarnya “ada” adalah “tiada”. Sedangkan “tiada” adalah tidak pernah “ada”. Apakah kita telah merasa begitu nyaman dalam “ketiadaan”?.

Aris Munandar. Pegiat di Komunitas Matahari Pagi.

Remaja : Dihadang Terjangan Gelombang Zaman

Maret 23, 2018

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang ditempa oleh gelombang zaman. Jauh sebelum republik berdiri, persatuan dan kesatuan telah menjadi syarat mutlak bangsa ini dalam mencapai kejayaannya. Dipuncak-puncak itu ada Sriwijaya dan Majapahit.
Kolonialisme sempat membuat bangsa ini tertidur cukup lama, pusaka saktinya tertimbun oleh lumpur devide et i mpera penjajah. Baru ketika pada akhir Perang Dunia II, bangsa Indonesia menemukan kembali momentumnya. Kembali menjadi pemain utama diantara bangsa-bangsa merdeka lainnya.
Momentum tersebut, satu sisi, telah menjadikan bangsa Indonesia sebagai sebuah negara merdeka dan berdaulat. Disisi lain, kemerdekaan tersebut menuntut kita untuk bersikap terhadap situasi geopolitik yang terjadi pada saat itu.
Pasca Perang Dunia II, kita dihadapkan pada perang dingin yang menempatkan Blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat berhadapan dengan Blok Timur dibawah kendali Uni Soviet. Kondisi tersebut seolah membagi dunia kepada kondisi yang saling bertolak belakang. Dimana pengaruh Blok Barat dengan liberalismenya yang serba kapitalistik, sebaliknya pengaruh Blok Timur dengan komunismenya yang serba terpusat dan tertutup. Kita mengenal istilah Uni Soviet sebagai negara tirai besi dan Tiongkok sebagai negeri tirai bambu.
Pada dekade 90-an, kita dikejutkan oleh keruntuhan Uni Soviet. Pada saat itu diramalkan yang mengambil alih pimpinan Blok Timur adalah Tiongkok. Namun sebuah anomali kembali terjadi. Kini kita dapat menyaksikan transformasi Tiongkok menjadi semakin kapitalistik. Sebaliknya, Amerika Serikat dibawah pimpinan Donald Trump dengan misi “make America great again” menjadi lebih tertutup dengan segala proteksinya.
Disamping kekhawatiran kita terhadap penetrasi kekuatan ekonomi Tiongkok yang semakin agresif dan Amerika Serikat yang semakin menuntut transaksi perdagangan yang lebih fair, kita dihadapkan tantangan yang lain lagi. Tantangan tersebut merupakan globalisasi di dunia maya. Globalisasi yang dinamai internet of things. Saking kuat pengaruhnya, seolah-olah tiada ruang yang tidak bisa ditembusnya, tidak ada lagi batasan mana ranah privat dan mana ranah publik. Pada akhirnya kita dapat merasakan bagaimana kejadian-kejadian di dunia maya tersebut sangat berpengaruh terhadap kehidupan di dunia nyata.
Gambaran diatas sedikit gambaran bagaimana gelombang perubahan zaman terjadi. Cragun & Sweetman mencatat dari tahun 1980 hingga 2015 saja terdapat 20 episode kejutan. Jika diklasifikasikan, kejutan-kejutan tersebut disebabka oleh 5 kategori penyebab, yaitu : teknologi (khususnya teknologi informasi), teori manajemen, peristiwa ekonomi, daya saing global, dan geopolitik (Kasali, 2017).
Dewasa ini teknologi informasi menjadi penyebab perubahan yang terjadi. Rhenald Kasali (2017) mengatakan bahwa telah tercipta dunia baru. Adanya dunia baru tersebut merupakan buah dari kemajuan teknologi informasi. Teknologi informasi memaksa kita menjadi serba real time. Peradaban ini memaksa kita untuk berpikir dan bekerja lebih cepat untuk bisa tetap relevan.
Sejatinya ada gelombang baru perubahan zaman menanti kita. Akankah kita telah mempersiapkan diri sehingga dapat dengan piawai menungganginya? Ataukah kita akan digulung dan dihempas kedasar nadir peradaban?.
Kami mengidentifikasi bahwa fase krusial kita dalam mempersiapkan diri terletak pada fase remaja. Jika kita berhasil menciptakan dukungan sosial bagi remaja dalam melewati fase transisinya, maka kita akan menghasilkan generasi penerus yang memiliki eksplorasi personal, kemandirian, self control.
Alih-alih memberikan dukungan sosial yang dibutuhkan remaja. Kita malah disibukan oleh kegiatan menangkal pengaruh pornografi, hoaks dan sadisme yang mudah diakses di dunia maya. Bagaimana usaha kita yang sekuat tenaga memfilter dan membatasi pengaruh-pengaruh tersebut, namun seolah tidak menghasilkan apa-apa. Kita bersusah payah menangkal hantu-hantu menakutkan tersebut, namun dengan cara yang sporadis. Sehingga kita tidak memiliki pertahanan yang kokoh, mudah goyah dan menyisakan banyak celah disana-sini.
Kegagapan kita tersebut sebagai generasi yang lebih dulu atau sering disebut digital immigrants, adalah kegagalan dalam memahami fenomena ini. Sehingga remaja sebagai digital natives, semakin rentan terjebak pada kebingungan-kebingungannya dalam era internet of things dewasa ini. Sehingga tak jarang semakin remaja yang terjerumus kepada perilaku menyimpang. Setidaknya terdapat dua perilaku menyimpang yang sering kita dapati, yaitu : kenakalan remaja serta penyalahgunaan narkoba dan alkohol.
Sebenarnya jika kita generalisir, pangkal dari permasalahan remaja adalah kebutuhan akan pengakuan terhadap eksistensinya. Sering kali kita hanya melihat keberadaan remaja, sehingga memperlakukan mereka sebagai objek. Padahal dibalik itu ada kegairahan luar biasa untuk mengekspresikan potensinya. Mereka hendaknya tidak cukup dianggap “ada”, tetapi perlu penanganan yang tepat kearah “menjadi”.
Dimaksud dengan penanganan tepat adalah seperangkat proses yang meliputi penguatan daya nalar, pengukuhan jati diri dan kesempatan untuk menampilkan sikap. Kesediaan ruang untuk proses tersebut saat ini masih merupakan barang mewah bagi remaja. Mereka harus dibiasakan untuk berpikir kritis dengan memperkenalkan berbagai teknik analisis. Dengan berpikir kritis akan membentuk remaja sebagai problem solver. Untuk bisa memecahkan masalah-masalahnya, sama dengan mendorongnya menggunakan berbagai pendekatan (lateral thinking).

Pertanyaan mendasarnya, dimanakah remaja menemukan ruang tersebut? Dimanakah seharusnya ruang tersebut berada? Karena tentu saja, kita tidak berharap remaja-remaja kita terjerumus kedalam ketidak-stabilan emosi karena tidak menemukan jawaban ambigutasnya.

Aris Munandar. Pegiat di Komunitas Matahari Pagi. 

Remaja Berintegritas : Kuncup Generasi Emas Masa Depan

Maret 23, 2018


Fase remaja adalah suatu fase yang penuh dengan perubahan. Dibanding dengan fase pemuda yang lebih menunjukan kematangan dan kemantapan, remaja dalam konteks ini lebih mewakili perubahan itu sendiri, baik perubahan dirinya sebagai individu maupun sebagai yang akan menentukan suatu bangsa nantinya. 

Definisi remaja, menurut Santrock, adalah masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio emosional. Menurut fasenya, remaja terbagi menjadi fase remaja awal (12-14 tahun), remaja menengah (15-17 tahun) dan remaja akhir (18-21 tahun).

Dalam proses perkembangan tersebut, kita dapat memotretnya dari sisi fisik dan psikologis. Memotret remaja dari sisi perkembangan fisik, yaitu dimulai saat pertama kali menunjukan tanda-tanda mencapai kematangan seksual. Fase ini disebut masa pubertas. Sementara Dilihat dari psikologi perkembangan, perkembangan remaja adalah fase penggantian moralitas dari konsep-konsep moral khusus ke konsep moral individual. Dampaknya, remaja akan mengalami ambiguitas pola pemikiran kognitif dan afektif sebagai pengaruh kepada perilaku yang akan ditampilkan. Contoh: pencarian identitas diri. Sehingga, remaja dikatakan sebagai masa restrukturisasi kesadaran sebagai konsep diri, yang terdiri dari: pemekaran diri sendiri (extension of self), kemampuan melihat diri secara objektif (self obejectivication), dan memiliki falsafah hidup tertentu (unfying philosophy of life).

Perkembangan remaja jika dilihat dari psikologi sosial, remaja ketika menghadapi fase ambiguitas, apabila mendapatkan dukungan sosial yang memadai maka akan memunculkan eksplorasi personal, kemandirian, self control. Sebaliknya, jika kurang dan atau tidak mendapatkan dukungan sosial maka remaja tersebut akan terus mengalami kebingungan-kebingungan yang akan berlanjut kepada ketidak-stabilan emosi.

Remaja yang dapat melakukan eksplorasi personal, kemandirian, self control adalah kondisi yang kian langka belakangan ini ditengah tantangan yang begitu besar. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mengelompokan, setidaknya ada, 6 tantangan yang dihadapi remaja saat ini, yaitu : (1) harmonisasi pengembangan potensi remaja yang belum optimal, baik itu pengembangan potensi olah hati (etik), olah pikir (literasi) maupun olah raga (kinestetik); (2) besarnya populasi remaja yang tersebar diseluruh Indonesia; (3) belum optimalnya sinergi tanggungjawab antara sekolah, orangtua dan masyarakat; (4) tantangan globalisasi berupa pengaruh negatif teknologi informasi dan komunikasi terhadap gaya hidup remaja, serta pudarnya nilai-nilai religiusitas dan kearifan lokal bangsa; (5) terbatasnya pendampingan orangtua yang mengakibatkan krisis identitas dan disorientasi tujuan hidup anak; (6) keterbatasan sarana belajar dan infrastruktur. Bagaimanakah remaja tersebut menghadapinya?.

Sementara itu kita memiliki mimpi besar pada 100 tahun Indonesia merdeka, yaitu pada 17 Agustus 2045, yang digadang-gadang akan lahir generasi emas bangsa ini. Generasi yang akan membawa Indonesia pada puncak kemajuannya. Generasi tersebut haruslah sebuah generasi yang berasal dari proses transformasi yang terus menerus dilakukan. 
Untuk memastikan kesinambungan transformasi tersebut, maka mereka yang berada pada fase remaja haruslah mendapatkan dukungan sosial yang memadai supaya dapat meneruskan estafet cita-cita bangsa ini dengan baik. Hal tersebut dikarenakan fase remaja merupakan fase ujian yang krusial terhadap fondasi karakter yang dibangun dilingkungan keluarga menuju sosok warga bangsa yang diinginkan, yakni generasi emas. Seperti apakah yang dimaksud dengan generasi emas? Yaitu generasi yang cerdas berintegritas, yakni yang cerdas, berkarakter dan berintegritas.

Kecerdasan merupakan komponen dasar dari suatu perubahan. Cerdas, mencerdaskan dan pembelajar sepanjang hayat. Darinya mencerminkan pola pikir kritis, kreatif dan inovatif. Kecerdasan yang seperti itu membentuk mindset dalam karakter seseorang.
Karakter berfungsi sebagai pola dasar dari visi seseorang. Karakter yang dibentuk oleh literasi, etika, estetika dan kinestetik. Karakter yang demikian memastikan seseorang dapat beradaptasi pada lingkungan yang dinamis. Dengan senjata utamanya literasi, kemampuan yang dimilikinya bisa dikombinasikan sehingga menghasilkan problem solving. Remaja dengan problem solving yang baik adalah mereka yang terus menerus bertransformasi.
Transformasi itu sendiri sejatinya tergantung dimana posisi kita melihat. Jikalaulah kita berada pada posisi yang statis, maka zaman akan seolah-olah sebagai ancaman yang senantiasa berubah. Namun sebalinya, jika kita terus menerus bertransformasi maka pada gilirannya hal tersebut akan mendorong zaman untuk berubah, bergerak sejalan dengan pergerakan kita. 

Dalam fungsi sebagai transformator tersebut, kehadiran entitas-entitas literasi yang kian marak diharapkan dapat mendorong terjadinya perubahan. Meminjam istilah Bung Karno, kita hanya perlu mentransformasikan 10 pemuda untuk bisa mengguncangkan dunia. Bukan bermaksud untuk menggampangkan dalam melakukan usaha perubahan. Sebaliknya, dari sekian ribu remaja yang ada, apakah kita sanggup menghasilkan sepuluh pemuda yang dibutuhkan untuk mengguncangkan dunia? Hal tersebut menunjukan bahwa usaha mentransformasikan mereka menjadi generasi emas adalah usaha yang luar biasa sulit.

Dalam menghadapi kesulitan, saat itulah kekokohan integritas kita diuji. Apakah kecerdasan dan karakter kita merupakan satu kesatuan yang utuh ataukah dua sisi mata uang yang berlainan muka?  Integritas itu sendiri memiliki tiga dimensi, yaitu : dimensi inti, dimensi etos kerja dan dimensi sikap. Kejujuran, disiplin dan tanggung jawab merupakan inti dari integritas yang dibingkai dalam karakter sebagai DNA-nya. Etos kerja merupakan dimensi yang terdiri dari kerja keras, kesederhanaan dan kemandirian. Etos kerja itu sendiri didorong oleh empati. Pancaran kedua dimensi tadi terwujud dalam dimensi sikap yang adil, berani dan peduli.

Pada jejak-jejak yang lalu, kita bisa menelusuri keberadaan bangsa kita, kadang menjulang dan kadang pula tenggelam oleh gelombang zaman. Remaja selalu terlahir dalam setiap terjangan gelombang tersebut. Bukan sekedar untuk hadir, namun acapkali menghadang gelombang untuk kemudian menentukan arah zaman.

Aris Munandar. Pegiat di Komunitas Matahari Pagi.

"bersinar bersama dan menyinari kebersamaan"