Kamis, 28 Februari 2019

Pendidikan Sabar, Syukur (S2)

Februari 28, 2019

Pendidikan bukan sekedar proses pembelajaran pengetahuan saja yang ditempuh hingga pendidikan tinggi seperti S1, S2 maupun S3. Namun, pendidikan rohani pun tidak bisa dihilangkan dan diabaikan begitu saja. Hal ini perlu diamalkan secara matang dan lebih banyak kembali pelajar dari para Rasul dan Sahabatnya, hingga menerapkan nasehat dari para ulama.

Pendidikan rohani ini diantaranya yang bisa di tarik yakni "Sabar, Syukur". Ketiga hal tersebut sangat penting diaplikasikan dalam kehidupan manusia yang masih hidup sementara di dunia ini. Menerapakan tiga sifat tersebut terbilang sulit dan bisa pula muda, itu bagaimana cara pandang pemikiran yang dijalankan oleh setiap manusianya itu sendiri.

Untuk sabar sendiri kadang pemikiran manusia masih sulit dan lemah, dan yang selalu terucap, "sabar melulu tetap seperti ini" dan lain lain yang terlontar dari lidah yang tak bertulang. Bentuk kasih sayang Allah swt terhadap hambanya dengan cara memberikan ujian, seperti halnya ketika menempuh pendidikan jika pendidikan tinggi yang dicapai maka harus melalui proses ujian diantaranya yang ditempuh.

Semakin tinggi pendidikan yang ditempuh semakin sulit ujian yang dihadapi, hal tersebut tergantung kepada manusia yang menghadapi ujian tersebut. Ini pun sama halnya dengan kehidupan, semakin tinggi keimanan manusia maka akan semakin tinggi pula ujian yang menerpa, tinggal bagaimana sikap dalam menghadfapi ujian tersebut. Hanya sebuah kesabaran, tidak lemah, dan memohon petunjuklah kepada Sang Pencipta.

Jelas diterangkan dalam firman Allah swt 

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ 
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu...." (QS. Al-Baqarah: 45)

Dalam ayat tersebut sudah jelas bahwa memintya pertolongan baik dalam tertimpa musibah ataupun kesulitan, untuk mendapatkan pertolongan dengan cara bersabar dan shalat.

Allah swt tidak bosan nya dan terus memberikan nikmat kepada hambanya, nikmat iman maupun nikmat islam. Bernafas, melihat, mendengar itupun bagian dari nikmat yang telah diberikan Allah swt kepada kita. Rasa nikmat itu tinggal kita syukuri dan berterima kasih, kepada yang telah memberi nikmat. Jangan lalai apalagi hanya sekedar dinikmati saja kenikmatannya hingga lupa terhadap pemberi nikmat.

Dalam hal ini, lupa hingga meninggalkan shalat, tidak membaca Al-qur'an, tidak berbakti kepada kedua orang tua dan lainnya. Orang - orang yang jauh lebih sempurna dari kita sdelalu bersyukur seperti yang tidak bisa melihat tetapi mampu menghafal Al-qur'an, tidak memiliki tangan tetapi mampu mengembangkan kreatifitasnya dengan melukis menggunakan kaki.

Sebagaimana dalam firman Allah swt

فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
"Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?" (QS. Ar-Rahman : 55)

Maka kita jangan jadi manusia pendusta dan ingkar tetapi jadi manusialah yang banyak bersyukur dan beramal sholeh. Selain itu, jika masih tertimpa masalah dan doa belum terkabulkan maka teruslah bersabar dan memohon petunjuk agar dimudahkan jalan keluar saat ditimpa masalah. Juga teruslah bersyukur kepada Allah swt meski apa yang kita dapatkan tidak sepenuhnya didapatkan, jika belum terkabul doa nya suatu saat terkabul di akherat kelak.


Panji Setiaji, A.Md.Kom 

Pencerita Muslim Internasional, Kak Bimo Hadir di Baleendah

Februari 28, 2019

"Bimo singkatan dari apa? Bibir mo...mo ?" tanya Kak Bimo yang dijawab ratusan anak Paud dan TK dengan teriakan "monyong" dan "monyet" sambil terpingkal pingkal. Sontak seluruh penonton yang dihadiri ibu-ibu dan anak-anak jadi ramai. Suasana humor dan akrab seperti ini berlangsung di setiap aksi pencerita muslim internasional yang bernama Bambang Suryono ini. Pembina di Persaudaraan Pencerita Muslim Indonesia (PPMI) yang berdomisili di Yogyakarta ini melakukan kunjungan dongeng berkeliling di beberapa sekolah di wilayah Baleendah selama dua hari. 


Kegiatannya selama di Baleendah diawali dengan menghadiri peresmian TBM Auliya, Baleendah Permai yang dikelola oleh Ida Susanti. Bunda Ida yang juga pencerita, menerima dana renovasi gedung dari Pemerintah Kabupaten Bandung sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Bantuan diberikan sebagai bentuk apresiasi terhadap kegiatan TBM dalam menggiatkan literasi. Dalam acara ini, Ida Susanti juga dikukuhkan sebagai Ketua FTBM  Kecamatan Baleendah oleh Ketua Forum TBM (FTBM) Kabupaten Bandung, Rudiat atau akrab disapa Mang Yayat. 


Selain Kak Bimo dan Mang Yayat , acara juga dihadiri oleh Pokja 2 TP PKK Kabupaten Bandung mewakili Bunda Literasi, Nia Nasser dan istri Camat Baleendah, Rini Meman, pejabat setempat dan ratusan anak dari berbagi Sekolah Dasar dan PAUD yang ada di Kecamatan Baleendah. (Yus)


Informasi selanjutnya dapat menghubungi : 
Yusrianti Ponto
0852 55822361

Yusrianti Ponto - Pustaka Qoran, Bandung

Selasa, 26 Februari 2019

Tips Dan Trik Menulis Berita Menarik Ala Utik

Februari 26, 2019

"Tulisan ini saya dedikasikan buat semua rekan-rekan kontributor berita Inmas Kemenag Kab. Sukabumi".

Setiap orang pada dasarnya punya kemampuan untuk menulis. Mengapa saya katakan demikian, karena saya percaya tiap hari kita pasti membuka komunikasi atau pembicaraan dengan siapapun. Rasanya tak mungkin bila sehari saja, mulut ini tak bersuara. Lalu apa hubungannya dengan menulis.

Menulis bagi saya adalah pembicaraan yang dilakuakan secara tidak langsung. Berbicara adalah melalui lisan. Sedangkan saya memahami, tidak semua orang mampu mengutarakan langsung apa yang ingin disampaikan atau dibicarakan secara verbal. Dengan berbagai alasan tentunya. Untuk itu, tulisan hadir sebagai media untuk menyampaikan pesan yang tak dapat disampaikan secara lisan.

Menulis bagi seorang guru, saya rasa bukanlah sebuah pekerjaan yang sulit pun juga tak mudah. Bukankah sehari-hari kita juga pasti melakukan komunikasi minimal dengan anak-anak? Apalagi guru yang juga seorang ibu rumah tangga  di rumah. Dari bangun pagi hingga mau tidur lagi, berapa jumlah kata dan kalimat yang sudah kita rangkai. Tentu sangat banyak. Hanya masalah kebiasaan saja yang sedikit saya rasa membuat susah untuk menulis, karena belum terbiasa.

Darimana saya harus mulai menulis, apa yang akan saya tulis, seperti apa gaya bahasanya, dan pertanyaan-pertanyaan lain yang kerap saya temui pada rekan-rekan yang kebetulan diskusi tentang penulisan, utamanya penulisan berita.

Kurang lebih satu tahun ini, saya memang aktif dalam penulisan berita yang ada di Portal  Kemenag. Kalau boleh jujur saya akui, sebenarnya saya pun tidak bisa, hanya modal nekad saja rasanya yang saya punya. Dan keinginan yang kuat bagaimaan cara agar apa yang saya pikirkan dan inginkan bisa tersampaikan. Hanya itu, tidak lebih.

Mengapa saya menulis...jika diperkenankan sedikit membuka lembaran lama mengapa pada akhirnya saya menulis. Hal ini dimulali saat saya yang seorang perempuan menjadi ibu baru. Hal menarik yang sering saya lakukan dahulu adalah bercerita. Untuk ibu-ibu yang ada di rumah, sebenarnya kegiaatan menulis tanpa kita sadari sudah sering kita lakukan. Seperti halnya menulis daftar belanjaan, menulis keperluan dalam sebulan. Atau mungkin sekarang seiring dengan perkembangan zaman, yang dulu suka menulis dalam buku harian, mungkin saat ini tengah beralih ke media sosial. Seperti facebook, whatsapp, IG dan yang lain.

Saya akan bercerita apa saja kepada anak dengan materi yang sesaui dengan pesan yang ingin saya sampaikan. Tentu dengan bahasa sederhana yang dapat dimengerti oleh anak. Sambil bercerita, libatkan pula anak untuk ikut didalamnya. Untuk mengecek apakah pesan yang ingin kita sampaikan, kita dapat menggali dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana yang dimengerti anak.

Hal tersebut saya lakukan dulu tatkala anak-anak saya masih balita. Menginjak mereka besar, posisi berubah. Saya lebih banyak menjadi pendengar dan penyimak. Dibutuhkan ruang dan waktu bagi anak untuk berani mengungkapakan apa yang ada dalam pikirannya.

Menyadari siapakah saya, siapa yanga akan berkenan mendengar apa yang akan saya sampaikan, kecuali anak-anak yang ada di kelas saya, mulailah saya menulis. Menulis apa saja. Jika tak mampu tersampaikan lewat tulisan  mengapa tak coba lewat tulisan.

Menyadari kemampuan berbahasa saya secara verbal tidak terlalu baik, terkadang bahkan sering terjadi susunan kaliamat saya kacau. Hal ini ternyata saya mengindap disleksia. Dan suatu hal yang juga baru saya sadari setelah ikut bergabung dalam pendidikan inklusi yang ada di lingkup Kementerian Agama Kabupaten Sukabumi dan juga hasil belajar dari pusat sumber-pusat sumber yang menjadi acuan belajar kami.

Baik, kita mulai dari mana memulai sebuah tulisan. Menulis berita adalah cara penyampaian informasi melalui tulisan. Dalam penulisan berita bebrapa hal yang perlu kita siapkan sebagai bahan penulisan antara lain :

A. Memilih dan memilah berita yang akan kita tulis

Banyak peristiwa dan kejadian yang ada disekitar kita setiap harinya yang dapat kita temui. Namun ada beberapa pedoman yang biasa saya ambil dalam penulisan berita yang saya lakukan. Ada kejadian menarik namun tidak penting, ada kejadian menarik dan penting, dan ada pula kejadian tidak menarik dan tidak penting. Biasanya saya akan lebih memilih opsi satu dan dua.

Bijak dalam memilah dan memilih berita yang akan kita tulis, hingga tidak akan membuat tulisan berita terkesan “asal ada berita”, walau tak dipungkiri kebutuhan akan berita akan selalu ada.

B. Mencari sumber berita

Sumber berita atau nara sumber, adalah hal penting dalam penggalian sebuah berita yang akan kita tulis. Beberapa hal yang perlu kita perhatikan dalam mencari nara sumber berita antara lain :

Lakukan pengenalan sesederhana namun seakurat mungkin, bila perlu sertakan beberapa contoh tulisan yang sudah pernah kita buat untuk lebih meyakinkan nara sumber. Dalam perkenalan hal-hal yang harus diperhatikan antara lain (Beberapa hal yang biasa saya lakukan) :
  • Minta izin untuk mengajukan wawancara baik tertulis maupun langsung.
  • Perkenalan diri yang meliputi nama jelas.
  • Instansi asal kita.
  • Maksud dan tujuan menghubungi nara sumber.
  • Bila memungkinkan sebutkan dari mana kita mendapatkan no kontak nara sumber.
  • Jika nara sumber berhalangan, jangan memaksa (apalagi jika memang kita dalam posisi yang sangat membutuhkan nara sumber) minta saja kapan waktu yang beliau sempat.
  • Lakukan semua dengan sopan dan sabar, jangan lupa ucapkan terima kasih. Dan apabila tulisan/berita yang telah kita tulis tayang, sampaikan juga pada nara sumber.
  • Jika ada kesempatan bertemu langsung dengan nara sumber, pelajari dulu seperti apa nara sumber. Mungkin ada refenrensi yang bisa kita pelajari/baa terlebih dahulu. Biografinya. Atau bertanya pada orang-orang yang mengenal beliau. Minimal 2 orang



C. Teknik wawancara dan dokumentasi.

Dalam penggalian informasi dapat kita lakukan baik secara langsung/teknik wawancara langsung maupun tertulis. Dalam hal ini saya lebih banyak menggunakan teknik wawancara tertulis, mengingat tidak selalu ada di lokasi ketika kejadian tersebut berlangsung. Dapat pula kita memberdayakan sumber informasi lain sebagai pengganti pewawancara di lapangan.

Untuk lebih mendukung isi berita yang kita tulis dapat pula kita sertakan foto-foto untuk mendukung isi berita. Pengambilan foto nara sumber jangan pernah lupa untuk meminta izin terlebih dahulu, sekalipun kita telah mengenal dengan baik.

Saat pengambilan foto lakukan sebanyak mungkin, untuk mengangtisipasi hasil jepretan kita yang kurang memuaskan. Dan satu kebiasaan yang paling saya suka adalah mengambil foto-foto candid disamping foto-foto resmi yang saya butuhkan. Adakalanya foto candid akan menjadi sumber bahan anak berita.

D. Mencatat hal-hal penting

Hal-hal penting yang saya maksud dalam penulisan berita meliputi konsep 5W+1H. Konsep 5 W (what,where,when,why,and who) dan 1 H (how). Kumpulkan dahulu semua bahan tulisan terkait 5W dan 1 H tersebut.

Untuk memudahkan penerapan 5W+1 H tadi, dapat dibantu dengan mengamati kondisi sekitar dengan mengoptimalkan panca indera kita. Apakah ada hal-hal lain yang sederhana dan menarik yang dapat kita tulis sebagai anak berita. Terkadang yang menjadi anak berita sering berasal dari hal-hal yang mungkin sepele dan jarang terlintas dibenak.

Berlaku sebagai anak kecil yang kaya akan pertanyaan, terkadang pertanyaan sedikit aneh/konyol sekalipun (catatan hanya untuk ke nara sumber yang sudah benar-benar kita kenal dan akrab. Jangan sekali-kali lakukan pada nara sumber yang baru kita kenal. Menjaga image kita selaku pewarta dimata nara sumber.

E. Menulis berita

Setelah semua bahan berita yang kita butuhkan tersedia, mulailah dengan menulis berita. Adapun kerangka berita yang paling mudah terdiri dari tiga hal :
  •  Kepala berita/teras berita
  • Isi berita
  • Penutup


Jika bahan-bahan telah terkumpul segera tulis, atau cari waktu yang benar-benar nyaman untuk menulis.

Adapun trik (baca: hal-hal yang terkadang menjadi mood booster saya dalam hal menulis berita) yang saya miliki ketika saya menulis adalah saya melakukan seakan-akan seperti tuntutan kita harus menyampiakan informasi kepada anak-anak yang akan kita ajar.

Namun, dalam perjalanan menulis berita tidak semua dapat saya lalui dengan mulus dan tanpa hambatan. Beberapa hambatan yang saya temui antara lain :
  • Bahan berita sangat minim
  • Jarang dan hampir 80% saya tidak pernah ada di lokasi
  • Minim nara sumber yang bisa dihubungi untuk dijadikan acuan.
  • Pelajari SOP penulisan beritanya

Dari semua rangkaian yang telah saya tuliskan diatas, tanpa bermaksud menggurui terhadap siapapun izinkan saya menyimpulkan semua yang telah saya uraikan diatas:
  • Lakukan dengan senang.
  • Tidak merasa menjadi beban.
  • Lakukan seperti air mengalir.

Meminimalisir unsur subyektifitas dalam penulisan (walau terkadang agak sulit, tetap harus dapat menjaga hubungan personal dengan baik dengan nara sumber yang kita miliki. Bisa jadi kita akan bertemu dan membutuhkan kehadiran dan informasinya kembali suatu waktu nanti).

F. Menjaga netralitas untuk menjaga kualitas tulisan.

Tidak menulis berita yang mengandung unsur SARA, hujatan, fitnah, maupun konten-konten lain yang mengundang perpecahan.

Menjadi orang dibelakang layar tentu penuh akan cerita yang kaya baik suka maupun duka. Jangan banyak berharap atas tulisan yang telah kita tulis, selain menyampaikan informasi yang memang ingin kita sampaikan, apalagi berharap feed back dari nara sumber. Mengaingat biasanya nara sumber adalah orang yang super sibuk dengan segudang aktivitas. Cukup bagikan hasil berita yang sudah kita tulis (jika sudah ada).

Saya percaya, bahwa kemampuan menulis bukanlah sesuatu yang diwariskan, namun sesuatu yang harus digali dan diasah. Bakat saja tak cukup untuk bertahan dalam menulis. Butuh komitmen yang tinggi untuk terus giat dalam menulis. Ibarat pisau yang tajam karena seringnya diasah. Demikian pula dengan kemampuan menulis. Jangan berkecil hati hanya karena kita bukan guru Bahasa Indonesia (mungkin ini hanya buat saya), jangan minder hanya karena kita bukanlah pengarang dan penulis terkenal. Menulis, menulis dan menulis. Dan saya juga percaya, mereka yang saat ini terlihat mahir, ahli dalam hal penulisan pasti juga diawalli dengan menjadi seorang pemula.

Dan sebagai penutup, saya sangat terbuka dan legowo terhadap tulisan yang telah saya buat sebagai bahan masukan dan kritik yang membangaun terhadap segala hal yang berkaitan dengan teknis maupun isi berita.

Sukabumi, 19 Februari 2019
07:00:00

Tentang Utik Kaspani

Utik Kaspani lahir di Balikpapan 06 Juni 1977, lahir dari pasangan Kaspani dan Sri Mahainingsih, sulung dari tiga bersaudara ini memang sangat ingin menjadi seorang penulis. Meskipun bukan berasal dari latar belakang seorang pendidik, kini Utik menggeluti profesinya sebagai seorang pengajar di MTs. Nurul Huda Palabuhan ratu semenjak Juli 2005 hingga saat ini. Latar belakangnya sebagai seorang Sarjana Pertanian di bidang Ilmu Tanah sedikit banyak sangat berpengaruh besar terhadap hobbynya jalan-jalan yang akhirnya dituangkan dalam sebuah tulisan.

Sempat bercita-cita menjadi seorang jurnalis, namun akhirnya kandas di tengah jalan karena restu yang tak kunjung datang dari orang tua nya. Bahkan kisah asmaranya pun sempat berakhir pilu karena keinginan kuatnya menjadi seorang jurnalis.

Menjalani profesi sebagai seorang pengajar, tentu memberikan peluang yang sangat lebar buat Utik untuk kembali mewujudkan keinginaannya dalam bidang tulis menulis. Apalagi semenjak bergabung menjadi kontributor aktiv dalam media pemberitaan portal Inmas Kementerian Agama Kabupaten Sukabumi. Bak gayung bersambut, yang seakan-akan mendapatkan kembali apa yang dulu pernah dicita-citakannya.

Keinginannya yang kuat untuk selalu mau belajar, menjadikan Utik seakan tak pernah kehilangan ide-idenya dalam merangkai kata. Menyadari kelemahannya yang ternyata memiliki sedikiti hambatan dalam merangkai kata dalam berbicara langsung (disleksia) semakin meneguhkan niat nya untuk selalu berusaha berkarya dalam tulisan. Bisa jadi sesuai dengan Motto nya dalam menulis, jika kita tak mampu menyampaikan sebuah pesan melalui lisan, mengapa tak coba lewat tulisan.....


Sabtu, 23 Februari 2019

PILIHAN KITA HANYA BEREVOLUSI

Februari 23, 2019


Dulu, bisakah kita membayangkan sebuah proyek di Amerika Serikat atau Eropa Barat dikontrakkan kepada penduduk di Indonesia atau India, tanpa mengharuskan si penerima kerja meninggalkan negaranya, bahkan tanpa perlu meninggalkan tempat duduk di rumahnya? Bisakah kita membayangkan sebuah karya tulis dihasilkan dan bisa dinikmati seluruh penduduk dunia dalam hitungan detik setelah dipublikasikan? Entah kita seorang programmer komputer, perancang grafis, artis, penulis, akuntan, konsultan, ilmuwan, atau profesional lainnya, globalisasi memungkinkan kita menjual keterampilan kita kepada siapa saja, kapan saja, di mana saja.

Rentetan keterangan di atas disebut globalisasi. Globalisasi bukanlah sekedar istilah dalam dunia ekonomi atau politik saja, tetapi telah menyentuh hidup semua orang. di satu sisi, membuka pintu partisipasi selebar-lebarnya bagi setiap individu di pentas dunia, cukup adil bukan? Namun sepertihalnya koin yang menghadirkan dua sisi berlawanan, begitu pula globalisasi, ada bayangan gelap yang kerap menghantui individu yang belum siap, sehingga ketika uluran tangan globalisasi datang dan kita tak siap, akan ada jutaan tangan lainnya yang siap menyambut dan menggantikan posisi kita. Dalam konteks ini kesiapan adalah kata kuncinya. Globalisasi memberikan peluang tanpa batas untuk mereka yang siap, dan sebaliknya menggilas siapa saja yang kurang siap.

Jika revolusi generasi 1.0 (1750-1850) kemunculan mesin menggantikan tenaga manusia dan hewan. Salah satunya adalah kemunculan mesin uap pada abad ke-18, revolusi ini berhasil mengerek naik perekonomian secara dramatis, bahkan selama dua abad setelah revolusi industri terjadi peningkatan rata-rata pendapatan perkapita negara-negara di dunia menjadi enam kali lipat. Kemudian revolusi industri 2.0 dikenal juga sebagai revolusi teknologi, fase ini ditandai dengan kemunculan pembangkit tenaga listrik dan motor pembakaran dalam (combustionchamber). Penemuan ini memicu kemunculan pesawat telepon, mobil, pesawat terbang, dll yang mengubah wajah dunia secara signifikan.

Lalu kemunculan teknologi digital dan internet menandai dimulainya revolusi 3.0. revolusi ini menurut sosiolog Inggris David Harvey sebagai proses pemampatan ruang dan waktu. Pada puncak revolusi 3.0 ruang dan waktu tidak lagi berjarak, sebab era digital mengusung sisi kekinian (real time). Lalu Pada revolusi industri generasi 4.0, manusia telah menemukan pola baru ketika disruptif teknologi (disruptivetechnology) hadir begitu cepat dan mengancam. Era disrupsi nama lain dari revolusi industri generasi 4.0, terjadi ketika suatu inovasi baru masuk ke pasar dan menciptakan efek disrupsi yang cukup kuat sehingga mengubah struktur pasar sebelumnya. Perubahan kini datang begitu cepat bukan lagi menggeser pasar lama, tak jarang malah mematikan.

Nah, melihat kondisional ini rasanya kurang adil jika kita hanya fokus pada kekhawatiran mengenai dampak buruk internet saja, kernyataanya internet punya banyak pengaruh baik dalam kehidupan kita dan kita memang sedang dipaksa berevolusi. Pada fase ini kita wajib adaptif terhadap perubahan, membuka mata dan telinga kita lebar-lebar, bersiap dan waspada. Jadi tanggung jawab kita sebagai orangtua tidak lagi fokus pada menghalau dampak buruk saja, alih-alih membatasi anak dalam penggunaan internet, peran orangtua lebih kepada pendampingan.

Lalu seperti apa pendampingan yang perlu kita lakukan?

Sebagaimana kita yang harus siap dalam menghadapi revolusi industri generasi 4.0, begitu pula anak kita, dan bayangkan jika saat ini anak kita berusia enam tahun,dengan masa hidup yang masih panjang, makin banyak pula lah revolusi yang harus mereka hadapi, maka jika tidak dipesiapkan dari sekarang.. mereka akan jadi bagian dari individu yang tidak siap di atas, dan lambat laun akan tergilas. Untuk itulah peran kita ada, dalam mempesiapkan anak kita menghadapi berbagai kemungkinan, sehingga mereka lentur, cekatan dan siap.

Semua itu perlu latihan, dan bagaimana bisa kita menutup mata mereka, padahal disekelilingnya dunia berkempang pesat. Satu-satunya cara adalah menghadirkan dunia tersebut dan mengajari mereka dalam mengelola dan mengaplikasikan informasi yang mereka dapatkan. kita tidak dapat mundur dan kembali kebelakang, yang bisa kita lakukan adalah maju dan berevolusi.


Hazar Widiya Sarah. Sedang menjalankan gaya hidup minimalis, karena baginya minimalis adalah refleksi dari cara berpikir  yang sederhana. Mendukung  Suaminya (Aris Munandar) dalam Komunitas Matahari Pagi, dan saat ini tengah bersiap menuangkan gagasan tentang parenting yang bertumpu pada ‘komunikasi antara orangtua dengan anak’. E-mail: widiyasara@gmail.com. FB: Hazar Widiya Sarah. IG: @hazarwidiyasarah.


BERBAGI RESEP RAHASIA MENDONGENG

Februari 23, 2019


Senyum sapa anak-anak menyambutnya. Belum sepatah kata pun terucap anak-anak sudah tertawa. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka, tetapi yang jelas anak-anak tampak senang. Tak jarang, tanpa dikomando mereka bergerak maju, duduk paling depan, seakan tak ingin kehilangan satu penggal pun cerita yang akan dikisahkan pendongeng.

Saat dongeng berlangsung, imajinasi anak pun mulai bekerja. Boleh jadi, antara anak yang satu dengan anak yang lain berbeda dalam membayangkan tokoh dan latar ceritanya. Seperti halnya saat kita mendengarkan sandiwara radio “Saur Sepuh” karya Niki Kosasih yang sempat melegenda pada era 80 –an.  Walaupun Brama Kumbara yang diceritakan itu sama, setiap pendengarnya memiliki gambarannya sendiri terhadap sosok Raja  Madangkara tersebut.

Mendengarkan dongeng dapat menumbuhkembangkan imajinasi anak. Imajinasi sangat penting bagi anak karena dengan imajinasi anak-anak dapat belajar berpikir secara kreatif, lebih percaya diri, dan dapat menciptakan karya-karya yang inovatif. Tatkala Einstein menemukan rumus E=mc2, tidakkah dia mengimajikan variabel-variabel itu dalam pikirannya? Ketika Newton tiba-tiba menyadari teori gravitasinya karena melihat buah apel jatuh ke tanah, tidakkah dia mencitrakan sesuatu dalam bayangannya? Imajinasi akan “imaji” sesungguhnya yang telah melahirkan kedua teori besar tersebut.

Mendongeng tak sekadar menstimulasi imajinasi anak, tetapi juga dapat membangun kelekatan  antara anak dengan sang pendongengnya. Oleh karena itu, tak heran pasca mendongeng anak-anak berasa akrab dengan kita. Tak jarang anak-anak minta difoto, digendong, bahkan adakalanya mereka sembunyikan sepatu sang pendongeng agar tak boleh cepat-cepat pulang.  

Terjalinnya kelekatan ini bukan tanpa sebab. Mendongeng bukan semata-mata mengisahkan cerita, melainkan terkandung di dalamnya energi cinta yang memancar secara tulus dari pendongengnya yang menembus hati setiap anak yang menyimaknya. Sinyal-sinyal ketulusan inilah yang mereka temukan yang mungkin sudah jarang mereka jumpai. Dapat dibayangkan seandainya yang mendongeng itu adalah orang tuanya sendiri. Pastilah akan makin terjalin hubungan batin yang takkan terpisahkan oleh ruang dan waktu.

Ikatan batin yang kuat membuat anak merasa nyaman dan memercayai kita. Atas dasar rasa nyaman dan kepercayaan inilah anak akan dengan senang hati menerima nilai-nilai karakter yang terkandung dalam cerita. Nilai-nilai tersebut akan tertanam kuat di dalam alam bawah sadarnya.

Lalu, hal penting apakah yang perlu dilakukan oleh pendongeng agar cerita yang dikisahkan dapat menstimulasi imajinasi, melekatkan emosi, dan menanamkan nilai-nilai karakter? Tentu, banyak faktor yang memengaruhinya. Paling tidak, pada kesempatan ini akan dibeberkan lima resep rahasia yang wajib dikuasai.


Cerita yang Menarik

Bahan dasar mendongeng adalah cerita. Cerita yang menarik akan mampu menstimulasi imajinasi anak, menggugah perasaan, membuat penasaran, menambah pengetahuan, dan menangkap nilai-nilai karakter yang terkandung dalam cerita. Oleh karena itu, dalam menyusun cerita, penokohan, alur, latar, amanat, dan unsur instrinsik cerita lainnya harus diperhatikan.

Penokohan yang baik tentu memudahkan anak dalam mengimajinasikan tokoh yang didengarnya. Agar nama dan watak tokoh mudah diingat, maka sebaiknya digunakan nama yang unik, tetapi mudah dalam pengucapannya, serta sifat dan fisik yang berbeda dari tokoh-tokoh cerita lainnya. Tokoh tidaklah selalu berupa binatang, dapat pula tokoh-tokoh yang lain seperti manusia, tumbuhan, angin, awan, matahari, atau makhluk luar angkasa.

Keberadaan tokoh-tokoh cerita ini jika disampaikan secara apa adanya tentu tidaklah menarik. Agar membuat penasaran, maka perlu dirancang sebuah alur yang mengandung konflik, tegangan, kejutan dan plausibilitas.  Makin tinggi jenjang pendidikan usia penyimaknya, tentu alur perlu dibuat makin menegangkan dengan kejadian-kejadian yang tidak terduga.

Tentu saja, semenarik apa pun alurnya jika tidak didukung latar akan terasa tidak logis. Keberadaan latar ini penting agar cerita tampak nyata. Bahkan, sebaiknya dongeng dimulai dengan terlebih dahulu menceritakan suasana dan keadaan latar cerita. Berilah kesempatan anak untuk memahami di mana kejadiannya, kapan terjadi, dan dalam suasana seperti apa. Biarkan anak membayangkan latarnya, barulah dikenalkan tokoh serta alurnya. Hanya saja, kita tidak perlu mengawalinya dengan frasa pada suatu hari....Frasa ini sudah cukup sering ditulis sehingga perlu daya ungkap yang lain.

Tak kalah penting adalah bagaimana amanat disampaikan. Apakah disampaikan secara tersurat atau tersirat? Apakah diletakkan pada bagian resolusi atau koda? Semua tergantung dari segmen usia penyimaknya. Untuk anak-anak usia dini hingga sepuluh tahun sebaiknya amanat disampaikan secara terang benderang, baik lewat tokoh maupun narasi cerita, terutama bagian koda (akhir cerita).

Agar kandungan cerita ini berbobot maka suka atau tidak suka, seorang pendongeng harus gemar membaca, terutama berkaitan dengan cerita yang akan disusun. Misalnya, pendongeng ingin mendongengkan tokoh elang, maka pendongeng harus memiliki referensi yang cukup berkaitan dengan kehidupan elang. Dengan demikian, anak-anak tidak sekadar diasupi nilai-nilai kehidupan, tetapi juga pengetahuan.

Untuk memudahkan menyusun cerita, sebaiknya dibuat story map atau pemetaan cerita. Misalnya kita tentukan terlebih dahulu tema cerita, segmen pendengar (anak-anak, remaja, atau dewasa), amanat (pesan nilai yang ingin disampaikan), karakter tokoh utama secara detail, alur cerita (mulai orientasi sampai koda), dan latar (waktu, tempat, suasana), Selanjutnya, dibuat sinopsis cerita hingga menjadi karangan yang utuh.

Di negeri tercinta ini terhampar beragam cerita rakyat, baik berupa mitos, legenda, ephos, maupun fabel. Hal ini didukung pula oleh situs-situs bersejarah yang tentunya dapat menjadi sumber inspirasi cerita. Sayang sekali bukan, seandainya sumber-sumber cerita tersebut tidak kita tuliskan dan dongengkan? Pastilah dalam cerita rakyat tersebut terkandung nilai-nilai kearifan lokal yang boleh jadi masih berkaitan dengan zaman sekarang. Andai pun tidak, dapat kita daur ulang kembali ceritanya, norma-normanya dan disesuaikan dengan kondisi sekarang. Alangkah indahnya jika cerita-cerita tentang kampung kita sendiri dituliskan dan didongengkan.


Menghidupkan Cerita

Cerita hanyalah bahan dasar mendongeng. Tugas berikutnya adalah bagaimana cara menghidupkan cerita sehingga anak-anak atau peserta didik dapat merasakan, mengimajinasikan dan menyelami pesan-pesan cerita. Oleh karena itu, bahan dasar ini perlu diolah, diresapi, dan diperankan.

Mendongeng tidak sekadar membacakan cerita. Cerita itu harus dipelajari dengan saksama sehingga dapat menentukan pada bagian manakah kata-kata itu perlu mendapat aksentuasi, intonasi tinggi atau rendah, disampaikan dengan tempo yang cepat atau lambat?; pada adegan manakah diperlukan mimik gembira, sedih, takut, atau malu?; pada saat apakah perlu digunakan teknik muncul dan gerakan besar atau gerakan kecil?

Untuk menghidupkan cerita dapat dimulai dengan proses reading. Dengan kata lain, cerita tersebut harus kita baca secara berulang-ulang, baik pembacaan dengan heuristik maupun hermeneutik. Dengan demikian, pembacaan kita akan teks dongeng menjadi lebih bermakna.

Pemahaman terhadap teks dongeng sangat membantu kita dalam menghidupkan tokoh, latar, alur, serta saat kita menyampaikan amanat cerita. Untuk menunjang semua itu diperlukan juga kemampuan teknik pernapasan, vokal, olah tubuh dan olah rasa. Tentu saja, untuk menguasai teknik tersebut tidak cukup dilakukan sehari –dua hari.

Keberhasilan mendongeng bukanlah bakat bawaan, melainkan melalui proses latihan yang panjang. Sekalipun, seorang pendongeng profesional, ia akan melakukan latihan terlebih dahalu sebelum mendongeng di depan anak-anak.


Apa pun Dapat Menjadi Apa pun

Pada dasarnya dongeng merupakan cerita fantasi. Sebagai pendongeng, kita perlu menggunakan imajinasi kita. Prinsipmya dari apa pun dapat menjadi apa pun. Misalnya sebuah penghapus papan tulis dapat kita jadikan bus, pistol, atau tokoh cerita. Demikian pula, benda-benda di sekitar dapat kita jadikan alat peraga.

Alat-alat peraga tidak harus persis seperti aslinya. Misalnya saat kita mendongengkan tokoh kelinci, maka tidak perlulah kita menggunakan boneka kelinci, atau bahkan kelinci betulan. Alat peraga semacam itu justru akan mengurangi daya imajinasi anak. Imajinasi anak akan terbatasi pada obyek yang digunakan si pendongeng. Hal itu tak jauh berbeda dengan novel yang kita baca, lalu difilmkan dalam layar lebar. Sering kita merasa kecewa saat menonton filmnya. Ternyata jauh berbeda dengan yang kita imajinasikan.

Dengan demikian, tak perlu susah-susah jika ingin mendongeng. Gunakan benda-benda di sekitar sebagai alat peraga. Bahkan, tubuh kita pun merupakan alat peraga yang efektif. Tinggal bagaimana kita mengolah bahasa tubuh, ekspresi, dan suara.. Minimal jika kita tak mampu melakukan semua itu, cukuplah membacakan cerita, tetapi dengan menggunakan intonasi, aksentuasi, artikulasi, tempo, dan warna suara yang variatif.


Memahami Audience

Kegiatan mendongeng dapat ditujukan untuk personal maupun publik. Secara personal mendongeng dilakukan oleh orang tua kepada anaknya. Menjelang tidur anak biasanya minta dibacakan cerita. Inilah kesempatan kita mendongengi sang buah hati. Inilah peluang kita untuk menyelami perasaannya, memahami apa yang diresahkannya, membantu memecahkan persoalannya, seraya menanamkan nilai-nilai karakter. Dalam hal ini, mendongeng menjadi media yang efektif untuk membangun kehangatan orang tua dengan anaknya.

Tentu saja, tak harus selalu mengandalkan buku cerita (dongeng). Cerita dapat digali dari kehidupan sehari-hari yang kita alami. Pun tak harus selalu kita yang mendongengkannya, tetapi bisa saja sang buah hati yang mendongeng. Dari sinilah akan terjadi interaksi yang dalam antara orang tua dengan anaknya.

Akan tetapi, permasalahannya kadang kita tak sabar dalam menghadapi permintaan anak. Tak jarang anak meminta mengulang-ulang cerita yang sama, sementara kita menganggap hal itu sangat membosankan. Belum lagi jika tenaga-benar-benar telah terkuras habis, pelupuk mata terasa berat seperti ada lem yang merekatnya, maka waktu terindah bersama anak pun akan terlewatkan begitu saja. Oleh karena itu, mari kita tradisikan mendongeng. Setiap keluarga hendaknya menyisihkan waktunya secara khusus untuk mendongeng.

Secara teknis mendongeng untuk personal cukup sederhana. Tidak perlulah kita melakukan gerakan-gerakan yang besar, seperti berjalan, melebarkan tangan, dan gerakan yang aktraktif. Bahkan, volume suara pun lebih dipelankan sehingga tidak perlu berteriak. Yang penting suara kita terdengar dengan jelas. Bisa dilakukan sambil membelai-belai rambutnya, memangkunya, dan ungkapan kasih sayang lainnya. Yang dibutuhkan adalah kesabaran saat membacakan cerita dan sekaligus juga melayani permintaan atau pertanyaan sang buah hati. Pada kesempatan inilah kita dapat menegaskan kembali amanat cerita dan pengetahuan yang terkandung di dalamnya.

Adapun, cara mendongeng untuk kepentingan publik, maka kita perlu mengetahui siapa yang akan kita dongengkan, dalam rangka apa, dan apa tujuan yang ingin dicapai. Informasi ini diperlukan agar yang kita dongengkan sesuai dengan harapan penyelenggara. Dengan kata lain, kita dapat menyelaraskan cerita dengan visi dan misi penyelenggara.

Untuk menunjang kesuksesan mendongeng, kita dapat ikut membantu panitia mengarahkan tata panggung, sarana yang dibutuhkan, mengecek mikrofon, dan posisi penonton. Jangan sampai terjadi, sasaran dongeng kita adalah anak-anak, tetapi yang duduk di depan justru para orang tua dan anak-anak malah duduk di deretan belakang. Agar kendala teknis ini tidak menganggu saat mendongeng, sebaiknya kita datang lebih awal dari waktu yang dijadwalkan.

Karena yang menyimak cerita cukup banyak dan tempatnya pun cukup luas, kita perlu bersuara yang lebih nyaring daripada saat mendongeng untuk personal. Gerakan dan ekspresi kita harus terlihat sampai penonton yang duduk paling belakang. Bila perlu, kita beri backsound agar suasana ceritanya makin terbangun.

Perlu diketahui bahwa tingkah polah anak bermacam-macam. Ada yang usil, tidak bisa diam, suka menangis, cari perhatian, dan serius. Kemampuan konsentrasinya pun berbeda-beda. Sebagaimana  yang dikutip dalam http;//lifestyle.kompas.com, rentang konsentrasi anak usia batita sekitar 7 – 9 menit, usia 3 -6 tahun sekitar 12 – 15 menit, dan usia 6 -12 tahun sekitar 30-45 menit.

Inilah tantangan kita untuk mengusahakan agar anak-anak tertarik mengikuti cerita yang kita dongengkan. Untuk itu perlu ketotalitasan ketika mendongeng sehingga andai pun ada anak yang usil atau menangis, perhatian mereka tetap pada pendongeng.

Demikianlah lima resep rahasia sebagai pendongeng. Kelima bumbu bercerita ini dapat dipelajari, dieksplorasi, dan ditemukan sendiri caranya. Namun, yang jauh lebih penting dari kelima hal tersebut adalah bagaimana mendekatkan hati kita kepada anak. Persoalan hati berkaitan dengan kemurnian niat, kebesaran jiwa, dan kelapangan berpikir. Mari kita asah batiniah kita agar menjadi peka dalam menangkap hidayah Tuhan, sabar dalam menghadapi segala tingkah polah anak, dan tumbuh kesadaran untuk membimbing anak dengan sepenuh hati.


KANG ACEP

Seorang lelaki setengah baya, berkacamata tebal dengan topi khasnya ini tinggal di sebuah rumah sederhana, dusun Krapyak Kulon RT 04, Panggungharjo, Sewon, Bantul. Di rumahmya ini Kang Acep mengelola sebuah Taman Pendidikan Al- Quran yang sekaligus juga sebagai media anak-anak untuk mengekspresikan jiwa seninya.

Dalam dunia dongeng, alumnus sastra Indonesia UGM ini belajar secara khusus kepada Kak WeES Ibnoe Sayy pada tahun 1999. Sejak itulah Kang Acep berupaya mendongeng meskipun di tengah kesibukannya sebagai editor, penulis, dan guru bahasa Indonesia di SMPIT Abu Bakar.

Untuk menunjang kiprahnya ini Kang Acep bergabung dengan komunitas Rumah Dongeng Indonesia, Nusantara Bertutur, dan Geppuk. Beragam kota di Indonesia pun telah disinggahinya untuk menggerakkan budaya mendongeng, baik sebagai pendongeng, instruktur dongeng maupun juri. Cerita-cerita dongengnya dapat disimak melalui radio Rakosa 105,3 FM pada setiap hari Minggu, pukul 09.00-10.00 dan di youtube.

Peraih Juara 2 Nasional Penulisan buku bacaan SD (2018), juara 3 nasional penulisan buku pengayaan (2011) dan Guru Inspiratif Nasional 2015 ini memiliki moto hidup berkarya tanpa batas. Usia boleh bertambah tua dengan sarana yang terbatas, tetapi kita harus produktif berkarya. Lebih dari 30 buku yang telah diterbitkan, lima cerita anaknya dimuat di SKH Kompas, serta buku cerita anak yang akan terbit, yakni Cerita Superhero: Malahayati. 

Resume Diskusi "Rumahku Negaraku"

Februari 23, 2019


Setiap orang memiliki definisi berbeda dalam menjiwai seluk beluk keluarga. Bagi Lusi WeES yang lebih akrab disapa umi Lusi ini memaknai keluarga sebagai sebuah negara dimana seorang suami bukan sekedar berperan sebagai ayah melainkan presiden dalam negara yang dibangunnya dan mampu bersinergi dengan apik bersama Mentri agama, Mentri keuangan, Mentri kesehatan, Mentri pendidikan dan kebudayaan, Mentri pariwisata, yang tidak lain adalah istrinya. Sementara anak anaknya adalah rakyat yang harus dibina, ditumbuh kembangkan dengan undang undang keluarga yang mensejahterakan.

Buku Rumahku Negaraku (2013) adalah salah satu buku kumpulan dari setiap goresan pena yang dulu kerap mewarnai keseharian penulis (Lusiana Sabariah) saat menjadi Mentri dalam keluarganya. Berkiprah sebagai ibu rumah tangga bukanlah hal sepeleh, baginya kesetiaan dalam mendampingi langkah suami dan menjadi ibu sekaligus penopang prestasi dunia akhirat bagi anak adalah perkara paling mulia disisiNya. Banyak kisah dalam menggandeng buah hatinya ( Nurhamdi) agar menjadi anak yang disiplin, berkarakter, kreatif dan aktif dalam menatap zaman juga kisah indahnya Ramadhan, hari raya, taburan benih ilmu dan pengalaman yang didapatkan penulis dari orang orang disekelilingnya, baik dari suami, anak, tetangga, guru ngaji dan sahabat tidak luput kerinduan pada rona kedamaian Jogja. Pastinya masih banyak penggalan kisah yang terkemas elok, sederhana tanpa kesan menggurui maupun mendekte. Memberi kesan inspiratif dan mendalami bahwa sebagai seorang ibu sudah sewajibnya menyokong kesuksesan bahtera keluarga. Bukankah dibalik kesuksesan seorang suami ada istri yang tulus mengabdi dan mengisi !. Bukankah dibalik sederet prestasi seorang anak ada ibu yang setulus hati mendidik dan menyayangi !.

Perempuan berdarah Sulawesi ini tidak hanya aktif menulis lepas  diberbagai media cetak maupun mengisi talk show diberbagai kota dan radio. Lebih dari itu Lusi WeES bersama suaminya WeES Ibnoe Satu adalah pendiri Lembaga Rumah Donggeng Indonesia ( LRDI) sejak Maret pada tahun 1991 ( setelah menekuni dunia dongeng selama 4 tahun ). Tidak salah bila keluarganya lebih sering disebut sebagai keluarga pendongeng.

Mendongeng baginya adalah sarana komunikasi batin dari pendongeng kepada audiens, dari seorang guru kepada muridnya, dari orang tua kepada anaknya dan dari siapapun untuk siapapun. Dengan mendongeng ada informasi, kisah, pesan moral yang memancing daya imajinasi, kreativitas, pola pikir, emosi batin, dan jalan ampuh untuk mempengaruhi seseorang tanpa terkesan menggurui. Dongeng bisa menjadi terapi bagi para korban bencana maupun yang sakit.

WeES Ibnoe Satu dalam bukunya Mari Mendongeng ( 2007) menjabarkan sedikitnya ada 15 manfaat dari mendongeng
  1. Menjalin keakraban batin antara pendongeng dan pendengar.
  2. Mengembangkan perbendaharaan kata / ucapan dan pengetahuan.
  3. Mempertajam pendengaran dan kefokusan.
  4. Melatih kemampuan visualisasi kreatif.
  5. Mengenalkan sifat dan model tokoh melalui peran.
  6. Mempengaruhi bacaan ketika dewasa.
  7. Memory pola kebiasaan.
  8. Memelihara kekayaan budaya.
  9. Melatih berfikir rasional.
  10. Mempermudah menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan ( Berfikir Divergent : Mencari alternatif solusi).
  11. Pelepasan ekspresi,  penyembuhan luka dan hiburan.
  12. Terapi korban kekerasan.
  13. Pola pengasuhan anak yang efektif.
  14. Menanamkan hal positif tanpa menggurui.
  15. Jalan melihat tumbuh kembang anak ( Melihat kedewasaan maupun nalar berfikirnya).


Sebagai pendongeng dan pemerhati pendidikan, WeES Ibnoe Sayy mengklasifikasikan usia dengan gaya mendongeng yang harus dicermati dan disesuaikan. Kisah, moral dan perasaan batin tidak sekedar tersalurkan melainkan mampu memikat dan dijiwai oleh pendengarnya.

1. Bayi - 5 tahun
Cerita yang baik, menarik, singkat, tidak mengajak berfikir tingkat tinggi karena masih dalam tahap berfikir konkrit, sesuaikan dengan kisah yang diminta oleh anak, kurang lebih sepuluh menit.

 2. 5 - 8 tahun
          Sudah bisa dikenalkan kisah binatang, berbau gender namun tetap sopan dan dalam bahasa yang  sederhana dan ringkas, kurang lebih sepuluh hingga dua puluh menit.

3. 8 - 12 tahun
           Anak sudah bisa berfikir sedikit lebih dewasa maka bisa disampaikan dongeng petualangan petualangan dan tidak secara langsung memberikan penilaian tokoh baik dan buruk, membiarkan anak menggali imajinasi berfikirnya.

4. Segala umur
          Pendongeng harus memiliki banyak kisah sebagai perbendaharaan dalam mendongeng agar bisa menempatkan dongeng yang selaras dengan usia pendengar / audiens.

Lantas bagaimana penyampaian dongeng terhadap anak berkebutuhan khusus? Pada dasarnya dongeng bukanlah kisah belaka namun unsur komunikasi dan kepercayaan diri memegang alih tersampainya pesan dalam mendongeng, kepada yang sehat maupun yang sakit, kepada yang belia maupun dewasa dan lanjut usia, kepada yang normal maupun yang berkebutuhan khusus. Mempelajari gaya bahasa orang orang dilingkungan anak ABK dan menerapkannya saat mendongeng adalah  cara handal selain pendalaman kisah dan moral yang ingin disampaikan, menghidupkan sebuah kisah, berlatih, mencari banyak literatur dongeng, memastikan tempat yang aman dan nyaman, memfokuskan konsentrasi pendengar dan tidak memberi makanan, minuman maupun apapun saat dongeng berlangsung dan mampu menyampaikan kisah semenarik mungkin. Metode ini berlaku terhadap semua pendongeng baik untuk pendengar normal maupun ABK, saat mendongengkan andk dirumah atau melalui public ( diatas panggung ). Akan tetapi lebih dikhususkan bagi pendongeng panggung untuk mengikuti.

Workshop mendongeng agar mengasah dan memperkokoh keahlian mendongeng. Sebab melalui panggung dongeng dapat menjadi tontonan sekaligus tuntunan yang menarik dan selalu dinantikan.

      Dibutuhkan kesadaran dalam jiwa seorang guru maupun orang tua untuk bisa menjadikan dongeng sebagai bsalah satu pola mendidik dan mengajar. Sesibuk apapun pekerjaan orang tua setidaknya masih tersisa waktu minimal lima belas menit untuk mendongengi anak sebelum tidur. Adapun workshop maupun pelatihan mendongeng dalam lingkup sekolah seharusnya diadakan minimal satu tahun sekali karena siswa yang sejak kecil terbiasa menikmati dongeng akan tumbuh lebih dewasa, bijak, kreatif dan tidak introvet atau pemalu. Mereka akan belajar menuai hikmah  dari setiap dongeng yang mereka terima. Oleh karenanya pendongeng sebaiknya tidak serta merta menerjemahkan secara langsung pesan dari kisah yang disampaikan. Ada baiknya memberikan kesempatan bagi pendengar untuk menangkap dan menerjemahkan petikan hikmahnya, sesudahnya pendongeng dapat meluruskan dan menyempurnakan jawaban.

         Adapun beberapa dongeng yang bisa disampaikan untuk usia anak anak selain cerita hewan, tumbuhan, pahlawan, legenda kita juga bisa menyampaikan kisah berkarakter lainya seperti cergam karya WeES Ibnoe Sayy  diantaranya kisah sebutir nasi, mawar yang sombong, semut pantang menyerah, tawon menangis, laba laba yang sabar, sampah menumpuk dan kiamat dunia lalat.

        Tahukah kita dongeng apa yang paling indah? Dongeng tersebut adalah memperindah perilaku kita dimana pada saat kapanpun gerak gerik kita bisa menjadi buah bibir yang baik maupun yang buruk. Dengan menjadi orang yang menebar manfaat dalam meraih mimpi kelak pada saatnya akan ada orang menceritakan jejak langkah kita. Akankah menjadi napak tilas sejarah indah yang layak dikenang dan diteladani atau mungkin sebaliknya.


Nurhayati. 18 Februari 2019.
Dikutip dari berbagai sumber ( Diskusi keren bersama Lusi WeES, penulis  buku " Rumahku Negaraku", dan buku " Mari Mendongeng"  karya WeES Ibnoe Sayy)

"bersinar bersama dan menyinari kebersamaan"