Sabtu, 23 Februari 2019

PILIHAN KITA HANYA BEREVOLUSI



Dulu, bisakah kita membayangkan sebuah proyek di Amerika Serikat atau Eropa Barat dikontrakkan kepada penduduk di Indonesia atau India, tanpa mengharuskan si penerima kerja meninggalkan negaranya, bahkan tanpa perlu meninggalkan tempat duduk di rumahnya? Bisakah kita membayangkan sebuah karya tulis dihasilkan dan bisa dinikmati seluruh penduduk dunia dalam hitungan detik setelah dipublikasikan? Entah kita seorang programmer komputer, perancang grafis, artis, penulis, akuntan, konsultan, ilmuwan, atau profesional lainnya, globalisasi memungkinkan kita menjual keterampilan kita kepada siapa saja, kapan saja, di mana saja.

Rentetan keterangan di atas disebut globalisasi. Globalisasi bukanlah sekedar istilah dalam dunia ekonomi atau politik saja, tetapi telah menyentuh hidup semua orang. di satu sisi, membuka pintu partisipasi selebar-lebarnya bagi setiap individu di pentas dunia, cukup adil bukan? Namun sepertihalnya koin yang menghadirkan dua sisi berlawanan, begitu pula globalisasi, ada bayangan gelap yang kerap menghantui individu yang belum siap, sehingga ketika uluran tangan globalisasi datang dan kita tak siap, akan ada jutaan tangan lainnya yang siap menyambut dan menggantikan posisi kita. Dalam konteks ini kesiapan adalah kata kuncinya. Globalisasi memberikan peluang tanpa batas untuk mereka yang siap, dan sebaliknya menggilas siapa saja yang kurang siap.

Jika revolusi generasi 1.0 (1750-1850) kemunculan mesin menggantikan tenaga manusia dan hewan. Salah satunya adalah kemunculan mesin uap pada abad ke-18, revolusi ini berhasil mengerek naik perekonomian secara dramatis, bahkan selama dua abad setelah revolusi industri terjadi peningkatan rata-rata pendapatan perkapita negara-negara di dunia menjadi enam kali lipat. Kemudian revolusi industri 2.0 dikenal juga sebagai revolusi teknologi, fase ini ditandai dengan kemunculan pembangkit tenaga listrik dan motor pembakaran dalam (combustionchamber). Penemuan ini memicu kemunculan pesawat telepon, mobil, pesawat terbang, dll yang mengubah wajah dunia secara signifikan.

Lalu kemunculan teknologi digital dan internet menandai dimulainya revolusi 3.0. revolusi ini menurut sosiolog Inggris David Harvey sebagai proses pemampatan ruang dan waktu. Pada puncak revolusi 3.0 ruang dan waktu tidak lagi berjarak, sebab era digital mengusung sisi kekinian (real time). Lalu Pada revolusi industri generasi 4.0, manusia telah menemukan pola baru ketika disruptif teknologi (disruptivetechnology) hadir begitu cepat dan mengancam. Era disrupsi nama lain dari revolusi industri generasi 4.0, terjadi ketika suatu inovasi baru masuk ke pasar dan menciptakan efek disrupsi yang cukup kuat sehingga mengubah struktur pasar sebelumnya. Perubahan kini datang begitu cepat bukan lagi menggeser pasar lama, tak jarang malah mematikan.

Nah, melihat kondisional ini rasanya kurang adil jika kita hanya fokus pada kekhawatiran mengenai dampak buruk internet saja, kernyataanya internet punya banyak pengaruh baik dalam kehidupan kita dan kita memang sedang dipaksa berevolusi. Pada fase ini kita wajib adaptif terhadap perubahan, membuka mata dan telinga kita lebar-lebar, bersiap dan waspada. Jadi tanggung jawab kita sebagai orangtua tidak lagi fokus pada menghalau dampak buruk saja, alih-alih membatasi anak dalam penggunaan internet, peran orangtua lebih kepada pendampingan.

Lalu seperti apa pendampingan yang perlu kita lakukan?

Sebagaimana kita yang harus siap dalam menghadapi revolusi industri generasi 4.0, begitu pula anak kita, dan bayangkan jika saat ini anak kita berusia enam tahun,dengan masa hidup yang masih panjang, makin banyak pula lah revolusi yang harus mereka hadapi, maka jika tidak dipesiapkan dari sekarang.. mereka akan jadi bagian dari individu yang tidak siap di atas, dan lambat laun akan tergilas. Untuk itulah peran kita ada, dalam mempesiapkan anak kita menghadapi berbagai kemungkinan, sehingga mereka lentur, cekatan dan siap.

Semua itu perlu latihan, dan bagaimana bisa kita menutup mata mereka, padahal disekelilingnya dunia berkempang pesat. Satu-satunya cara adalah menghadirkan dunia tersebut dan mengajari mereka dalam mengelola dan mengaplikasikan informasi yang mereka dapatkan. kita tidak dapat mundur dan kembali kebelakang, yang bisa kita lakukan adalah maju dan berevolusi.


Hazar Widiya Sarah. Sedang menjalankan gaya hidup minimalis, karena baginya minimalis adalah refleksi dari cara berpikir  yang sederhana. Mendukung  Suaminya (Aris Munandar) dalam Komunitas Matahari Pagi, dan saat ini tengah bersiap menuangkan gagasan tentang parenting yang bertumpu pada ‘komunikasi antara orangtua dengan anak’. E-mail: widiyasara@gmail.com. FB: Hazar Widiya Sarah. IG: @hazarwidiyasarah.


1 komentar:

  1. Ide yang sangat bagus, karena saat ini pada umumnya orang tua kesulitan dlm mengarahkan anak terkait penggunaan IT secara bijak.

    BalasHapus

"bersinar bersama dan menyinari kebersamaan"