Senin, 14 Januari 2019

LITERASI VISUAL DAN HARI ESOK



"what they think of, what they can see on the pictures, depends upon what they expect they would see and also that they would learn something from that“, W Singer (2010).

Tulisan ini merupakan tinjauan lain terhadap literasi visual. Jika dalam tulisan sebelumnya (MenulisTanpa Kata) kita melihat bagaimana pengaruh literasi visual terhadap tumbuh kembang anak. Kali ini kita akan melihat lebih dalam apa itu literasi visual dan bagaimana peranannya terhadap masa depan.


PENGERTIAN.
Seperti dunia literasi yang dinamis pada umumnya, kita hampir tidak bisa mendefiniskan apa itu literasi visual secara baku.

Literasi visual digambarkan sebagai kemampuan memahami, menganalisis, dan menggunakan bahasa visual dalam menyampaikan gagasan (Dewayani, 2017).

Sementara itu, Dave Gray merumuskan literasi visual sebagai kemampuan membaca dan menuliskan informasi secara visual; kemampuan untuk belajar secara visual; berpikir dan memcahkan masalah dalam lingkup visual.

Ada lagi yang mengidentifikasi literasi visual sebagai literasi baca-tulis melalui media gambar. Dalam literasi visual, memahami gambar sama dengan membaca dan menyampaikan pesan melalui gambar sama dengan menulis.

Terakhir, literasi visual diartikan sebagai kemampuan untuk memahami, menginterpretasi, dan mengevaluasi pesan-pesan visual (Bristor & Drake, 1994).


ANATOMI LITERASI.
Kemajuan teknologi informasi dan globalisasi membawa kita pada kebutuhan keterampilan-keterampilan baru. Pada prinsipnya kita dihadapkan pada tantangan untuk bagaimana mengelola 4 literasi kunci, yakni : literasi komunikasi, literasi informasi, literasi multikultural, dan literasi visual.

Literasi visual sebenarnya bagian dari literasi komunikasi dan literasi informasi.

Dalam literasi komunikasi, literasi visual (baca: komunikasi visual) dikelompokan bersama komunikasi tertulis dan komunikasi verbal.

Sedangkan berdasarkan Deklarasi Praha, oleh Unesco pada tahun 2003, literasi visual dikelompokan dalam literasi informasi bersama dengan literasi dasar, literasi perpustakaan, literasi media, dan literasi teknologi.

Literasi dasar inilah yang kita kenal sebagai 6 literasi dasar, yang terdiri dari literasi baca-tulis, literasi sains, literasi digital, literasi numerasi, literasi finansial, serta literasi budaya dan kewargaan.

Sedangkan literasi multikultural memberikan perhatian kepada perbedaan, persamaan, dan keadilan sosial.


KONSEP DASAR DAN PENDEKATAN.
Berdasarkan banyak pendapat para ahli, yang menjadi dasar visual literasi adalah konsep-konsep : pemikiran visual, persepsi visual, komunikasi visual, dan kemampuan belajar secara visual.

Elemen visual terdiri dari : bentuk warna, ukuran objek, sudut pandang, dan garis. Setiap elemen visual memiliki makna tersendiri. Gambar adalah sebuah konstruksi sosial. Konstruksi ini membentuk suatu kode yang membentuk makna (Kress & van Leeuwen, 2000).

3 (tiga) pendekatan literasi visual :
(1). Sudut pandang teoritis, meliputi : filsafat, psikologi, dan aspek psikologi dalam pembelajaran.
(2). Sudut pandang pembelajaran dan pengembangan bahasa visual, meliputi : pendekatan yang difokuskan untuk membantu seseorang menjadi literat secara visual  dengan memberinya stimulasi visual.
(3). Berdasarkan pendekatan pendidikan, fokus pada mengembangkan proses komunikasi melalui stimulasi visual.

Literasi visual pada akhirnya merupakan proses pemaknaan terhadap elemen visual sehingga membentuk persepsi. Rangkaiannya meliputi : melihat, mengamati, menjelaskan, menganalisa, dan menginterpretasikan.


LITERASI VISUAL DALAM KEHIDUPAN MANUSIA.
Imajinasi visual memiliki sejarah yang panjang dalam kebudayaan manusia. Dimulai ketika manusia mengembangkan cara hidup bermasyarakat, manusia telah membuat mural di goa-goa. Hingga kini seiring perkembangan teknologi informasi, mulai dari era televisi hingga Internet of Things. Bahasa visual adalah sesuatu yang purba dan sesungguhnya inheren dalam struktur berpikir manusia (Dewayani, 2017).

Fenomena instagram menunjukan jika kita tengah mengalami pergeseran dari persepsi verbal ke persepsi visual. Dunia pariwisata, restoran, cafe, dan tempat-tempat umum seakan wajib menyediakan space khusus yang instragamable. Hal itu tak heran karena pengguna Instagram sudah mengalahkan Facebook, Whatapps, dan Snapchat (Business Insider, 2018). Literasi visual menjadi kecakapan penting di era digital. Kemampuan literasi visual adalah kecakapan hidup di era modern.


LITERASI VISUAL, POST-TRUTH, DAN FRAMING.
No pict = hoax, is seeing believing?.

Visualitas dapat mempengaruhi perasaan, persepsi, dan opini, untuk itu semakin erat pengaruhnya terhadap kehidupan manusia, apalagi di era post-truth saat ini. Post-truth merupakan  kondisi di mana fakta tidak terlalu berpengaruh dalam membentuk opini publik dibanding emosi dan keyakinan personal (Oxford Dictionary).
Dalam istilah lain, kita saat ini sedang berada dalam peradaban kamera yang sedang mentransformasi kehidupan kita secara besar-besaran. Kamera di saku setiap orang sedang membentuk masa depan. Peradaban kamera adalah sebuah peradaban di depan lensa yang secepat kilat memantulkan citra, muncul, tayang, dan beredar (Kasali, 2013).

Hampir tidak ada lagi yang asli, semua hasil dari framing. Framing adalah proses penyajian informasi untuk mempengaruhi persfektif penerima pesan. Berpikir kritis menjadi sangat penting dalam menyikapi hal ini.


LITERASI VISUAL DAN BERPIKIR KRITIS DALAM SISTEM PENDIDIKAN KITA.
Anak-anak kita dibanjiri oleh stimulasi visual, namun pemahaman dan sikap kritis terhadap materi ini belum dibangun secara sistematis dalam kurikulum kita. Dalam kurikulum pendidikan formal di jenjang dasar dan menengah di Indonesia, elemen gambar masih terabaikan peranannya sebagai medium komunikasi. Pembelajaran menggambar sekalipun belum ditujukan untuk meningkatkan kecakapan komunikasi visual, bentuk ekspresi kreatif. Menggambar hanya untuk mengasah kecakapan seni saja.

Padahal bentuk berpikir kritis terhadap elemen visual dapat meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skill). Pembelajaran dengan melakukan analisis dan menginterpretasikan makna elemen visual, tidak hanya sampai memahaminya, melainkan juga harus mengerti bagaimana keterkaitan elemen visual tersebut dengan diri mereka. Menjadikan literasi visual sebagai bentuk berpikir kritis dapat meningkatkan kapasitas intelektual kita, melalui cara :
(1). Menginterpretasikan konten-konten yang terkandung dalam gambar.
(2). Menyelidiki dampak yang ditimbulkan oleh suatu gambar.
(3). Mendikusikan berbagai kemungkinan makna dari suatu gambar.
(4). Membaca dan menginterpretasikan suatu gambar.
(5). Membuat opini mengenai keakuratan, validitas, dan kandungan suatu gambar.


HARI ESOK.
Vincent van Gogh mengatakan : “A good picture is equivalent to a good deed”. Apakah persoalan karakter yang tak kunjung ada titik temu dalam pendidikan kita dikarenakan masih diabaikannya literasi visual? Lalu, dengan apa kita menghadapi hoax dan era post-truth? Akankah anak-anak kita menjadi generasi emas seperti yang kita impikan?.


Aris Munandar – Rumah Matahari Pagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"bersinar bersama dan menyinari kebersamaan"