Sabtu, 23 Februari 2019

Resume Diskusi "Rumahku Negaraku"



Setiap orang memiliki definisi berbeda dalam menjiwai seluk beluk keluarga. Bagi Lusi WeES yang lebih akrab disapa umi Lusi ini memaknai keluarga sebagai sebuah negara dimana seorang suami bukan sekedar berperan sebagai ayah melainkan presiden dalam negara yang dibangunnya dan mampu bersinergi dengan apik bersama Mentri agama, Mentri keuangan, Mentri kesehatan, Mentri pendidikan dan kebudayaan, Mentri pariwisata, yang tidak lain adalah istrinya. Sementara anak anaknya adalah rakyat yang harus dibina, ditumbuh kembangkan dengan undang undang keluarga yang mensejahterakan.

Buku Rumahku Negaraku (2013) adalah salah satu buku kumpulan dari setiap goresan pena yang dulu kerap mewarnai keseharian penulis (Lusiana Sabariah) saat menjadi Mentri dalam keluarganya. Berkiprah sebagai ibu rumah tangga bukanlah hal sepeleh, baginya kesetiaan dalam mendampingi langkah suami dan menjadi ibu sekaligus penopang prestasi dunia akhirat bagi anak adalah perkara paling mulia disisiNya. Banyak kisah dalam menggandeng buah hatinya ( Nurhamdi) agar menjadi anak yang disiplin, berkarakter, kreatif dan aktif dalam menatap zaman juga kisah indahnya Ramadhan, hari raya, taburan benih ilmu dan pengalaman yang didapatkan penulis dari orang orang disekelilingnya, baik dari suami, anak, tetangga, guru ngaji dan sahabat tidak luput kerinduan pada rona kedamaian Jogja. Pastinya masih banyak penggalan kisah yang terkemas elok, sederhana tanpa kesan menggurui maupun mendekte. Memberi kesan inspiratif dan mendalami bahwa sebagai seorang ibu sudah sewajibnya menyokong kesuksesan bahtera keluarga. Bukankah dibalik kesuksesan seorang suami ada istri yang tulus mengabdi dan mengisi !. Bukankah dibalik sederet prestasi seorang anak ada ibu yang setulus hati mendidik dan menyayangi !.

Perempuan berdarah Sulawesi ini tidak hanya aktif menulis lepas  diberbagai media cetak maupun mengisi talk show diberbagai kota dan radio. Lebih dari itu Lusi WeES bersama suaminya WeES Ibnoe Satu adalah pendiri Lembaga Rumah Donggeng Indonesia ( LRDI) sejak Maret pada tahun 1991 ( setelah menekuni dunia dongeng selama 4 tahun ). Tidak salah bila keluarganya lebih sering disebut sebagai keluarga pendongeng.

Mendongeng baginya adalah sarana komunikasi batin dari pendongeng kepada audiens, dari seorang guru kepada muridnya, dari orang tua kepada anaknya dan dari siapapun untuk siapapun. Dengan mendongeng ada informasi, kisah, pesan moral yang memancing daya imajinasi, kreativitas, pola pikir, emosi batin, dan jalan ampuh untuk mempengaruhi seseorang tanpa terkesan menggurui. Dongeng bisa menjadi terapi bagi para korban bencana maupun yang sakit.

WeES Ibnoe Satu dalam bukunya Mari Mendongeng ( 2007) menjabarkan sedikitnya ada 15 manfaat dari mendongeng
  1. Menjalin keakraban batin antara pendongeng dan pendengar.
  2. Mengembangkan perbendaharaan kata / ucapan dan pengetahuan.
  3. Mempertajam pendengaran dan kefokusan.
  4. Melatih kemampuan visualisasi kreatif.
  5. Mengenalkan sifat dan model tokoh melalui peran.
  6. Mempengaruhi bacaan ketika dewasa.
  7. Memory pola kebiasaan.
  8. Memelihara kekayaan budaya.
  9. Melatih berfikir rasional.
  10. Mempermudah menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan ( Berfikir Divergent : Mencari alternatif solusi).
  11. Pelepasan ekspresi,  penyembuhan luka dan hiburan.
  12. Terapi korban kekerasan.
  13. Pola pengasuhan anak yang efektif.
  14. Menanamkan hal positif tanpa menggurui.
  15. Jalan melihat tumbuh kembang anak ( Melihat kedewasaan maupun nalar berfikirnya).


Sebagai pendongeng dan pemerhati pendidikan, WeES Ibnoe Sayy mengklasifikasikan usia dengan gaya mendongeng yang harus dicermati dan disesuaikan. Kisah, moral dan perasaan batin tidak sekedar tersalurkan melainkan mampu memikat dan dijiwai oleh pendengarnya.

1. Bayi - 5 tahun
Cerita yang baik, menarik, singkat, tidak mengajak berfikir tingkat tinggi karena masih dalam tahap berfikir konkrit, sesuaikan dengan kisah yang diminta oleh anak, kurang lebih sepuluh menit.

 2. 5 - 8 tahun
          Sudah bisa dikenalkan kisah binatang, berbau gender namun tetap sopan dan dalam bahasa yang  sederhana dan ringkas, kurang lebih sepuluh hingga dua puluh menit.

3. 8 - 12 tahun
           Anak sudah bisa berfikir sedikit lebih dewasa maka bisa disampaikan dongeng petualangan petualangan dan tidak secara langsung memberikan penilaian tokoh baik dan buruk, membiarkan anak menggali imajinasi berfikirnya.

4. Segala umur
          Pendongeng harus memiliki banyak kisah sebagai perbendaharaan dalam mendongeng agar bisa menempatkan dongeng yang selaras dengan usia pendengar / audiens.

Lantas bagaimana penyampaian dongeng terhadap anak berkebutuhan khusus? Pada dasarnya dongeng bukanlah kisah belaka namun unsur komunikasi dan kepercayaan diri memegang alih tersampainya pesan dalam mendongeng, kepada yang sehat maupun yang sakit, kepada yang belia maupun dewasa dan lanjut usia, kepada yang normal maupun yang berkebutuhan khusus. Mempelajari gaya bahasa orang orang dilingkungan anak ABK dan menerapkannya saat mendongeng adalah  cara handal selain pendalaman kisah dan moral yang ingin disampaikan, menghidupkan sebuah kisah, berlatih, mencari banyak literatur dongeng, memastikan tempat yang aman dan nyaman, memfokuskan konsentrasi pendengar dan tidak memberi makanan, minuman maupun apapun saat dongeng berlangsung dan mampu menyampaikan kisah semenarik mungkin. Metode ini berlaku terhadap semua pendongeng baik untuk pendengar normal maupun ABK, saat mendongengkan andk dirumah atau melalui public ( diatas panggung ). Akan tetapi lebih dikhususkan bagi pendongeng panggung untuk mengikuti.

Workshop mendongeng agar mengasah dan memperkokoh keahlian mendongeng. Sebab melalui panggung dongeng dapat menjadi tontonan sekaligus tuntunan yang menarik dan selalu dinantikan.

      Dibutuhkan kesadaran dalam jiwa seorang guru maupun orang tua untuk bisa menjadikan dongeng sebagai bsalah satu pola mendidik dan mengajar. Sesibuk apapun pekerjaan orang tua setidaknya masih tersisa waktu minimal lima belas menit untuk mendongengi anak sebelum tidur. Adapun workshop maupun pelatihan mendongeng dalam lingkup sekolah seharusnya diadakan minimal satu tahun sekali karena siswa yang sejak kecil terbiasa menikmati dongeng akan tumbuh lebih dewasa, bijak, kreatif dan tidak introvet atau pemalu. Mereka akan belajar menuai hikmah  dari setiap dongeng yang mereka terima. Oleh karenanya pendongeng sebaiknya tidak serta merta menerjemahkan secara langsung pesan dari kisah yang disampaikan. Ada baiknya memberikan kesempatan bagi pendengar untuk menangkap dan menerjemahkan petikan hikmahnya, sesudahnya pendongeng dapat meluruskan dan menyempurnakan jawaban.

         Adapun beberapa dongeng yang bisa disampaikan untuk usia anak anak selain cerita hewan, tumbuhan, pahlawan, legenda kita juga bisa menyampaikan kisah berkarakter lainya seperti cergam karya WeES Ibnoe Sayy  diantaranya kisah sebutir nasi, mawar yang sombong, semut pantang menyerah, tawon menangis, laba laba yang sabar, sampah menumpuk dan kiamat dunia lalat.

        Tahukah kita dongeng apa yang paling indah? Dongeng tersebut adalah memperindah perilaku kita dimana pada saat kapanpun gerak gerik kita bisa menjadi buah bibir yang baik maupun yang buruk. Dengan menjadi orang yang menebar manfaat dalam meraih mimpi kelak pada saatnya akan ada orang menceritakan jejak langkah kita. Akankah menjadi napak tilas sejarah indah yang layak dikenang dan diteladani atau mungkin sebaliknya.


Nurhayati. 18 Februari 2019.
Dikutip dari berbagai sumber ( Diskusi keren bersama Lusi WeES, penulis  buku " Rumahku Negaraku", dan buku " Mari Mendongeng"  karya WeES Ibnoe Sayy)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"bersinar bersama dan menyinari kebersamaan"