Setiap orang memiliki definisi berbeda dalam menjiwai
seluk beluk keluarga. Bagi Lusi WeES yang lebih akrab disapa umi Lusi ini
memaknai keluarga sebagai sebuah negara dimana seorang suami bukan sekedar
berperan sebagai ayah melainkan presiden dalam negara yang dibangunnya dan
mampu bersinergi dengan apik bersama Mentri agama, Mentri keuangan, Mentri
kesehatan, Mentri pendidikan dan kebudayaan, Mentri pariwisata, yang tidak lain
adalah istrinya. Sementara anak anaknya adalah rakyat yang harus dibina,
ditumbuh kembangkan dengan undang undang keluarga yang mensejahterakan.
Buku Rumahku Negaraku (2013) adalah salah satu buku
kumpulan dari setiap goresan pena yang dulu kerap mewarnai keseharian penulis (Lusiana
Sabariah) saat menjadi Mentri dalam keluarganya. Berkiprah sebagai ibu rumah
tangga bukanlah hal sepeleh, baginya kesetiaan dalam mendampingi langkah suami
dan menjadi ibu sekaligus penopang prestasi dunia akhirat bagi anak adalah
perkara paling mulia disisiNya. Banyak kisah dalam menggandeng buah hatinya (
Nurhamdi) agar menjadi anak yang disiplin, berkarakter, kreatif dan aktif dalam
menatap zaman juga kisah indahnya Ramadhan, hari raya, taburan benih ilmu dan
pengalaman yang didapatkan penulis dari orang orang disekelilingnya, baik dari
suami, anak, tetangga, guru ngaji dan sahabat tidak luput kerinduan pada rona
kedamaian Jogja. Pastinya masih banyak penggalan kisah yang terkemas elok, sederhana
tanpa kesan menggurui maupun mendekte. Memberi kesan inspiratif dan mendalami
bahwa sebagai seorang ibu sudah sewajibnya menyokong kesuksesan bahtera
keluarga. Bukankah dibalik kesuksesan seorang suami ada istri yang tulus
mengabdi dan mengisi !. Bukankah dibalik sederet prestasi seorang anak ada ibu
yang setulus hati mendidik dan menyayangi !.
Perempuan berdarah Sulawesi ini tidak hanya aktif menulis
lepas diberbagai media cetak maupun
mengisi talk show diberbagai kota dan radio. Lebih dari itu Lusi WeES
bersama suaminya WeES Ibnoe Satu adalah pendiri Lembaga Rumah Donggeng Indonesia
( LRDI) sejak Maret pada tahun 1991 ( setelah menekuni dunia dongeng selama 4
tahun ). Tidak salah bila keluarganya lebih sering disebut sebagai keluarga
pendongeng.
Mendongeng baginya adalah sarana komunikasi batin dari
pendongeng kepada audiens, dari seorang guru kepada muridnya, dari orang tua
kepada anaknya dan dari siapapun untuk siapapun. Dengan mendongeng ada
informasi, kisah, pesan moral yang memancing daya imajinasi, kreativitas, pola
pikir, emosi batin, dan jalan ampuh untuk mempengaruhi seseorang tanpa terkesan
menggurui. Dongeng bisa menjadi terapi bagi para korban bencana maupun yang
sakit.
WeES Ibnoe Satu dalam bukunya Mari Mendongeng ( 2007)
menjabarkan sedikitnya ada 15 manfaat dari mendongeng
- Menjalin keakraban batin antara pendongeng dan pendengar.
- Mengembangkan perbendaharaan kata / ucapan dan pengetahuan.
- Mempertajam pendengaran dan kefokusan.
- Melatih kemampuan visualisasi kreatif.
- Mengenalkan sifat dan model tokoh melalui peran.
- Mempengaruhi bacaan ketika dewasa.
- Memory pola kebiasaan.
- Memelihara kekayaan budaya.
- Melatih berfikir rasional.
- Mempermudah menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan ( Berfikir Divergent : Mencari alternatif solusi).
- Pelepasan ekspresi, penyembuhan luka dan hiburan.
- Terapi korban kekerasan.
- Pola pengasuhan anak yang efektif.
- Menanamkan hal positif tanpa menggurui.
- Jalan melihat tumbuh kembang anak ( Melihat kedewasaan maupun nalar berfikirnya).
Sebagai pendongeng
dan pemerhati pendidikan, WeES Ibnoe Sayy mengklasifikasikan usia dengan gaya
mendongeng yang harus dicermati dan disesuaikan. Kisah, moral dan perasaan batin
tidak sekedar tersalurkan melainkan mampu memikat dan dijiwai oleh pendengarnya.
1. Bayi - 5 tahun
Cerita yang baik, menarik, singkat, tidak mengajak
berfikir tingkat tinggi karena masih dalam tahap berfikir konkrit, sesuaikan
dengan kisah yang diminta oleh anak, kurang lebih sepuluh menit.
2. 5 - 8 tahun
Sudah bisa dikenalkan kisah binatang,
berbau gender namun tetap sopan dan dalam bahasa yang sederhana dan ringkas, kurang lebih sepuluh
hingga dua puluh menit.
3. 8 - 12 tahun
Anak sudah bisa berfikir sedikit
lebih dewasa maka bisa disampaikan dongeng petualangan petualangan dan tidak
secara langsung memberikan penilaian tokoh baik dan buruk, membiarkan anak
menggali imajinasi berfikirnya.
4. Segala umur
Pendongeng harus memiliki banyak
kisah sebagai perbendaharaan dalam mendongeng agar bisa menempatkan dongeng
yang selaras dengan usia pendengar / audiens.
Lantas bagaimana penyampaian dongeng terhadap anak
berkebutuhan khusus? Pada dasarnya dongeng bukanlah kisah belaka namun unsur
komunikasi dan kepercayaan diri memegang alih tersampainya pesan dalam
mendongeng, kepada yang sehat maupun yang sakit, kepada yang belia maupun
dewasa dan lanjut usia, kepada yang normal maupun yang berkebutuhan khusus.
Mempelajari gaya bahasa orang orang dilingkungan anak ABK dan menerapkannya
saat mendongeng adalah cara handal
selain pendalaman kisah dan moral yang ingin disampaikan, menghidupkan sebuah
kisah, berlatih, mencari banyak literatur dongeng, memastikan tempat yang aman
dan nyaman, memfokuskan konsentrasi pendengar dan tidak memberi makanan,
minuman maupun apapun saat dongeng berlangsung dan mampu menyampaikan kisah
semenarik mungkin. Metode ini berlaku terhadap semua pendongeng baik untuk pendengar
normal maupun ABK, saat mendongengkan andk dirumah atau melalui public (
diatas panggung ). Akan tetapi lebih dikhususkan bagi pendongeng panggung untuk
mengikuti.
Workshop
mendongeng agar mengasah dan memperkokoh keahlian mendongeng. Sebab melalui
panggung dongeng dapat menjadi tontonan sekaligus tuntunan yang menarik dan
selalu dinantikan.
Dibutuhkan kesadaran dalam jiwa seorang
guru maupun orang tua untuk bisa menjadikan dongeng sebagai bsalah satu pola
mendidik dan mengajar. Sesibuk apapun pekerjaan orang tua setidaknya masih
tersisa waktu minimal lima belas menit untuk mendongengi anak sebelum tidur.
Adapun workshop maupun pelatihan mendongeng dalam lingkup sekolah
seharusnya diadakan minimal satu tahun sekali karena siswa yang sejak kecil
terbiasa menikmati dongeng akan tumbuh lebih dewasa, bijak, kreatif dan tidak introvet
atau pemalu. Mereka akan belajar menuai hikmah
dari setiap dongeng yang mereka terima. Oleh karenanya pendongeng sebaiknya
tidak serta merta menerjemahkan secara langsung pesan dari kisah yang disampaikan.
Ada baiknya memberikan kesempatan bagi pendengar untuk menangkap dan
menerjemahkan petikan hikmahnya, sesudahnya pendongeng dapat meluruskan dan
menyempurnakan jawaban.
Adapun beberapa dongeng yang bisa
disampaikan untuk usia anak anak selain cerita hewan, tumbuhan, pahlawan,
legenda kita juga bisa menyampaikan kisah berkarakter lainya seperti cergam karya
WeES Ibnoe Sayy diantaranya kisah
sebutir nasi, mawar yang sombong, semut pantang menyerah, tawon menangis, laba
laba yang sabar, sampah menumpuk dan kiamat dunia lalat.
Tahukah kita dongeng apa yang paling
indah? Dongeng tersebut adalah memperindah perilaku kita dimana pada saat
kapanpun gerak gerik kita bisa menjadi buah bibir yang baik maupun yang buruk.
Dengan menjadi orang yang menebar manfaat dalam meraih mimpi kelak pada saatnya
akan ada orang menceritakan jejak langkah kita. Akankah menjadi napak tilas
sejarah indah yang layak dikenang dan diteladani atau mungkin sebaliknya.
Nurhayati. 18
Februari 2019.
Dikutip dari berbagai
sumber ( Diskusi keren bersama Lusi WeES, penulis buku " Rumahku Negaraku", dan buku
" Mari Mendongeng" karya WeES
Ibnoe Sayy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar