Kamis, 29 Maret 2018

Mendidik Anak : Kesempatan Kita untuk Tumbuh dan Berkembang Bersama Mereka



Kemandirian adalah faktor penting dalam membentuk rasa percaya diri. Kemandirian adalah suatu kondisi yang terdiri dari gabungan kecerdasan dan tata nilai. Pada akhirnya, kemandirian menentukan daya saing seseorang. Kualitas inilah merupakan impian setiap orangtua untuk dimiliki anak-anaknya.

Kualitas yang dimaksud bisa kita indentifikasi, sebagai berikut : (1) naluri untuk bertahan ketika menghadapi masa-masa sulit; (2) keyakinan diri untuk mengungkapkan ide-ide baru, inovatif, dan berpotensi besar; (3) kesabaran untuk berhenti, berefleksi, dan membuat keputusan dengan bijaksana saat menghadapi dilema yang tak terduga; (4) kemampuan untuk berpikir lateral dan menemukan solusi yang mengejutkan atas masalah-masalah yang pelik; (5) keinginan untuk menyelesaikan masalah dengan pikiran terbuka dan cerdik; (6) keberanian untuk bertaruh pada saat yang tepat dan kekuatan untuk bangkit kembali serta mencoba lagi ketika menghadapi kegagalan (Simister, 2009).

Tak dapat disangkal lagi jika suatu kualitas dilahirkan dari seuatu yang berkualitas juga. Dimaksud disini adalah sebuah keluarga sebagai lingkungan terdekatnya. Kebiasaan-kebiasaan yang terjadi, komunikasi yang dibangun, dan pola asuh dalam keluarga akan sangat berpengaruh akan menjadi seperti apa seorang anak nantinya.

Orangtua dapat mengoptimalkan fungsinya dalam mengasuh anaknya dengan menjadi contoh bagi anak-anaknya, mendorong mereka untuk senantiasa berproses dengan memberikan apresiasi terhadap setiap progress yang dicapainya, dan tetap fokus pada pola asuh dengan memulai sejak awal serta dari hal kecil (Simister, 2009).

Memberikan contoh kepada anak, dapat dilakukan dengan membiasakan tidak berbohong ketika membujuk anak. John Ruskin mengatakan bahwa membuat anak-anak berkata jujur adalah permulaan pendidikan. Untuk itu, dalam berkomunikasi, kita sebagai orangtua harus menunjukan gestur, bahasa tubuh, raut muka, pilihan kata dan intonasi yang mudah dipahami oleh mereka. Sehingga komunikasi yang dilakukan harus dapat membangun citra diri yang positif. Komunikasi yang positif dapat mengembangkan kepercayaan diri anak. Anak yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi akan lebih mampu menghargai dan berempati terhadap orang lain (Dewayani, 2016).

Menanamkan kepercayaan diri menjadi bagian penting dalam proses tumbuh kembang anak. Kepercayaan diri anak sangat ditentukan oleh persepsi mereka mengenai bagaimana orang lain memandang diri mereka. Untuk itu, dengan memberikan kepercayaan bahwa mereka kreatif, kritis, terampil dalam memecahkan masalah dan membuat keputusan, akan mengasah mereka (Simister, 2009). Memberikan apresiasi terhadap keberanian mereka untuk mencoba dan mengimplementasikan kepercayaan kita, sangatlah berarti bagi mereka. Perlihatkan gambaran kepada mereka mengenai progress yang telah mereka lakukan dan bandingkan apabila mereka tidak melakukannya. Hal tersebut dapat menstimulasi anak untuk memotivasi dirinya agar terus berkreasi (self-creative motivated).

Pola asuh yang demikian dapat membentuk konsep diri bermuatan positif, sehingga anak tersebut merasa dicintai oleh orang-orang terhebat dalam hidupnya, merasa memiliki kemampuan untuk berhasil dan pada akhirnya mampu mengendalikan hidupnya sendiri, menjadi anak mandiri (Cline & Fay, 2009).

Bagaimanapun kemandirian adalah bekal dari orangtua kepada anak-anaknya dalam menyongsong masa depan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh orangtua kepada anak-anaknya agar dapat mengembangkan inisiatif dan memilki pemikiran berorientasi masa depan. Kita harus dapat membuka mata anak-anak kita untuk melihat berbagai pilihan, mengajari mereka untuk menyusun tujuan-tujuan yang jelas, mendorong agar mereka mengenali dirinya sendiri, memberikan banyak kesempatan untuk mengambil tanggung jawab dan menunjukan inisiatif, serta apapun hasilnya harus tetap menunjukan bahwa kita memercayai mereka sepenuhnya (Simister, 2009).

Mengingat luasnya kesempatan yang ada didunia ini, maka sangat mengejutkan penemuan dari Higher Education Statistic Agency (HESA) yang menunjukan bahwa betapa kurangnya informasi mengenai pilihan pendidikan yang dapat dipilih oleh anak-anak kita. Hal ini berkenaan dengan temuan lainnya dari World Economic Forum 2015 bahwa sistem pendidikan formal bisa menggerus potensi kecerdasan dan kreatiftas anak kita hingga tinggal tersisa 3% saja pada usia 25 tahun. Sehingga disini menunjukan betapa pentingnya peran orangtua dalam melatih anak-anaknya untuk dapat terus berpikir kritis sehingga mereka dapat terus melihat berbagai pilihan dalam hidupnya.

Pada usia 1-3 tahun dapat mulai belajar untu mandiri. Pada rentang usia ini, anak-anak sudah dapat membuat pilihan. Pada saat meninginkan sesuatu, mereka akan berusaha mengendalikan diri guna mencapai keinginannya tersebut. Namun, anak-anak yang tidak bisa mandiri pada rentang waktu ini, akan tumbuh jadi pemalu dan tidak percaya diri (Erikson, 1902). Mengingat sangat pentingnya pembelajaran tentang kemandirian pada kurun usia tersebut. Artinya, orangtua harus memanfaatkan masa batita (bawah tiga tahun) sebaik mungkin dengan, antara lain, melatih mereka untuk membuat keputusan sendiri. Tujuannya, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tak lain agar mereka terbiasa berpikir kritis.

Terhadap pilihan-pilihan yang dimilikinya, maka anak-anak ini harus diajari bagaimana menyusun tujuan-tujuan yang jelas, sehingga mereka memiliki gambaran dan berbagai pendekatan terhadap pilihan-pilihannya tersebut menurut tujuan yang telah mereka tetapkan. Saat mereka bertambah besar, secara bertahap, dampingi mereka dalam menyusun tujuan. Ajari mereka skala prioritas, berdasarkan ukuran seberapa penting dan frame waktu pengerjaannya. Dengan dibiasakan memiliki tujuan sejak dini, akan membantu mereka untuk mengenali potensi dirinya sendiri.


Orangtua yang membekali anak-anaknya dengan kemandirian adalah orangtua yang memberi kesempatan mereka untuk mempersiapkan masa depannya yang bahagia, produktif dan bertanggung jawab. Selain itu, dengan pola asuh ini, orangtua juga dapat tetap mersakan tumbuh dan berkembang bersama mereka, orangtua yang menjadi sahabat anak-anaknya.


Aris Munandar. Pegiat di Komunitas Matahari Pagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"bersinar bersama dan menyinari kebersamaan"