“Aku adalah bintang”, kalimat tersebut merupakan mantera ampuh pembawa energi, memampukan diri membuat persepsi positif, bahwa setiap individu dapat dan bisa melejitkan potensi. Namun pertanyaan muncul kemudian “apa potensi saya?”, “saya merasa tidak hebat dalam matematika, pun juga demikian dalam linguistik, merasa bicara saya tersendat-sendat di depan umum”.
Marilah keluar dari paradigma lama,
bahwa kecerdasan bukan hanya soal angka, teori kecerdasan majemuk telah lahir.
Penelitian otak masa kini telah menawarkan pandangan lebih luas mengenai
kecerdasan. Otak adalah mesin kecerdasan sebut Hawkins dan Blakesle. Jika
kecerdasan seluas rahasia “alam semesta” otak, maka kecerdasan tidak hanya
sebatas angka-angka hasil tes. Kecerdasan memungkinkan suatu kesinambungan yang
dapat dikembangkan seumur hidup. Dewasa ini ada delapan kecerdasan yang baru
diketahui; linguistik, logis-matematika, visual-spasial, musik, kinestetis,
interpersonal, intrapersonal, naturalis. Jika arti kecerdasan demikian luas,
maka setiap orang dapat mendulang potensi serta berkarya dibidangnya. Namun
tentu saja untuk menyokong potensi di atas perlu diimbangi dengan kecerdasan
emosionalnya, agar kokoh dan lentur dalam menghadapi tekanan.
Seseorang dapat melejitkan
potensinya tentu dengan perjuangan. Melewati rintang dan hadang, tekanan
sangatlah berat, tak jarang menemukan persimpangan bahkan jalan buntu. Jika
demikian bermodalkan potensi saja, apakah cukup? Kecerdasan emosi mempunyai
peran penting dalam meniti langkah demi langkah. Agar ketika kita melaju
kencangpun, emosi tidak menjadi kendali utama.
Maka tujukan lampu sorot itu kepada
diri sendiri, jadilah pembuat skenario dan peran utamanya, rancang dan bangun
sesuai dengan VISI, mari bertanggung jawab atas desain serta wujud karya. Ambil
kendali atas diri, sehingga tercipta aksi bukan reaksi.
Faktor yang menjadi penentu dalam membuat
rancangan adalah kesadaran. Jika kesadaran masih berada diambang batas nyata,
atau dalam artian belum muncul menjadi landasan gerak, maka retas pemikiran
dengan jalan “merujuk kepada hari akhir”, kembali menentukan tujuan serta peta
untuk sampai ke sana. Jadikan impian sebagai proyek besar yang harus digapai dalam
hidup. Mulai langkahkan kaki, berlari dan melompat, tuntaskan sasaran demi
sasaran, jatuh bangun merupakan harga yang harus dibayar dalam setiap kemauan,
karena surut sama dengan sia-sia.
Hazar
Widiya Sarah. Pengasuh Rubrik Rambu Jalan, Penulis,
Konselor, Guru Bahasa Indonesia di salah satu SMA Swasta, Co-founder Komunitas
Matahari Pagi, Pengelola Aris Munandar Library, Chief of Editor Penerbit
Matahari Pagi, Mentor Kelas Literasi Matahari Pagi, Kontributor Tetap www.mataharipagi.tk, Komisaris CV
Matahari Pagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar