Selasa, 14 November 2017

AWAL YANG PANJANG : SURAT UNTUK DANIAH DAN MENGOLEKSI BATU, MENGHAYATI ALAM

Surat untuk Daniah.


the Daniah way adalah salah satu sub dari Kelas Matahari Pagi. Daniah adalah nama anak pertama kami, seorang anak perempuan. the Daniah way adalah istilah yang kami gunakan untuk menamai bagaimana kami mendidik supaya dia bisa menjalani hidupnya. Ini merupakan bentuk lain dari Kurikulum Daniah yang kami susun. Kurikulum pertama yang kami susun adalah Kurikulum Bimbingan Belajar Pola Asuh Daniah Farrah. Kurikulum itu disusun untuk menunjang tumbuh kembang Daniah dari 0 sampai dengan 2 tahun. Isinya terdiri dari aspek motorik kasar, motorik halus, komunikasi dan sosial. Cara kerjanya adalah kami harus memberikan stimulus-stimulus yang tepat dan membandingkan responnya. Apakah responnya itu sesuai/memenuhi parameter yang telah kami tetapkan atau tidak. Hasil pengukuran tersebut kami jadikan bahan evauasi guna memperbaiki rencana stimulus-stimulus seperti apa yang akan kami berikan berikutnya.

Pada usia 2 tahun, kami melakukan evaluasi atas pencapaiannya. Hasilnya, dia menunjukan tanda-tanda memiliki talenta khusus, terutama dalam hal artistik musikal, visual spasial, logika matematika dan verbal linguistik. Dia mampu menangkap konsep abstrak dengan baik dan imajinasinya terdefinisikan dengan jelas. Kongkritnya, dia mencapai tonggak perkembangan (milestone) lebih awal dari parameter yang kami telah tetapkan. Untuk menampung tanda-tanda khusus tersebut, maka kami sepakat untuk menerapkan konsep kecerdasan majemuk pada kurikulum selanjutnya.

Akhirnya kami berhasil menyusun kurikulum Daniah yang diberi nama Kurikulum Daniah : Fase pembentukan (2-6 tahun) berbasis kecerdasan majemuk. kurikulum tersebut memg integrasikan kompetensi PAUD, yang kami sebut sebagai kompetensi inti, dengan konsep kecerdasan majemuk tadi. Pertimbangan kompetensi PAUD kami jadikan sebagai kompetensi inti dengan pertimbangan untuk lebih memudahkan evaluasi kami terhadap tumbuh kembang Daniah dengan anak-anak usia sebayanya. Kompetensi PAUD tersebut terdiri dari aspek bahasa-sosial-emosional, matematika, etika dan moral, lingkungan dan alam, kesehatan, psikomotor, seni dan budaya.

Namun bukan saja kami bermaksud untuk memaksimalkan perkembangan intelektual anak yang pada rentang usia tersebut bisa mencapai 50%-80%. Bukan pula untuk mengoptimalkan pertumbuhan fisik pada rentang usia yang sama bisa mencapai 25%-85%. Tetapi kami menginginkan pula pada perkembangan psikologisnya, dari fase id, ego dan super ego, Daniah memiliki satu benang merah yang mengikatnya erat. Kami ingin dia menyadari dan menikmati perkembangan psikologisnya tersebut. Kami ingin Daniah memiliki psikologis yang kuat sebagai rumah besar bagi etika dan moralnya. Sehingga konsep etika dan moral bukan merupakan busa-busa air liur propaganda yang berbau busuk. Nilai-nilai tersebut merupakan landasan kokoh yang menopangnya dalam berpikir, berbicara, bertindak, berperilaku dan bersikap. Darinya terpancar sinar terang integritas dan kehormatan diri.

Permasalahannya, bagaimana menunjukan pada Daniah mengenai benang merah tersebut?. Tentu saja dengan mengatakannya. Maka pada tanggal 28 April 2017, aku membuat surat untuknya. Isinya seperti berikut ini :



Sukabumi, 28 April 2017

Teruntuk Daniah,
Sang anak panah zaman cemerlang.


Nak, hari ini transformasi budaya yang telah kita canangkan telah memasuki fase baru.

Buku Matahari Pagi, Sehimpun Puisi adalah tonggak awal, titik balik, prasasti untuk kita. Itu merupakan mata rantai penghubung kita dengan perjuangan leluhur kita.

Project berikutnya, the Daniah way adalah tarikan busur supaya engkau sang anak panah zaman cemerlang bisa melesat merobek dimensi.

Kami sudah tidak sabar untuk bisa mendiskusikan arsitektur peradaban masa depan.


Kami menunggumu,

Tertanda.

Bapak dan Ibu.

Catatan :
Sang anak panah zaman cemerlang adalah istilah yang ada dalam puisi berjudul Mengeja Daniah dalam buku Matahari Pagi, Sehimpun Puisi. Istilah itu juga merujuk pada generasi Indonesia Emas 2045.



Kapan kami bisa berdiskusi dengan Daniah? Ada kekhawatiran lain lagi yang menyelimuti kami. Kami takut jika seiring Daniah remaja, kami tidak bisa mengimbangi frekuensi komunikasinya lagi. Kami cemas jika akan ada tembok diantara kami dan Daniah sebelum kami bisa berdiskusi dengannya. Kami tidak bisa berharap banyak pada Kurikulum yang telah kami susun dengan menyodorkannya. Ada kemungkinan dia tidak memahami maksud kami, meskipun kurikulum tersebut sudah kami susun sangat flesibel mengadopsi kurikulum PAUD-nya Finlandia (yang katanya memiliki sistem pendidikan terbaik didunia pada saat ini). Apapun itu, tetap saja masih terasa kaku. Meskipun diusahakan untuk bisa menjadi holistik integratif.

Hingga pada suatu waktu, aku teringat akan cerita Sherlock Holmes. Sherlock dan Watson. Pemeran utamanya Sherlock, tentu saja. Namun, petualangan Sherlock diceritakan dari sudut pandang sahabatnya, Watson. Watson membuat petualangan Sherlock terkenal lewat tulisannya. Ya, dari cerita itu aku akhirnya mendapat inspirasi.

Aku akan berperan sebagai Watson dan Daniah sebagai Sherlocknya. Dalam istilah Daniah, aku asistennya dan dia menjadi pemimpinnya. Aku akan menuliskan petualangan-petualangan Daniah. Petualangan-petualangannya itu merupakan representasi dari pola asuh kami yang mengacu pada kurikulum yang kami buat. Maka aku akan menuliskan petualangan dia dari sudut pandangku. Sudut pandangku artinya harapan-harapan, maksud dan jangkauan-jangkauanku dalam memaknai pada petualangannya.

Tulisan-tulisanku ini, yang dinamai the Daniah way, adalah petunjuk-petunjuk langsung mengenai benang merah dalam proses pembentukan psikologisnya. Benang merah dari fase id, ego dan super egonya. Aku ingin dia membentuk, mendefinisikan konsep dirinya secara utuh, koheren, dan paripurna. Aku ingin dia tidak menemui missing link, sebaliknya aku menunjukannya benang merah. Aku ingin saat dia mereflesikan, saat dia berkontemplasi, ada tautan dengan kami, dengan leluhur-leluhur kami.

Melalui tulisan-tulisan ini, cerita-cerita ini, kisah-kisah ini, aku ingin benang merah itu tersampaikan. Aku ingin menjadi Watson baginya, si Sherlock. Aku ingin selalu menjadi sahabat baginya. Aku ingin teman berdiskusinya. Untuk itu, jalananan telah dibuka. Aku dan dia mulai dengan langkah pertama. Seperti pada hari itu, dalam cerita berikut ini.

Mengoleksi Batu, Menghayati Alam.



Hari ini sangat cerah. Matahari bersinar terang disekeliling awan-awan seputih kapas. Semilir angin menjadikannya sedikit sejuk. Daniah mendatangiku dengan langkah-langkah yang pasti dan semangat yang sangat terlihat. Dia mengemukakan keinginannya untuk mengoleksi bebatuan. Bukan batu-batu yang sudah dipahat atau dibentuk oleh tangan manusia. Tetapi jenis batu kaya dengan detail estetika, seperti tekstur dan atau warna yang khas.



Gagasan Daniah untuk mengoleksi batu tersebut mengingatkanku pada suiseki. Suiseki merupakan kata dalam bahasa Jepang yang berarti “batu air”. Istilah ini digunakan untuk merujuk pada tradisi mengumpulkan dan mengapresiasi batu sekaligus untuk menyebut batu koleksi itu sendiri. Suiseki merupakan salah satu di antara banyak seni estetika tradisional Jepang.


Sebenarnya jika ditelusuri lebih jauh, bentuk seni ini diduga berasal dari Tiongkok. Orang Tiongkok dikenal telah memiliki tradisi apresiasi pada batu yang terbentuk secara alami selama lebih dari dua ribu tahun, yang disebut gongshi. Gongshi yang setara dengan Suiseki masih dihargai di Tiongkok dan sering dipamerkan pada berbagai kesempatan.




Kemudian kami menghabiskan siang itu untuk mencari batu sesuai dengan kriteria yang diinginkan oleh Daniah. Setelah batu yang terkumpul dirasa sudah cukup, kemudian Daniah mencucinya hingga bersih. Dia mencuci batu-batu yang akan menjadi koleksinya sendiri. Sambil bermain gelembung sabun tentunya. Proses mencuci batu itu menghabiskan waktu hingga sore.




Setelah batu-batu bersih dan kering, Daniah menyusunnya. Yang menarik, batu-batu itu dia susun dengan bentuk abstrak. Dia tidak mengambil bentuk tanaman, hewan, dan figur-figur lainnya. Bentuk abstrak dan mendeskripsikannya membutuhkan daya imajinasi tersendiri.

Pertama, Daniah membentuk berbagai susunan batu berundak. Dia mengkombinasikan susunan batu dengan balok untuk mendapatkan susunan yang diinginkannya. Tidak berhenti dengan eksperimen bentuk, susunan dan kombinasi, Daniah melakukan percobaan lain.

Percobaan kedua adalah cahaya. Daniah mencoba berbagai intensitas cahaya, mulai dari yang terang sampai yang lebih redup. Dia memberi istilah “cahaya ceria” untuk yang terang dan “cahaya magis” untuk yang redup. Dia terlihat cukup puas atas keberhasilan percobaan cahayanya.

Daniah mengakhiri eksperimennya dengan membuat lanskap. Dia membentangkan imajinasi akan alam menjadi suatu horison bebatuan diantara tanaman dan bunga-bunga. Dia membuat miniatur suatu lembah yang sejuk dan nyaman. Menutup eksperimennya dengan pose damai berlatar cakrawala batu-batu koleksinya.



Kacamata Watson.

Mengoleksi batu yang Daniah lakukan, aku maknai, bukan sekedar mengumpulkan dan menyimpannya saja. Sepertihalnya suiseki ataupun gongshi sebagai budaya yang dihasilkan oleh interaksi antara manusia dengan alam. Mengapresiasi batu yang dibentuk oleh alam, sama dengan mengapresiasi keberadaan alam bagi kelangsungan hidup kita. Bukankah saat ini miskin akan apresiasi? Pengenalan dan pembiasaan apresiasi merupakan penanaman karakter yang mulia bagi anak-anak kita. Ibarat permata koh i noor pada mahkota etika dan moral. Apresiasi adalah bentuk terbaik dari persamaan dan persaudaraan, karena kita tidak bisa membayangkan persatuan seperti apa tanpa adanya persamaan dan persaudaraan. Persatuan mensyaratkan adanya penghargaan.

Sepertihalnya kebudayaan-kebudayaan yang didefinisikan dari kearifan alam, seperti kebudayaan Tiongkok dan Jepang, begitu pula kebudayaan Sunda. Budaya Sunda, sebagai salah satu bagian dari kebudayaan Indonesia, mengutamakan keselarasan hidup dengan alam sehingga mengkristalkan satu sikap utama yakni silih asih, silih asah dan silih asuh. Keutamaan sifat welas asih kepada seluruh mahluk, saling memperbaiki diri melalui dialektika pendidikan dan keilmuan, dan saling melindungi. Sebuah kepercayaan, persamaan, persaudaraan, penghargaan dan persatuan.

Mengoleksi batu mengandung pengalaman berkesenian Daniah secara emosional, praktis dan kognitif. Dia menuangkan kreatifitas, imajinasi dan ekspresi terhadap koleksinya tersebut. Selain itu mendiskusikan dan mempresentasikan karyanya dalam bentuk simbol dan metafora kepada kami adalah suatu aspek tersendiri yang tergali.

Diskusi kami, aku dan Daniah, serta presentasi dirinya mengenai koleksi bebatuan itu aku tanggapi sebagai refleksi pemikiran dan emosi Daniah berupa perasaan, harapan, pendapat, hasil pengamatan dan pengalaman dirinya.

Mencari, mengoleksi, menginterpretasi dan mengapresiasi bebatuan yang dilakukan Daniah merupakan kegiatan eksplorasi terhadap lingkungan dan alam. Pengalaman tersebut akan memberikannya pengalaman dan kesan, sehingga membentuk hubungan emosional antara Daniah dengan lingkungan dan alam tersebut. Mengoleksi batu, sebagai kegiatan yang mendekatkan diri (penghayatan) kepada alam, merupakan pemahaman yang akan berperan penting dalam perjalanan hidupnya. Pemahaman alam dengan mendefinisikannya secara verbal dan simbolik akan membentuk komitmen yang kuat pada diri Daniah dalam menjaga kelestarian lingkungan dan alam.

Aku membayangkan suatu saat ketika Daniah membaca ini semua, mungkin dia akan menganggap jika ini terlalu berlebihan dan mengada-ada. Tapi bukan itu intinya, pointnya adalah dia memiliki hak penuh atas hidupnya. Dia berhak menjalani hidupnya sesuai dengan apapun keinginannya. Dia berhak menjadi dirinya sendiri dan dia hanya perlu menjadi dirinya sendiri. Dia perlu tahu jika kami saja, aku dan ibunya, tidak pernah memberinya tali kekang maka tak ada seorangpun yang boleh merasa berhak atas hidupnya. Hanya dia yang boleh memimpin hidupnya sendiri.

Seperti yang sering dia tegaskan jika dia yang menjadi pemimpinnya. Jadi, aku membiarkan dia memimpin kemana arah kecerdasannya berkembang. Dan peranku sudah dia tetapkan, yakni sebagai asisten. Aku hanya membantu dan mengawasi kemauan imajinasinya. Tanpa menyela dan mengambil alih. Karena pada akhirnya, dia harus melanjutkan pekerjaan-pekerjaan kita yang jauh dari kata selesai. Pada saatnya dia akan berjalan didepan kita. Dan itu telah dimulai dari sekarang.


Aris Munandar. Penulis, Kontributor utama www.mataharipagi.tk, Pendiri Komunitas Matahari Pagi, Pengelola Aris Munandar Library, Penggagas TDW Program, CEO CV Matahari Pagi, editor di Penerbit Matahari Pagi.


Referensi :
1.      Kurikulum Daniah Farrah : Fase pembentukan (2-6 tahun) berbasis kecerdasan majemum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"bersinar bersama dan menyinari kebersamaan"