Judul tulisan
ini tentu saja diambil dari judul buku Novel Baswedan : “Biarlah Malaikat yang
Menjaga Saya”. Buku biografi Novel, salah seorang penyidik senior KPK, ditulis
oleh Zaenuddin HM atau ZHM dan diterbitkan oleh Mizan. Dengan mengganti kata
“saya” menjadi “kita” dimaksudkan untuk menghadirkan sosok Novel sepertihalnya
kita, namun memiliki integritas yang kokoh meskipun dihujani berbagai teror. Tulisan
ini berdasarkan pengalaman saya mengikuti pelatihan Tali Integritas, pengalaman
menghadiri bedah buku dan pengalaman membaca bukunya itu sendiri.
Menurut ZHM
bahwa teror yang dihadapi oleh Novel dimulai jauh sebelum menjadi penyidik KPK
dan ZHM menjanjikan dalam buku yang ditulisnya ini akan banyak mengungkap hal
mengenai Novel yang belum diketahui publik. Dalam prolognya, Haris yang
menegaskan bahwa buku ini bukan sekedar mengupas sosok Novel yang pantas
dijadikan sebagai role model,
melainkan juga perlawanan terhadap korupsi sebagai kejahatan luar biasa harus
menjadi perjuangan setiap orang.
Buku ini dimulai
dengan gambaran yang dramatis mengenai penggeledahan yang dilakukan oleh KPK
terhadap Direktur Korlantas Polri. Dimana peristiwa itu ditengarai sebagai asal
muasal adanya teror terhadap Novel dan merupakan pemicu kasus Cicak vs Buaya
jilid 2. Hal tersebut, senada dengan uraian dari Haris.
Saya punya
penemuan lain ketika membaca buku ini. Mungkin iya, penggeledahan yang
dilakukan oleh KPK (didalamnya ada Novel yang memimpin penyidikan kasus
simulator SIM) terhadap Direktur Korlantas Polri. Sehingga dengan itu, Novel dianggap
“berkhianat” terhadap “korps” oleh sebagian koleganya (halaman 35). Perlu
diketahui jika Novel merupakan penyidik KPK yang berasal dari unsur Polri.
Tetapi, temuan lain saya itu, adalah adanya teror yang diterima oleh Novel
merupakan risiko dari integritas yang dimilikinya. Dari mana integritas
tersebut berasal? Dijawab dengan flashback pada masa ketika Novel dilahirkan.
Integritas yang
dimiliki oleh Novel merupakan buah dari pendidikan keluarga. Novel bukan saja
salah seorang keturunan pahlawan nasional, AR Baswedan, tapi standar pendidikan
di keluarga Baswedan banyak melahirkan sosok-sosok yang berintegritas.
Pendidikan keluarga yang seperti apa sehingga dapat melahirkan sosok
berintegritas? Pendidikan yang berpijak pada kesederhanaan, empati dan
religius. Hal tergambar dari mulai masa kecil Novel, masa sekolah, Akpol, menjadi
polisi, hingga memutuskan memilih sebagai pegawai tetap di KPK (Bab 2-5). Yang
ingin saya katakan adalah integritas bisa dimiliki siapa saja, dari institusi
mana saja, bahkan oleh orang biasa seperti kita sekalipun.
Kenapa saya
berani menyimpulkan demikian? Karena jauh sebelum menjadi penyidik KPK pun
Novel telah sering diteror. Sebut saja ketika Novel memberantas perjudian dan illegal logging, keduanya di Bengkulu. Dikisahkan
dalam buku ini, setelah Novel di KPK, teror itu semakin menjadi-jadi karena
banyak kasus besar yang berhasil diungkap oleh Novel, seperti kasus suap
pemilihan Deputi Gubernur BI, kasus Hambalang, kasus simulator SIM, dan yang
paling hangat adalah korupsi e-KTP (Bab 6 & 8). Apa rahasia keberhasilan
Novel dalam mengungkap kasus-kasus besar tersebut?
Bambang
Widjojanto – mantan komisioner KPK mengungkapkan rahasia keberhasilan Novel dan
juga penyidik-penyidik KPK lainnya dalam mengungkap kasus. Yaitu : teamwork; proses dilakukan secara
cermat, terperinci utuh, matang dan prudent.
Hal tersebut ditunjang oleh komitmen yang tinggi terhadap upaya pemberantasan
korupsi, independen, pengetahuan dan kompetensi yang memadai (Bab 7).
Dalam
wawancaranya dengan ZHM, Novel mengungkapkan bahwa dia menemukan adanya oknum
pengusaha besar yang mengendalikan negara, mengendalikan pejabat-pejabat utama
di eksekutif, legislatif dan yudikatif (Bab 16). Bahkan, dalam epilognya, Prof
Mochtar menyampaikan secara tajam bahwa ketidakseriusan penanganan kasus Novel bisa
dilihat sebagai sebuah persekongkolan jahat.
Sedikit mengutip
materi presentasi Firman Hadiansah – Ketua Forum TBM yang berjudul “Membangun
Generasi “L” melalui Pendidikan Antikorupsi” bahwa salah satu karakteristik TBM
adalah gerakan budaya. Yang dimaksud disini bukan sekedar kekuatan untuk unjuk
rasa, bahkan lebih dahsyat dari itu. TBM-TBM dapat melahirkan generasi baru
yang juga sanggup menghantam “kelainan” integritas generasi alay, sekaligus
akan menggerus persekongkolan jahat tindakan korupsi. Karena kelemahan
integritas generasi muda sama berbahayanya dengan kejahatan luar biasa seperti
korupsi dan atau narkoba, yaitu sama-sama mengancam masa depan bangsa.
Generasi baru
tersebut adalah generasi literat atau Gen L. Yaitu generasi yang rasional,
kritis terhadap gelombang informasi, memiliki kepekaan sosial dan memiliki
INTEGRITAS yang tinggi. Tinggal masalahnya bagaimana kita bisa bersinergi dalam
menghadapi minat baca yang masih rendah dan kemampuan menulis yang apa adanya,
sedangkan tantangan zaman sudah menuntut kita beraksi dengan literasi
fungsional. Seperti jawaban Prof Mochtar atas pertanyaan saya, kita harus terus
menempa diri dengan ilmu pengetahuan hingga menemukan kesalehan sosial. Itulah
semangat yang bisa melintasi generasi, yaitu nyala abadi semangat anti korupsi.
Aris
Munandar. Pegiat di Komuitas Matahari Pagi
*) Tulisan ini pertama kali dimuat di
www.mataharipagi.tk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar