Selasa, 12 Juni 2018

KARENA BUKAN NABI, MAKA TAN BERSAJAK




Judul                     : Tolong Beri Judul Sajakku, Sajak-Sajak Tan Pajar
Penulis                  : Tan Pajar
Penerbit                : LkiS Pustaka Sasta, 2018
ISBN                     : 978-602-6610-60-7

Hujan

Cobalah benar-benar kau rasakan
Sesekali biarkan ia menjilati tubuhmu tanpa jeda
Biarkan, dan rasakan

Jakarta, 19 Oktober 2017

Nikmati saja! Demikianlah makna yang tersirat dalam sajak karya Tan Pajar tersebut. Makna yang senada dengan yang dikatakan oleh Jimmy S Johansyah mengajak kita untuk mengapresiasi ketulusan dan keikhlasan seorang penulis.

Buku ini berisi kumpulan impresi seorang Tan terhadap peristiwa dan fenomena yang ditemuinya. Impresi yang hadir dalam lelah, air mata, kesepian, kerinduan, kekecewaan dan cinta. Impresi yang hadir di jalanan, pelabuhan, hutan, rumah duka, ruang kelas, angkot, peron kereta, gerbong, terminal, bis, kapal, perpustakaan dan dimana saja. Impresi Tan adalah impresi gelora muda, bugar dan lugu. Ini diamini oleh Jimmy yang mengatakan jika Tan terlalu akomodatif terhadap ide tetapi kurang peduli terhadap diksi. Padahal dengan impresinya tentang kehidupan, ketuhanan dan sosial, serta responnya “tulis saja”, sebenarnya Tan tidak sekedar menugasi dirinya “hanya menulis” tetapi juga berkontemplasi.

Kontemplasi yang dimaksud disini menjadikan sajak Tan lebih dari tulisan, melainkan menjadikannya sebuah persembahan. Orkestrasi euphoni maupun cacophony seolah tereduksi oleh ekspesi Tan yang sarat retorika. Jalan lurus yang langsung mengajak kita berpikir dan memetik makna (making meaning). Pertunjukan etos kesederhanaan membingkai sikap kepeduliannya.

Pada fragmen awal sajak-sajaknya bernama “HI”, Tan menggoreskan perkenalannya akan kepekaan. Pada sajak “Prosais Tiga”, kepekaan tersebut semakin dalam. Tan seolah sedang meminjamkan penglihatannya kepada kita untuk melihat setiap peristiwa dan fenomena yang ditangkapnya, kemudian dapat kita proyeksikan sebagai bagian dari dunia yang “utuh”.

“BERANAK” bukan saja fragmen yang keseluruhan sajaknya berjudul “Tolong Beri judul Sajakku”, melainkan fragmen dimana Tan menunjukan diri yang sebenarnya. Tan yang seorang homo socius, yang komunikatif dan mudah terhubung. Dia membuka lebar gerbang persfektifnya untuk kita masuki, disanalah impresinya dapat kita temui. Tan seolah tidak mau merenungi impresi tersebut sendirian, dia lebih memilih menjadikannya sebagai milik bersama. Tan sebagai manusia yang merupakan bagian dari umat manusia.

Oleh karena bagian dari umat manusia, Tan tidak terbentuk secara linear. Dia dibentuk dengan berbagai tumbukan berbagai ide dan gagasan. Tumbukan-tumbukan tersebut disebutnya sebagai “HADIAH”. Bercerita mengenai dialektika Tan dengan sosok-sosok yang mempengaruhinya. Disana hadir mulai dari Tjandra Malik, Chairil Anwar, Dee, WS Rendra sampai dengan yang tidak saya kenal, bahkan misterius.

Akhirnya fragmen “PERSFEKTIF” dan “TIGA PULUH, SATU” membawa kita pada sepktrum ujud Tan dalam lautan testimoni. Tan yang sarat budi pekerti, aliran jiwa yang telah memasuki kanal ilham. Tan sebagai karya yang patuh pada petuah pak Sapardi : “Karena kita bukan nabi yang bersabda, bersajaklah!.

Aris Munandar. Pegiat di Matahari Pagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"bersinar bersama dan menyinari kebersamaan"