Rabu, 27 Maret 2019

Dr Hermawan: Menulis Cerpen Jangan Teoritis



Menulis cerpen jangan menggunakan konsep teori agar bisa mengembangkan imajinasi dan tidak terbunuh ide dan gagasan sehingga akan melahirkan tulisan yang tidak kaku. Hal itu dikatakan Dr. Hermawan, M.Hum dalam acara Bincang literasi mengangkat tema penulisan cerpen di  Pasirpengaraian, Ahad (24/3/2019). "Hasil survey beberapa sekolah kebanyakan guru fokus pada teori yang ada pada buku pelajaran sehingga konsep menulis cerpen menjadi tak berkembang dan imajinasi kaku. Hal ini menyebabkan anak menjadi malas dan bosan dalam menulis," jelas Hermawan. Menulis seperti Putu Wijaya dengan menggunakan objek yang dilihatnya dan dimana pun ia menulis dengan tidak pernah memikirkan bentuk tulisan, sebab bila terpaku dalam teori dan bentuk tulisan tidak akan berkembang bahkan mati ide.

Disela perbincangan Hermawan juga mengungkapkan bahwa menulis merupakan proses dari membaca alam yang berpedoman "Alam Takambang jadi Guru" maknanya sangat luas bahwa kita belajar pada alam yang menyajikan berbagai fenomena. Alam terbentang luas senantiasa mengabarkan sebuah kearifan’. Sejatinya pepatah atau ungkapan filosofi ini mengandung makna, pertama menunjukan sikap seseorang terhadap tanggung jawab yang seharusnya ia laksanakan dalam rangka pengembangan potensi diri. Kedua ungkapan ini bermakna menunjukan kepada kita apa sesungguhnya sumber dari pengetahuan, teknologi dan keterampilan sehingga sumber daya manusia bisa berkembang dan cerdas wawasan. Inilah yang diterapkan banyak penulis dan sastrawan seperti A.A. Navis. Sutardji Calzoum Bahri, Iwan Simatupang, Hamka, dan lain sebagainya. Apapun bentuknya membaca hal yang terpenting  sehingga imajinasi berkembang dan tulisan kita semakin baik.

Kegiatan perdana yang diagendakan oleh pegiat Literasi Rokan Hulu (PLR) dan akan menjadi kegiatan rutin setiap bulannya untuk menggairahkan semangat dan motivasi dalam gerakan literasi di Rokan Hulu. Diskusi seperti ini sangat diperlukan memancing ide dan gagasan yang akan dituang dalam pola rasa, pola pikir dan pola kata bagian literasi. Pertanyaan dari peserta pun tak kalah seru dan antusias. Mengupas kegalauan dan kendala kepenulisan yang sering mentok di tengah perjalanan menuangkan ide dan gagasan dalam kepenulisan cerpen. "Saat ide sudah ada dan memulai menulis pada tengah perjalanan sering kehilangan ide sehingga tulisan tidak terselesaikan," ungkap Wahyu Sabrinaldi mahasiswa STKIP Rokania. Menulis dengan memikirkan teori inilah yang menyebabkan kebebasan penulis dibunuh. Bahkan sering tak menyelesaikan tulisan dari kungkungan teori.

Akhir dari bincang literasi ditutup dengan menarik simpulan oleh Nirma Herlina, C.Ht, M.Pd. sebagai moderator "Kemana dan dalam bentuk apa kelak sebuah ide itu menjadi, biarkan pembaca yang menilainya. Di atas semua itu, banyaklah membaca untuk bisa mengupgrade karya. Lalu berlapang dada menerima kritikan dari pembaca dan ahlinya," pungkasnya. (SY)

1 komentar:

  1. Dengan kata lain.. Cerpen harus penuh imajinasi , ilmu yang bermanfaat

    BalasHapus

"bersinar bersama dan menyinari kebersamaan"