Menulis cerpen jangan menggunakan konsep teori agar
bisa mengembangkan imajinasi dan tidak terbunuh ide dan gagasan sehingga akan
melahirkan tulisan yang tidak kaku. Hal
itu dikatakan Dr. Hermawan, M.Hum dalam acara Bincang literasi mengangkat tema
penulisan cerpen di Pasirpengaraian,
Ahad (24/3/2019). "Hasil
survey beberapa sekolah kebanyakan guru fokus pada teori yang ada pada buku
pelajaran sehingga konsep menulis cerpen menjadi tak berkembang dan imajinasi
kaku. Hal ini menyebabkan anak
menjadi malas dan bosan dalam menulis," jelas Hermawan. Menulis seperti Putu Wijaya
dengan menggunakan objek yang dilihatnya dan dimana pun ia menulis dengan tidak
pernah memikirkan bentuk tulisan, sebab bila terpaku dalam teori dan bentuk
tulisan tidak akan berkembang bahkan mati ide.
Disela perbincangan Hermawan
juga mengungkapkan bahwa menulis merupakan proses dari membaca alam yang
berpedoman "Alam Takambang jadi Guru" maknanya sangat luas bahwa kita
belajar pada alam yang menyajikan berbagai fenomena. Alam terbentang luas senantiasa mengabarkan sebuah
kearifan’. Sejatinya pepatah atau ungkapan filosofi ini mengandung makna,
pertama menunjukan sikap seseorang terhadap tanggung jawab yang seharusnya ia
laksanakan dalam rangka pengembangan potensi diri. Kedua ungkapan ini bermakna
menunjukan kepada kita apa sesungguhnya sumber dari pengetahuan, teknologi dan
keterampilan sehingga sumber daya manusia bisa berkembang dan cerdas wawasan. Inilah
yang diterapkan banyak penulis dan sastrawan seperti A.A. Navis. Sutardji
Calzoum Bahri, Iwan Simatupang, Hamka, dan lain sebagainya. Apapun bentuknya membaca hal yang
terpenting sehingga imajinasi berkembang
dan tulisan kita semakin baik.
Kegiatan perdana yang diagendakan oleh pegiat Literasi
Rokan Hulu (PLR) dan akan menjadi kegiatan rutin setiap bulannya untuk
menggairahkan semangat dan motivasi dalam gerakan literasi di Rokan Hulu. Diskusi
seperti ini sangat diperlukan memancing ide dan gagasan yang akan dituang dalam
pola rasa, pola pikir dan pola kata bagian literasi. Pertanyaan dari peserta
pun tak kalah seru dan antusias. Mengupas kegalauan dan kendala kepenulisan
yang sering mentok di tengah perjalanan menuangkan ide dan gagasan dalam
kepenulisan cerpen. "Saat ide sudah ada dan memulai menulis pada tengah
perjalanan sering kehilangan ide sehingga tulisan tidak terselesaikan,"
ungkap Wahyu Sabrinaldi mahasiswa STKIP Rokania. Menulis dengan memikirkan
teori inilah yang menyebabkan kebebasan penulis dibunuh. Bahkan sering tak
menyelesaikan tulisan dari kungkungan teori.
Akhir dari bincang literasi ditutup dengan menarik
simpulan oleh Nirma Herlina, C.Ht, M.Pd. sebagai moderator "Kemana dan dalam bentuk apa kelak
sebuah ide itu menjadi, biarkan pembaca yang menilainya. Di atas semua itu,
banyaklah membaca untuk bisa mengupgrade karya. Lalu berlapang dada menerima
kritikan dari pembaca dan ahlinya," pungkasnya. (SY)
Dengan kata lain.. Cerpen harus penuh imajinasi , ilmu yang bermanfaat
BalasHapus