“Pendidikan Keluarga adalah Pendidikan
Masa Depan” (WeES Ibnoe Sayy, 2007).
Mari Mendongeng adalah buku karya Kak WeES terbitan
Lembaga Rumah Dongeng Indonesia tahun 2007. Beliau adalah Pendiri Rumah Dongeng
Indonesia. Dalam pengembaraan ilmunya, selain nyantri, Kak WeES juga
mempelajari berbagai kesenian tradisional hingga teater. Berdasarkan kedalaman
pemahamannya, Kak WeeS mendorong untuk mengembalikan kegiatan mendongeng di
setiap rumah.
TENTANG DONGENG.
Mendongeng (bercerita atau storytelling) adalah
tradisi lisan yang sudah sangat tua dan bisa ditemukan dalam berbagai budaya
setiap bangsa. Di Mesir, pada westcar papyrus ditemukan gambar seorang Cheops
(pembuat piramida) sedang bercerita kepada anaknya. Demikian Kak WeES membuka
pemaparannya tentang dongeng.
Meskipun banyak disangka jika mendongeng itu hanya
untuk anak-anak. Namun, pada dasarnya mendongeng merupakan alat komunikasi yang
dapat dilakukan oleh siapa saja. Ada 2 (dua) unsur utama dalam mendongeng,
yaitu cerita dan penuturan.
TENTANG IMAJINASI.
Jauh sebelum dikenal nama Indonesia, para pendiri
bangsa sudah mengimajinasikannya. Imajinasi hadri dari pola pikir yang terus
tumbuh (growth mindset). Menurut Kak
WeES, imajinasi merupakan awal dari kreativitas. Kenapa anak-anak selalu
antusias ketika menyimak dongeng? Ya, karena mereka memiliki satu set pemikiran
divergen. Namun ironisnya, pemikiran tersebut terkikis oleh sistem pendidikan
yang kaku. Hingga tinggal menyisakan 3% lagi pada usia 25 tahun (weforum.org,
2017).
Mendongeng adalah pendidikan dengan pendekatan
afektif. Keluarga yang memiliki kegiatan dongeng akan memiliki hubungan batin
yang lebih erat. Kedekatan inilah modal anak ketika dalam masa pertumbuhannya
menghadapi hal-hal baru. Komunikasi yang baik antara anggota keluarga akan
membantu mereka menemukan jawaban-jawaban. Kemudian akan bermuara pada
pembentukan konsep diri mereka.
TENTANG CERITA.
Seperti apakah cerita yang bagus itu? Cerita yang
bagus adalah cerita yang dapat mengikat audiensnya. Membuat mereka tertawa,
berpikir, merenung, dan merefleksikan diri. Untuk dapat memiliki ikatan itu,
cerita harus fokus pada satu tema. Kemudian tema tersebut ditopang oleh alur
yang jelas dari awal sampai akhir.
Kehadiran tokoh akan menjadi identifikasi audiens. Maka,
tampilkanlah sedetail mungkin. Termasuk konflik yang tokoh tersebut hadapi dan
bagaimana ia menyikapinya. Cerita yang bagus adalah cerita yang memiliki
gambaran yang hidup. Cerita yang dapat kita jadikan cermin diri. Yang paling
penting, dalam memilih cerita untuk mendongeng, haruslah cerita yang kita sukai.
sehingga, kita juga memiliki ikatan emosional dalam menuturkannya.
SEBELUM MENDONGENG.
Mendongeng tidaklah bisa sekadar asal-asalan. Vokal sebagai
alat utama dalam bertutur haruslah prima. Intonasi, artikulasi dan tempo dalam
bertutur menentukan. Selain itu, harus diperkaya juga dengan mimik dan gestur. Sehingga
kita sebagai pendongeng haruslah ekspresif.
Pendongeng bisa melatih itu semua dengan olah
pernafasan, bisa juga dengan senam mulut. Tapi, yang pasti, pendongeng harus
kaya akan refernsi. Baik itu dari kehidupan keseharian kita, maupun dari bacaan
atau tontonan.
Lalu, bagaimana kita sebagai pendongeng terhubung
dengan audiensnya? Yang pasti pedongeng harus memmahami audiensnya. Dengan pemahaman
ini, pendongeng bisa memilih cerita yang sesuai. Jangan lupa, keakraban harus
dibangun.
MENDONGENG INTRAKTIF.
Sebagai salah satu bentuk komunikasi, mendongeng
bukanlah monolog. Ia merupakan dialog. Maka suasana itu harus dibangun. Audiens
harus dilibatkan dalam kegiatan mendongeng kita. Untuk itu, pendongeng haruslah
tanggap terhadap situasi dan kondisi disekitarnya.
Ibarat seorang koki, pendongeng juga harus terampil
menyajikan ceritanya. Ia harus terampil mengolah materi cerita, mengolah kata
demi kalimat, maupun benda disekitarnya. Pada akhirnya, mendongeng adalah
penghantar cinta dalam keluarga. Sesuatu yang bersumber dari hati, maka akan
sampai ke hati juga.
Aris Munandar – Matahari Pagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar