Sabtu, 30 Maret 2019

Sebuah Ulasan Sederhana Puisi “Roh Kekasih” karya Jonson Effendi



Sekilas membaca puisi karya Jonson Effendi (selanjutnya disebut Abi) membuat geli dan senyum sendiri. Ini tentang aku yang sedang galau karena ingin ibadah tapi yang di sebelah kurang memberikan dukungan hehehe.

Roh Kekasih

Wahai kepinding
Dengarlah desah napas ini
Ke mana lagi kan kukirimkan candu berahi
Setiap malam tidur mendengkur
Bantal guling menjadi saksi
                  
Wahai angin
Tolong kabarkan padanya
Aku merindu belaian sayang
Penghangat tubuh di tungku perapian

Wahai kecoa
Jika dia tidur tolong bangunkan
Bawalah duduk terus berjalan
Di sini aku menggantang roh kekasih
Datang
Datanglah
Aku menanti di peraduan asmara
Di kala cinta bersemi.

Jonson Effendi
Palembang, 19/03/2019

Namun dalam memaknai sebuah puisi, sebaiknya memperhatikan struktur bathin puisinya yaitu tema, rasa (perasaan penyair termasuk di dalamnya latar belakang penyair), nada atau sikap penyair terhadap pembacanya (tone) dan amanat (intention) (Wibowo, 2016).

Artinya, faktor siapa sang penulis tidak bisa dilewatkan begitu saja untuk mendapatkan penafsiran yang baik. Terlebih, saya tergelitik untuk menelisik puisi ini lebih dalam lagi sebab ada beberapa baris pada bait yang menandakan bawa ini puisi prismatic yakni puisi yang multiinterpretable atau mulititafsir.

Satu diantaranya adalah larik … Jika dia tidur tolong bangunkan.

Bila ini tentang suami/ istri bagaimana mungkin sang aku tidak tahu pasangannya sudah tidur atau belum, apakah mereka long distance relationship (LDR)?  Jika ya, apa makna duduk terus berjalan? Lalu mengapa aku menggantang roh kekasih? Siapa yang dimaksud kekasih, sementara aku sudah memiliki pasangan. Kemudian penutup puisi dengan larik Di kala cinta bersemi  menyiratkan ada kalanya cinta tidak bersemi dalam arti, cinta sang aku tidak konsisten. Saya mulai menemukan sedikit kejangggalan, ada yang tidak cocok jika puisi ini sekedar tentang rindu untuk ‘beribadah’  dengan pasangan.

Kemudian,  saya membaca ulang puisi Abi dan melihatnya dari salah satu struktur batin puisi yakni rasa. Dari latar belakang pengarang, saya berpendapat puisi ini merupakan puisi sufi. Ini dapat dilihat dari makna larik-larik di tiap baitnya.

Pada bait pertama sang aku tengah resah, tak berdaya (dengan menggunakan kata kepinding). Ia menghabiskan waktunya untuk tidur dimana seharusnya ia bisa bangun untuk menemui tuhannya. Pada bait kedua, aku menginginkan pasangannya memberi dukungan agar dia bersemangat dalam ibadah khususnya shalat malam. Di bait ketiga, dalam ketakberdayaannya, sang aku berkeinginan agar pasangannya mau bersama-sama menemui Dia, sang penggenggam semesta dalam kecintaan dan kenikmatan qiyamul lail.

Menariknya puisi ini dipungkas dengan larik Di kala cinta bersemi. Ini menandakan bahwa seperti kebanyakan orang dalam beribadah terlebih mendirikan shalat malam, sering mengalami fluktuasi. Karenanya, selalu dibutuhkan bantuan, dukungan juga doa dari orang-orang terdekat baik pasangan, keluarga, karib kerabat, juga para sahabat.

Tentu saja, ini adalah penafsiran saya sebagai pembaca puisi Abi. Setiap orang bebas memberikan penafsiran atau interprestasi terhadap sebuah puisi  mengingat puisi merupakan bagian karya sastra yang bertujuan menghibur dan memberi pelajaran (Horatius dalam Teeew dalam Zenul , 2018)

Nirma Herlina Ghanie
Sumber bacaan
https://m-edukasi.kemdikbud.go.id
https://kompasiana.com

1 komentar:

"bersinar bersama dan menyinari kebersamaan"