Disrupsi teknologi tidak hanya merombak tatanan ekonomi dan bisnis
saja, namun sudah merasuk hingga ruang-ruang keluarga, mengubah pola hubungan
antara anak dengan orangtua
Siapa sangka teknologi memudahkan
urusan sehari-hari?
Semua orang leluasa berkirim
kabar dan informasi melalui WA maupun Line, melihat aktivitas teman bisa
melalui media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter. Bahkan kini
berbebelanja menjadi lebih mudah, dengan menggunakan gadget belanja bisa langsung
pesan–bayar –barang datang. Tak perlu repot keluar rumah untuk membeli
kebutuhan bulanan, pakaian, sepatu, tas bahkan tanaman. Hanya perlu memesan
online dan menunggu barang datang.
Banyak hal yang dulunya harus
dilakukan tatap muka saat ini ada padanan virtualnya dan bagi generasi Z dan Alpha, dunia bukanlah pemilihan maya
atau nyata. Dunia adalah perpaduan ajaib keduanya, Karena generasi mereka telah
tumbuh dan berkembang dalam kenyataan figital.
Kenyataan, kini, masih banyak orangtua yang berlomba untuk
membatasi waktu anak bermain gadget,
siapa yang paling berhasil menekan durasi main gadget anak, entah untuk nonton, main game atau lainnya, bisa dikatakan menjadi orangtua yang baik,
karena telah mampu menghalau dampak negatif gadget.
Memang tidak ada yang salah
dengan fenomena tersebut, orangtua manapun pasti ingin menghadirkan sarana prasarana, serta lingkungan terbaik
untuk tumbuh kembang anaknya. Namun seperti yang semua orangtua tahu,
perkembangan teknologi hadir dengan dua sisi; positif dan negatif. Maka akan
tidak adil jika hanya menggaris bawahi dampak negafinya saja.
Alih-alih mempermasalahkan dampak
buruk dunia digital, keluarga kami sepakat menjadikan teknologi sebagai sarana
utama dalam media pembelajaran Daniah, mengapa demikian? Karena sejak Daniah
dalam kandungan sampai saat ini (7 tahun), Daniah tumbuh dengan layar yang
dihidupkan sepanjang hari, dari mulai layar TV, laptop, handphone dll. Dengan
kata lain teknologi bukanlah dunia yang terpisah, melainkan terintegerasi dalam
kesehariannya. Sehingga mereka tidak lagi melihat garis pembatas antara fisik
dan digital.
Karena dunia mereka adalah dunia
figital, maka konsep pembelajaran sebaiknya dirancang se-asyik mungkin,
sehingga pembelajaran dapat diterima dengan proses menyenangkan dan langsung
dapat diaplikasikan dalam kesehariannya. Seperti project kali ini diambil dari game yang sedang Daniah mainkan, nama
game-nya “Your World”. Lalu apa yang Daniah lakukan?
Pertama Daniah akan memainkan game, tujuannya untuk terus menambah
karakter dalam game tersebut, yang
nantinya akan menjadi bahan untuk project-nya.
Lalu apa project-nya? Dari karakter-karakter yang dihasilkan, Daniah akan
menuliskan koleksinya dengan menggunakan penomoran. Selanjutnya Daniah akan
menggambar karakter dalam game tersebut di buku, lengkap dengan nama
karakternya. Contoh: seperti pada gambar di atas, Daniah menggambar tokoh Hamster bernama Garret Wheeler, selain menggambar dan menirukan tulisannya, Daniah
juga akan membuat figur Garret Wheeler
dari bahan doh.
Pembelajaran berbasis project tersebut dilakukan untuk menjaga
antusiasme, rasa senang, dan tertantang. Terlebih lagi dengan menggunakan game
atau permainan, hal tersebut dapat mematik kecerdasan menjadi lebih optimal.
Jika ditelaah lebih lanjut, project
“Your World” yang Daniah kerjakan, mengandung berbagai muatan, diantaranya;
muatan verbal/lisan, imajinasi, visual/gambar, fisik serta teknologi dan
animasi.
Pertama Daniah akan menceritakan
secara detail mengenai tokohnya tersebut, entah mengenai keunggulan, warna, bentuk.
Nah, ketika Daniah bercerita, di sana ada kaitan antara muatan verbal/lisan
dengan visual/spasial karena saat memperkenalkan
tokoh, secara tidak langsung Daniah belajar membangun alur, di dalamnya ada
upaya menyusun kalimat dan memilih diksi supaya pendengarnya menjadi paham,
klimaks dibangun ketika dia berhasil menggarisbawahi hal-hal menarik yang ingin
diceritakannya, sedangkan penutup lahir ketika Daniah mendefinisikan inti atau
pesan yang ingin disampaikan menjadi kesimpulan.
Kedua muatan imajinasi, merujuk
kepada daya pikir untuk membayangkan proses, dia akan membayangkan hasil akhir
karyanya, kemudian merunut lagi ke awal, mengenai apa saja bahan yang harus
digunakan serta tahapan-tahapan membuatnya, sehingga tercipta karya seperti pada
gambar di atas. Proses tersebut mengajarkan Daniah mengenai planning dan organizing. Selain itu ketika Daniah melihat wujud karyanya, Ia
akan mengevaluasi (controlling) dengan cara membandingkan antara bentuk yang
ada di dalam imajinasi dengan wujud asli yang dibuat. Sehingga Daniah dapat
mengukur sejauh mana kesenjagannya, antara bentuk dalam imajinasi (planning)
dan hasil akhir (actuating). Kesuluruhan proses di atas adalah dasar manajerial
untuk mengasah leadership-nya.
Selanjutnya muatan fisik/kinestetik
diasah melalui proses pembuatan figur,
Daniah melatih koordinasi gerakan tangannya, mengatur daya tekan hingga
kecepatan dalam membentuk doh. Bukan itu saja, belajar dalam hal ini adalah
proses bermain yang seru, dengan bermain yang mau dicapai adalah melatih anak
berekspresi, sehingga munculah kegembiraan dan relaksasi dalam belajar. Proses
ini penting untuk pengalaman sosial yang dalam kenyataan generasi ini adalah
sosial figital.
Dengan menggunakan bantuan
teknologi dan animasi pembelajaran Daniah menjadi lebih menyenangkan, game
tidak hanya sebatas permainan belaka, namun juga menjadi bahan Daniah
mempelajari banyak hal lainnya. Selain itu juga membantu Daniah mengkonkretkan
imajinasi sehingga memiliki tumpuan realitasnya.
Inilah tantangan orangtua maupun
pendidik dalam memperbaharui proses pembelajaran, semua dituntut untuk
melakukan transformasi dalam metodologi belajar-mengajar agar generasi berikutnya menguasai hybrid skill dan nantinya dapat menangani hybrid job ketika masuk ke dunia kerja. Karena dunia berubah super
cepat, cara lama sudah usang, sehingga yang dibutuhkan saat ini adalah skill-skill baru dan cara baru. Itulah
pernyataan yang disampaikan Jokowi saat menghadiri pengukuhan Guru Besar di
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Sebagai penutup, kiranya
pertanyaan ini patut untuk dijawab.
Persoalan terbesar adalah
ditengah arus perubahan yang begitu deras, dengan disrupsi yang begitu cepat
dan radikal, bagaimana orangtua bisa menyesuaikan pola asuh? Bagaimana orangtua
dapat mempersiapkan generasi Z dan Alpha tanpa terjebak dalam keberhasilan pola
asuh masa silam? Bagaimana cara melakukannya?
Hazar Widiya Sarah|Co-Founder Matahari Pagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar