Rabu, 17 Januari 2018

BERLITERASI BERSAMA KAK UPI



Judul                   : Antri Bersama Kak Riri
Penulis                : Palupi Mutiasih
Penerbit              : Asas Upi, 2017
ISBN                   : 478-602-6675-02-6
Sinopsis              :
“Rino bersiap pergi jalan-jalan bersama kak Riri. Ia ingin sekali melihat pertunjukan  lenong Betawi. Ia pergi dengan gembira. Namun sesampainya disana antrian sudah mengular. Rino tak sabar. Panjangnya antrian membuat Rino belajar. Rino belajar mengantri bersama kak Riri”.

Membaca buku ini, saya tergoda untuk memahami lebih dalam mengenai isi yang tersirat didalamnya. Saya tidak bisa menahan diri untuk memperlakukan buku ini lebih dari sekedar buku bacaan untuk anak-anak. Setidaknya ada 2 (dua) hal yang melatar-belakangi hal ini. Pertama, adanya pesan mengenai pembentukan karakter dan pengenalan budaya daerah dalam buku ini dan keduanya masih merupakan tema besar bagi bangsa Indonesia. Kedua, faktor keberadaan penulisnya yang melahirkan karya ini.

Persoalan manusia saat ini bukan lagi sekedar menjaga eksistensinya, tetapi juga harus mampu memberikan nilai agar keberadaannya tersebut selalu relevan dengan kebutuhan zaman. Dimasa depan, Jacob Oetama meramalkan dengan terjadinya revolusi teknologi informasi, maka tantangan utama yang akan dihadapi berupa gaya hidup, pola hidup dan intinya berupa pertaraungan pandangan hidup. Oleh sebab itu, rilis The World Economic Forum berupa Human Capital Report dengan sub-judul : “Preparing People for the Future of Work”, menjadi bahan diskusi dibanyak kalangan.

Literasi diyakini mampu memberdayakan masyarakat dalam menghadapi tantangan zaman tersebut. Geliat gerakan literasi yang terasa semakin menguat belakangan ini diharapkan membawa banyak perubahan-perubahan. Jika membaca, menurut Jacob Oetama, berarti mengambil jarak, bersikap aktif dan kritis, berpikir dan bergulat. Maka kemampuan seseorang untuk bisa mengkonversikan pandangan yang demikian kompleks menjadi sesuatu yang sederhana dan mudah dipahami akan menjadi faktor penentu keberhasilan seseorang. Salah satu contoh kongkrit misalnya bagaimana sebuah buku dengan isi yang bagus bisa dikemas secara menarik sehingga dapat memikat para pembaca. Khususnya untuk buku anak telah banyak bertransformasi, baik secara tampilan maupun penyampaian menjadi bentuk yang lebih inovatif. Buku berjudul “Antri Bersama Kak Riri” ini sebagai salah satu buku anak yang menanamkan karakter dan pengenalan budaya lewat pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam buku ini, disiplin tidak ditanamkan secara dogmatis maupun melalui petatah petitih yang membosankan, melainkan melalui hubungan hangat antara kakak dengan adiknya. Kak Riri tampil dengan profile sangat manusiawi sebagai seorang kakak dalam membimbing adiknya, Rino. Sebaliknya, sosok Rino tidak kehilangan ciri khas anak seusianya, yakni aktif dan energik. Disiplin sebagai salah satu fondasi karakter sudah seharusnya diperkuat sejak dini dengan kegiatan yang menyenangkan bagi si anak.

Karakter menjadi suatu masalah yang demikian serius karena kita saat ini sedang mengalami transisi generasi dari generasi analog ke generasi digital. Dimana generasi yang lebih tua, yakni generasi analog yang bermigrasi ke generasi zaman digital, yang selama ini dianggap mendapat tanggung jawab moral membentuk karakter generasi berikutnya sering mendapat kesulitan dan bahkan gagal memahami fenomena yang terjadi. Dampaknya, generasi muda sebagai digital natives semakin rentan terjebak pada kebingungan-kebingungan dalam menghadapi tantangannya. Hal ini perlu dijembatani semenjak dini sebelum terjadi kesalahpahaman yang dapat memperparah keadaan. Salah satu jembatan itu adalah buku sebagai media untuk mentransfer pengetahuan melalui kegiatan literasi. Buku ini merupakan salah satu contoh jembatan yang baik.

Keunikan lain dari buku ini, menampilkan budaya daerah (Betawi) yang diceritakan secara ringan dan natural. Selain bersetting tempat di Setu Babakan yang merupakan cagar budaya betawi, juga pertunjukan lenong digambarkan cukup lengkap dengan adanya tari cokek sebagai pembuka dan ondel-ondel sebagai maskot Betawi.  

Kita mesti cermat dalam menempatkan budaya sebagai warisan agung leluhur kita. Gempuran budaya pop dari luar demikian gencar dan hampir mustahil untuk dibendung, sedikit banyak akan menimbulkan goncangan. Buku ini seakan dapat membaca persoalan tersebut, sehingga budaya daerah (dalam buku ini diwakili oleh budaya betawi) disajikan secara aktual dan menjadi faktor penguat dalam pesannya dalam membangun karakter anak semenjak dini.

Semua kelebihan buku ini tidak lepas dari kecerdasan penulisnya, Palupi Mutiasih. Bagaimana tidak, Upi (demikian ia akrab disapa) sebagai seorang penulis muda mampu mengelola kegelisahan-kegelisahannya sehingga terlahir karya ini. Hal ini tidak mengherankan karena latar belakang Upi sebagai sarjana pendidikan, pendiri Fun Garden of Literacy, duta Gemari Baca Dompet Dhuafa 2016, mahasiswa berprestasi 3 Universitas Negeri Jakarta, Mawapres Terinspiratif 2016, serta peraih silver medal dan best education World Young Investors Exhibition di Malaysia tahun 2017. Tidak dapat disangkal lagi jika literasi sanggup melahirkan figur generasi muda sepertihalnya Upi yang memiliki daya  dan mengambil tanggung jawab terhadap generasinya. Melihat hal tersebut, tentunya kita sangat berharap literasi dapat lebih banyak melahirkan figur yang semakin bekualitas kedepannya. Karena bangsa Indonesia membutuhkan banyak penulis muda yang menghasilkan buku-buku sejenis ini untuk memperteguh jati diri sedari dini.



Aris Munandar. Pegiat di Komunitas Matahari Pagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"bersinar bersama dan menyinari kebersamaan"