Judul : Antri Bersama Kak
Riri
Penulis
: Palupi Mutiasih
Penerbit
: Asas Upi, 2017
ISBN
: 478-602-6675-02-6
Sinopsis
:
“Rino
bersiap pergi jalan-jalan bersama kak Riri. Ia ingin sekali melihat pertunjukan
lenong Betawi. Ia pergi dengan gembira.
Namun sesampainya disana antrian sudah mengular. Rino tak sabar. Panjangnya
antrian membuat Rino belajar. Rino belajar mengantri bersama kak Riri”.
Membaca
buku ini, saya tergoda untuk memahami lebih dalam mengenai isi yang tersirat
didalamnya. Saya tidak bisa menahan diri untuk memperlakukan buku ini lebih
dari sekedar buku bacaan untuk anak-anak. Setidaknya ada 2 (dua) hal yang melatar-belakangi
hal ini. Pertama, adanya pesan mengenai pembentukan karakter dan pengenalan
budaya daerah dalam buku ini dan keduanya masih merupakan tema besar bagi
bangsa Indonesia. Kedua, faktor keberadaan penulisnya yang melahirkan karya
ini.
Persoalan
manusia saat ini bukan lagi sekedar menjaga eksistensinya, tetapi juga harus mampu
memberikan nilai agar keberadaannya tersebut selalu relevan dengan kebutuhan
zaman. Dimasa depan, Jacob Oetama meramalkan dengan terjadinya revolusi
teknologi informasi, maka tantangan utama yang akan dihadapi berupa gaya hidup,
pola hidup dan intinya berupa pertaraungan pandangan hidup. Oleh sebab itu,
rilis The World Economic Forum berupa
Human Capital Report dengan sub-judul
: “Preparing People for the Future of
Work”, menjadi bahan diskusi dibanyak kalangan.
Literasi
diyakini mampu memberdayakan masyarakat dalam menghadapi tantangan zaman
tersebut. Geliat gerakan literasi yang terasa semakin menguat belakangan ini diharapkan
membawa banyak perubahan-perubahan. Jika membaca, menurut Jacob Oetama, berarti
mengambil jarak, bersikap aktif dan kritis, berpikir dan bergulat. Maka
kemampuan seseorang untuk bisa mengkonversikan pandangan yang demikian kompleks
menjadi sesuatu yang sederhana dan mudah dipahami akan menjadi faktor penentu
keberhasilan seseorang. Salah satu contoh kongkrit misalnya bagaimana sebuah
buku dengan isi yang bagus bisa dikemas secara menarik sehingga dapat memikat para
pembaca. Khususnya untuk buku anak telah banyak bertransformasi, baik secara
tampilan maupun penyampaian menjadi bentuk yang lebih inovatif. Buku berjudul
“Antri Bersama Kak Riri” ini sebagai salah satu buku anak yang menanamkan
karakter dan pengenalan budaya lewat pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam
buku ini, disiplin tidak ditanamkan secara dogmatis maupun melalui petatah
petitih yang membosankan, melainkan melalui hubungan hangat antara kakak dengan
adiknya. Kak Riri tampil dengan profile sangat manusiawi sebagai seorang kakak
dalam membimbing adiknya, Rino. Sebaliknya, sosok Rino tidak kehilangan ciri
khas anak seusianya, yakni aktif dan energik. Disiplin sebagai salah satu
fondasi karakter sudah seharusnya diperkuat sejak dini dengan kegiatan yang
menyenangkan bagi si anak.
Karakter
menjadi suatu masalah yang demikian serius karena kita saat ini sedang
mengalami transisi generasi dari generasi analog ke generasi digital. Dimana
generasi yang lebih tua, yakni generasi analog yang bermigrasi ke generasi
zaman digital, yang selama ini dianggap mendapat tanggung jawab moral membentuk
karakter generasi berikutnya sering mendapat kesulitan dan bahkan gagal
memahami fenomena yang terjadi. Dampaknya, generasi muda sebagai digital natives semakin rentan terjebak
pada kebingungan-kebingungan dalam menghadapi tantangannya. Hal ini perlu
dijembatani semenjak dini sebelum terjadi kesalahpahaman yang dapat memperparah
keadaan. Salah satu jembatan itu adalah buku sebagai media untuk mentransfer
pengetahuan melalui kegiatan literasi. Buku ini merupakan salah satu contoh
jembatan yang baik.
Keunikan
lain dari buku ini, menampilkan budaya daerah (Betawi) yang diceritakan secara
ringan dan natural. Selain bersetting tempat di Setu Babakan yang merupakan
cagar budaya betawi, juga pertunjukan lenong digambarkan cukup lengkap dengan
adanya tari cokek sebagai pembuka dan ondel-ondel sebagai maskot Betawi.
Kita
mesti cermat dalam menempatkan budaya sebagai warisan agung leluhur kita.
Gempuran budaya pop dari luar demikian gencar dan hampir mustahil untuk
dibendung, sedikit banyak akan menimbulkan goncangan. Buku ini seakan dapat
membaca persoalan tersebut, sehingga budaya daerah (dalam buku ini diwakili
oleh budaya betawi) disajikan secara aktual dan menjadi faktor penguat dalam
pesannya dalam membangun karakter anak semenjak dini.
Semua
kelebihan buku ini tidak lepas dari kecerdasan penulisnya, Palupi Mutiasih.
Bagaimana tidak, Upi (demikian ia akrab disapa) sebagai seorang penulis muda
mampu mengelola kegelisahan-kegelisahannya sehingga terlahir karya ini. Hal ini
tidak mengherankan karena latar belakang Upi sebagai sarjana pendidikan, pendiri
Fun Garden of Literacy, duta Gemari
Baca Dompet Dhuafa 2016, mahasiswa berprestasi 3 Universitas Negeri Jakarta,
Mawapres Terinspiratif 2016, serta peraih silver
medal dan best education World Young
Investors Exhibition di Malaysia tahun 2017. Tidak dapat disangkal lagi
jika literasi sanggup melahirkan figur generasi muda sepertihalnya Upi yang
memiliki daya dan mengambil tanggung
jawab terhadap generasinya. Melihat hal tersebut, tentunya kita sangat berharap
literasi dapat lebih banyak melahirkan figur yang semakin bekualitas
kedepannya. Karena bangsa Indonesia membutuhkan banyak penulis muda yang
menghasilkan buku-buku sejenis ini untuk memperteguh jati diri sedari dini.
Aris Munandar. Pegiat di Komunitas Matahari
Pagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar