Menarik
mencermati diskusi film Sahabat Pemberani di Kelas Integritas minggu ini, baik
itu yang reguler maupun yang digital. Seperti telah ditulis sebelumnya (baca : Sahabat Pemberani,Pembelajaran Kelas Integritas), jika film sahabat pemberani
dijadikan bahan utama pembelajaran di Kelas Integritas. Strategi pembelajaran
yang diterapkan adalah analisis cerita dengan mengacu kepada unsur-unsur
cerita. Hal itu dimaksudkan untuk mengeksplorasi kecerdasan majemuk para siswa,
terutama aspek lingustik, logis matematis, visual spasial, interpersonal, dan
intrapersonal. Untuk itu, kegiatan utamanya terjadi pada sesi diskusi.
Tanggapan-tanggapan
menggelitik dari para siswa cukup menggembirakan kami. Diantara
tanggapan-tanggapan tersebut diantaranya adalah mengenai karakter yang ada di
film tersebut, yaitu : Panji, Kirana dan Khrisna. Salah seorang siswa yang
memang sangat menggilai anime berpendapat jika ada kesamaan antara ciri fisik
dari para tokoh Sahabat Pemberani dengan anime-anime yang pernah dia tonton.
Dia mencontohkan jika karakter tokoh Khrisna yang digambarkan gemuk dan
berkacamata identik dengan karakter
penakut, kurang bisa diandalkan, manja dan suka membuat susah orang lain. Hal
tersebut juga mirip dengan tokoh Ehsan pada kartun Ipin dan Upin. Kemudian dia
membandingkan karakter fisik seperti Khrisna dengan pengalamannya dikehidupan
sehari-hari. Menurut dia, dalam pergaulannya, sering menemukan karakter fisik
seperti itu justeru memiliki karakter yang bertolak belakang. Bahkan beberapa
diantaranya merupakan pemimpin suatu komunitas.
Tanggapan
lainnya mengenai alur cerita atau plot. Seorang siswa menanggapi jika plot film
ini sangat tipikal sekali. Misalnya ketika adegan awal, yaitu saat adegan pak
guru dan pak sopir sedang berbincang-bincang. Dalam adegan itu, pak sopir
berkata bahwa ada isu tentang hutan yang sedang lewati tersebut. Tetapi
pembicaraan tersebut sempat terpotong karena tiba-tiba ada rusa yang
menghadang. Siswa tersebut dibuat menjadi gregetan.
Tanggapan-tanggapan
tersebut kami sengaja dorong untuk bisa lebih dieksplorasi. Melalui diskusi ini
kami menginginkan supaya mereka mendapat tantangan untuk selalu memperbaharui
asumsi-asumsi mereka. Karena seperangkat asumsi-asumsi akan membentuk suatu mindset. Mindset yang terus tumbuhlah yang dibutuhkan generasi ini dalam
menghadapi tantangannya. Diskusi inilah menjadi sarana mereka dalam melatih muscle memory.
Kami
sedang mengembangkan suatu konsep pembelajaran yang menempatkan para siswa
bukan hanya sebagai penampung pengetahuan, tetapi menempatkan mereka sebagai
subjek dari kegiatan pembelajaran itu sendiri. Risikonya, para siswa harus
dilatih untuk belajar bagaimana menggunakan pengetahuannya tersebut.
Melalui
diskusi pula, para siswa dapat melatih kemampuan mereka dalam mengelola
informasi dengan cepat dan tepat. Dalam melatih keterampilan berpikir tersebut
harus disesuaikan dengan kecerdasan majemuk paling dominan yang mereka miliki (multiple intelligentcies approach). Dengan
demikian setiap siswa dibiasakan berorientasi pada pemecahan masalah (problem solving). Hal inilah yang
menjadi tujuan kita berliterasi.
Disisi
yang lain, kegiatan diskusi dimaksudkan supaya pengetahuan yang diterima oleh
para siswa dapat dicerna dengan pemahaman yang lebih mendalam. Kedalaman
pemahaman merupakan modal dasar bagi seseorang untuk mendapatkan keterampilan
pemecahan masalah, kreatifitas, berpikir kritis dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan
yang seringkali kita abaikan, karena terlalu fokus pada masalah kognitif.
Kegiatan
ke-1 ini sebenarnya untuk memberikan dasar-dasar pemahaman untuk kegiatan
selanjutnya. Nantinya, pada kegiatan ke-2, akan dijelaskan apa sebenarnya yang
mereka pelajari. Yaitu mereka sedang mempraktekan salah satu keterampilan
berbahasa yang banyak diabaikan oleh orang lain, yakni menyimak. Menyimak
adalah suatu proses mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian,
pemahaman apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap
isi atau pesan serta memahami makna (Tarigan, 1987). Menyimak memiliki peran,
antara lain : sebagai dasar belajar bahasa, penunjang keterampilan berbahasa
lainnya (berbicara, membaca, dan menulis), memperlancar komunikasi dan menambah
pengetahuan. Ketika menyimak, setidaknya kita menggunakan 3 (tiga)
keterampilan, yaitu memahami, menganalisis dan mensintesis. Dalam memahami kita
dituntut untuk mampu mengidentifikasi bunyi-bunyi dan menghubungkan kata-kata.
Saat menganalisis kita diharuskan mengidentifikasi aspek-aspek gramatika dan
aspek-aspek pragmatik. Terakhir, ketika mensintesis kita harus berupaya
memadukan unsur-unsur lingusitik dengan unsur-unsur lain yang diperlukan dengan
cara memanfaatkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Melalui
proses menyimak kita dibiasakan untuk berpikir progresif dengan terus
mengembangkan asumsi-asumsi yang telah ada (growth
mindset). Lebih jauhnya, kita dapat terus mengelaborasi nilai-nilai luhur
kehidupan yang telah kita miliki. Sehingga pilihan problem solving yang kita miliki ada nilai-nilai yang selalu
diperbaharui sehingga senantiasa relevan. Bukan pilihan balik kanan mengulangi
masa lalu.
Banyak
hal yang sering kita lalaikan. Untuk itu, melalui kelas integritas yang
sejatinya merupakan kelas literasi fungsional, kita diarahkan untuk dapat
bertransformasi menjadi manusia pembelajar, long life education. Sehingga untuk
dapat mempertahankan dan mengembangkan potensi-potensi kreatifitas yang sudah
dimiliki semenjak lahir, kita harus menerapkan life long play. Perubahan bukan
lagi suatu momok yang menakutkan, tetapi harus sudah menjadi tantangan yang
menyenangkan.
Aris Munandar. Pegiat di Komunitas
Matahari Pagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar