Masyarakat
literat adalah faktor penentu kebesaran suatu bangsa. Masyarakat tersebut
memiliki kemampuan berkolaborasi, berpikir kritis, kreatif dan komunikatif
sehingga bisa mengantarkan bangsanya memenangi persaingan global. Menyadari hal
itu, sejak tahun 2016, pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
menggiatkan Gerakan Literasi Nasional (GLN) sebagai bagian dari upaya
penumbuhan budi pekerti. Gerakan ini merujuk pada penguasaan 6 literasi dasar
sebagai prasyarat kecakapan hidup abad ke-21. 6 literasi dasar tersebut
meliputi literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi
digital, literasi finansial, serta literasi budaya dan kewargaan.
Pemahaman
literasi telah demikian berkembang dalam 3 dekade terakhir ini. Literasi tidak
lagi hanya dimaknai sebagai kegiatan baca tulis, namun kini literasi dimaknai
juga sebagai praktik sosial yang merupakan medium bagi transformasi individu
dan masyarakat. Dalam konteks kondisi sosial bangsa Indonesia saat ini, maka
literasi harus berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bahkan
bukan hanya sekedar sejahtera, melainkan peningkatan kesejahteraan bersama.
Karena kebersamaan atau gotong royong merupakan jatidiri bangsa Indonesia dan
harus tetap melekat sebagai salah satu karakter yang berdaya saing. Ada banyak
cara mewujudkan kesejahteraan bersama. Termasuk diantaranya sinergi diantara 6
literasi dasar secara holistik. Namun, pada kesempatan ini kita akan fokus pada
literasi finansial dan koperasi.
Literasi
finansial adalah pengetahuan dan kecakapan untuk mengaplikasikan pemahaman
tentang konsep, risiko, keterampilan dan motivasi dalam konteks finansial.
Melalui literasi finansial ini kita dapat membuat keputusan yang efektif untuk
meningkatkan kesejahteraan finansial, baik individu maupun sosial, dan dapat
berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat. Penting bagi kita mendapatkan
pembelajaran melalui praktek langsung sehingga literasi finansial menjadi
kecakapan hidup kita. Dalam hal ini,
koperasi merupakan sarana yang tepat.
Koperasi adalah
badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan
melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan
ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Koperasi merupakan
amanat cita-cita proklamasi, sehingga diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945
yang menjadikannya sebagai soko guru perekonomian bangsa. Namun demikian,
potret realitas saat ini tidak menunjukan hal tersebut. Saat ini koperasi
identik dengan keprihatinan dan minat masyarakat sangat kurang menggunakan
lembaga koperasi. Hal ini disebabkan
oleh banyaknya penyalahgunaan lembaga koperasi oleh orang atau kelompok
tertentu (pseudo koperasi) yang
menyebabkan citra koperasi menjadi buruk. Disinlah peran literasi finansial sebagai
paradigma baru untuk dapat mengembalikan jatidiri koperasi.
Mengintegrasikan
gerakan literasi finansial kedalam wadah koperasi dapat menanggulangi
permasalahan-permasalahan klasik yang sering dihadapi selama ini, yaitu
permodalan dan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kuncinya disini terletak
pada tata kelola keuangan dan SDM. Pada awal pembentukan, pengurus koperasi
harus bisa bertindak sebagai fasilitator bagi anggotanya. Pengurus harus dapat
mendidik, memberdayakan, memperkaya dan mencerahkan anggotanya melalui proses
literasi finansial bagi para anggotanya. Misalnya, bagaimana mengajarkan para
anggota bisa membaca dan menggunakan laporan keuangan sebagai rujukan dalam
mengambil keputusan bisnis, mengetahui dampak atas keputusan-keputusan bisnis yang
diambil, serta dapat mengevaluasi dan membuat rencana bisnis untuk kedepannya. Dengan
demikian maka usaha dan pengawasan bersama dapat berjalan dengan menerapkan
prinsip-prinsip tata kelola usaha yang baik (good corporate governance), yaitu : transparan, akuntabilitas,
responsibilitas, independensi dan keadilan.
Penerapan
prinsip-prinsip tata kelola usaha yang baik mutlak dilakukan karena koperasi
pada dasarnya mengelola dana anggota. Ada 3 jenis dana yang dikumpulkan oleh
koperasi dari para anggotanya, yaitu : simpanan pokok, simpanan wajib dan
simpanan sukarela. Dana tesebut bisa digunakan oleh koperasi untuk modal dalam
menjalankan usahanya. Dalam perkembangannya nanti, dari akumulasi modal dapat
digunakan juga sebagai pinjaman bagi anggotanya untuk melakukan usaha mandiri.
Disini koperasi dapat berfungsi juga mencetak wirausaha-wirausaha baru.
Literasi
finansial menjadikan kita pembelajar sepanjang hayat dkarenakan pendidikan
finansial juga merupakan suatu proses sepanjang hayat yang dimulai dari masa
anak-anak sampai dengan dewasa. Terdapat 3 siklus hidup yang dipetakan dalam
strategi nasional pengembangan literasi finansial oleh Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) yang cocok disertakan dalam pengembangan koperasi, yaitu : mereka masih
usia sekolah, mereka yang telah berusia kerja dan perempuan.
Adanya koperasi
siswa di sekolah dapat menciptakan ekosistem yang literat finansial. Hal ini
bisa menjadi salah satu kegiatan gerakan literasi finansial di sekolah. Dengan
fokus pada para siswa (mereka dalam siklus hidup masih usia sekolah) sebagai
pengetahuan dan kecakapan hidup yang mendasar. Para siswa tidak hanya didorong
untuk memiliki kesadaran untuk menabung sejak dini, tetapi juga terlibat langsung
dalam pengelolaan koperasi tersebut. Kecakapan dalam membuat perencanaan,
mengambil keputusan dan mengevaluasi berdasarkan rujukan laporan keuangan
merupakan bekal yang sangat berarti dalam upaya memupuk jiwa kewirausahaan
mereka. Keinginan untuk menjadi wirausaha dikalangan pelajar dan mahasiswa
sangatlah tinggi, namun dengan kurangnya pengetahuan mengenai wirausaha
menyebabkan keinginan tersebut kian memudar. Literasi finansial bukan hanya
dapat memenuhi kebutuhan akan pengetahuan berwirausaha, tetapi juga
menjadikannya sebagai kecakapan hidup mereka.
Gerakan literasi
finansial di sekolah dapat menjadikan seseorang literat (terdidik dan cakap)
dalam hal finansial. Kecakapan ini berguna ketika kita memasuki usia kerja.
Pada usia ini kita dihadapkan pada kebutuhan untuk memperoleh kesejahteraan dan
kemudian mengakumulasikannya. Mendorongnya untuk menjadi wirausaha sangat
positif bagi bangsa Indonesia untuk memenuhi syarat minimal untuk menjadi
negara maju, yaitu kita membutuhkan wirausaha sebanyak 2% dari jumlah penduduk
kita. Seperti diberitakan kompas.com pada tanggal 30 Maret 2016, Global
Entrepreneurship Monitor (GEM) menyebutkan jumlah wirausaha yang kita miliki
baru sebesar 1,65% dari jumlah penduduk. Kita masih tertinggal dari Singapura
yang memiliki wirausaha 7%, Malaysia memiliki wirausaha 5% dan Thailand
memiliki 3% wirausaha dari jumlah penduduknya. Apalagi jika dibandingkan dengan
Amerika Serikat dan Jepang yang sudah memiliki lebih dari 10% wirausaha dari
jumlah penduduk mereka. Kita seharusnya optimis jika gerakan literasi finansial
melalui koperasi dapat memacu kita mengejar ketertinggalan itu.
Optimisme ini
disebabkan karena gerakan literasi finansial dapat membentuk angkatan kerja
yang literat dalam bidang finansial. Mereka dapat menjadi pelopor-pelopor
penggerak yang mengembangkan paradigma baru mengenai koperasi. Seperti yang
telah disebutkan diatas, jika literasi finansial dan koperasi dapat
menanggulangi hambatan kita dalam berwirausaha, yakni permodalan dan kualitas
SDM. Bukankah sharing economy yang
sering didngungkan belakangan ini lebih cocok diwadahi dalam badan usaha
koperasi? Sehingga dengan semangat berbagi yang ada hasilnya tidak lagi
dinikmati pemilik sumber daya strategis saja, tetapi melalui koperasi, semangat
berbagi yang tumbuh kembali itu harus membawa kepada kesejahteraan bersama.
Tentu saja
optimisme tersebut membutuhkan dukungan dan dorongan, dalam hal ini adalah gerakan
literasi finansial di masyarakat. Pemerintah bisa mengkolaborasikan para
pemangku kepentingan, baik dibidang literasi maupun kewirausahaan, sehingga
menjadikannya sebagai pilar yang kokoh dalam menopang optimisme tersebut.
Secara khusus,
kita harus meninjau peranan strategis yang dimiliki perempuan dalam gerakan
literasi finansial dan perkoperasian ini. Saat ini semakin benyak perempuan
yang berusaha/bekerja. Pada umumnya perempuan kurang memiliki pengetahuan
finansial yang baik dibanding pria. Hal tersebut dapat menjadikannya sebagai
sasaran khusus bagi gerakan literasi finansial. Dengan pengetahuan finansial
yang baik, perempuan dapat memainkan peranannya lebih optimal lagi. Selain itu,
fungsi perempuan sebagai pendidik utama dalam keluarga akan memudahkan
pelaksanaan gerakan literasi finansial di keluarga.
Sebenarnya saat
ini memiliki momentum yang bagus. Pertumbuhan ekonomi kita yang tinggi namun
masih menyisakan jurang kesenjangan harus membuat kita berintropeksi diri. Para
pendiri bangsa ini sudah merancang perekonomian bangsa kita dengan menempatkan
koperasi sebagai sokogurunya. Seperti telah diuraikan diatas, jika koperasi
dapat meningkatkan jumlah wirausaha kejumlah yang dipersyaratkan untuk kita
menjadi negara maju. Selain itu, gerakan literasi finansial dapat mengatasi
citra buruk koperasi yang disebabkan oleh salah kelola dan penyalahgunaan lembaga
koperasi oleh oknum-oknum tertentu. Mengembalikan koperasi sebagai soko guru
perekonomian nasional melalui gerakan literasi finansial bukan hanya membawa
bangsa ini mencapai kesejahteraan dan kemakmuran, tetapi juga akan menciptakan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Aris
Munandar.
Pegiat di Komunitas Matahari Pagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar