Sabtu, 19 Mei 2018

MENULIS, JALAN LAIN UNTUK NARSIS




Judul                   : Cara Narsis Bisa Nulis
Penulis                : Rifki Feriandi
Penerbit              : Peniti Media, 2014
ISBN                   : 978-979-95712-7-4

“Penulis seperti guru : kelompok terpelajar”, Prof Arief Rachman.

Dari sekian banyak buku mengenai tulis-menulis, buku berjudul Cara Narsis Bisa Menulis karya Rifki Feriandi ini merupakan salah satu dari sedikit yang menawarkan sudut pandang serta kemasan yang berbeda. Seperti bisa menyelami kesulitan yang dialami oleh penulis pemula, Rifki lebih banyak menyoroti aspek psikologis ketimbang sisi teknis kepenulisan. Hal ini dapat dimaklumi dengan asumsi bahwa meskipun kita telah belajar mengenai tulis-menulis ini mulai jenjang pendidikan dasar dan menengah, menulis masih merupakan momok tersendiri bagi kebanyakan kita.

Kemampuan berkomunikasi melalui bahasa tulis tidak tumbuh senatural berkomunikasi dengan bahasa lisan karena bahasa tulis sebagai simbol memiliki struktur dan konvensi yang lebih baku. Bahasa tulis memiliki struktur berupa tata bahasa, kosakata baku, serta lahir dalam tradisi formal seperti lingkungan akademis dan pendidikan (Dewayani, 2017). Selain itu, sangat kurangnya ruang untuk menumbuhkan kreatifitas di lingkungan pendidikan kita juga menjadi penyebab etos dan budaya menulis di masyarakat kita masih lemah dan kurang berkembang. Belum lagi akumulasi dari ketakutan dan kemalasan menjadikan kebekuan tersebut kian sempurna. Bagaimana untuk mencairkan kebekuan tersebut? Caranya adalah dengan menghadapi masalahnya, yaitu dengan menulis. Buku ini berisi banyak motivasi yang dapat menjadi pemantik agar kreatifitas kita bisa berkobar-kobar.

Seperti dikemukakan Prof Arief Rachman dalam pengantarnya bahwa sejatinya menulis merupakan kerja kolektif dari linguistic skills, terdiri dari : membaca, menyimak, berbicara dan menulis itu sendiri. Sehingga kerja kolektif itu sendiri tidak sekadar mengajak kita untuk berpikir, tetapi juga mengantar kita agar dapat memaknai sesuatu.  Misalnya dalam buku ini kita bisa memaknai menulis yang asalnya sebagai momok yang menakutkan menjadi menulis sebagai suatu proses untuk memupuk keberanian dengan produktif.

Pencarian akan makna, ketika menulis, mendorong kita untuk menggali pemahaman lebih dalam lagi (deep understanding) sehingga berdampak pemikiran kita terus tumbuh (growth mindset). Pencarian tersebut tidak sebatas pada jawaban dari pertanyaan-pertanyaan : Know what? Know why? atau Know how?, tetapi pencarian tersebut akan menuntun kita pada jawaban atas pertanyaan Care why?. jawaban-jawaban yang ditemukan itulah yang mengobarkan kreatifitas, self-creative motivated.  Buku ini sendiri merupakan, contoh sempurna dari proses pencarian tersebut, sebagai buah dari kontemplasi yang dilakukan oleh penulisnya. Saya, setidaknya, menemukan 2 (dua) point yang menjadi pemantik sehingga lahir buku berjudul Cara Narsis Bisa Nulis ini, yaitu : cogito ergo sum-nya Descartes dan I think writers are the most narcissitic people-nya Sylvia Path.

Ada rahasia para penulis hebat yang ditemukan dan dibagi oleh Rifki dalam buku ini, yaitu : empati. Dengan adanya empati, maka karya yang dihasilkan memiliki rasa, jiwa, hati dan ketulusan.  Untuk itu, menulislah. Dengan menulis dapat menjadikan kita fokus terhadap gagasan, tujuan dan impian kita. Dengan menulis, kita dapat belajar mengambil suatu inisiatif. Dengan menulis maka kita dapat mengeksplorasi ide, meluaskan pandangan, menajamkan pendengaran, dan menghaluskan perasaan. Masih banyak lagi motivasi menulis yang dibagikan dalam buku ini.

Apresiasi sangat layak disematkan kepada Rifki atas karya dan upayanya untuk “menjerumuskan” kita agar menulis. Namun demikian, satu-satunya kekurangan buku ini adalah penulisnya lupa membubuhkan tandatangan ketika mengirimkannya.


Aris Munandar. Pegiat di Komunitas Matahari Pagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"bersinar bersama dan menyinari kebersamaan"