Pada awalnya, membaca adalah
melafalkan lambang-lambang bahasa tulis (Anderson, 1972). Namun, William (1984)
menggaris bawahi jika kegiatan membaca wajib memiliki unsur pemahaman (understanding). Sehingga kita
mendapatkan berbagai pengertian dari definisi membaca.
Goodman (1967) menyebutkan jika
kegiatan membaca adalah kegiatan memahami setiap alinea (reading the lines), memahami antar alinea (reading between the lines), dan memahami yang tersirat dari alinea
(reading beyond the lines).
Sedangkan Gillet & Temple (1986)
menekankan kegiatan membaca pada penciptaan gagasan, informasi, serta imajinasi
terhadap bahasa tulisan. Mereka mengatakan bahwa reading is making sense of written language.
Membaca bukan semata kegiatan
individual. Waples (1940) menegaskan jika kegiatan membaca sebagai proses
sosial yang menghubungkan pembaca dengan lingkungannya dan mengondisikan
hubungan itu.
Kebutuhan terhadap pemahaman tersebut
semakin vital. Saat ini kita sedang menjadi saksi dari perubahan besar. Disebut
sebagai revolusi industri 4.0. perubahan yang didorong oleh kemajuan teknologi
informasi, yakni telah memasuki gelombang ketiga dari internet (internet of things/IoT). Bukan lagi kita
yang mencari informasi, melainkan kita yang diserbu oleh jutaan informasi
setiap detiknya, 24 jam.
Dalam kondisi seperti itu, kita dituntut
supaya memiliki kemampuan menganalisis informasi. Sofie Dewayani (2017)
menerangkan, kemampuan ini berdasarkan keabsahan dan kemanfaatannya merupakan
inti dari kompetensi literasi informasi.
Berikut adalah jenis dari literasi
informasi (Unesco, 2012; Hirsch, 1987) :
·
Literasi
teknologi.
Kemampuan
menggunakan perangkat teknologi secara kritis dan bijak.
· Literasi
visual.
Kemampuan
memahami, menganalisis, dan menggunakan bahasa visual dalam menyampaikan
gagasan.
· Literasi
media.
Kemampuan
mengakses, menyaring, dan menggunakan informasi dalam media secara kritis.
· Literasi
perpustakaan.
Kemampuan
untuk mencari informasi, sumber referensi melalui sistem penyimpanan data dan
bahan pustaka.
· Literasi
numerik.
Kemampuan
untuk menalar, memahami konsep abstrak, dan menyelesaikan permasalahan
sehari-hari melalui simbol angka.
· Literasi
budaya.
Kemampuan untuk memahami
norma, serta berkomunikasi dan berperilaku dengan simbol budaya yang
disepakati.
Pemerintah saat ini sudah sangat
memahami dinamika perubahan ini. Melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemdikbud) menginisiasi Gerakan Literasi Nasional (GLN) sejak tahun 2016.
Sebagai suatu gerakan, GLN melibatkan
seluruh pemangku kepentingan dalam menyusun konsep, kebijakan, penyediaan
materi pendukung, sampai dengan kampanye literasi. Hal tersebut dimaksudkan
supaya kebijakan yang diambil sesuai dengan harapan dan kebutuhan masyarakat.
GLN diharapkan menjadi pendukung keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk
berperan aktif dalam menumbuhkan budaya literasi (Effendy, 2017). Kampanye
utama dari GLN adalah 6 (enam) literasi dasar.
Kini, di abad 21, kita dituntut untuk
menguasai 6 literasi dasar. 6 literasi dasar dimaksud, yakni : literasi
baca-tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi
finansial, serta literasi budaya dan kewargaan.
--- Bersambung ke seri 2 ---
Aris Munandar. Pegiat di Matahari Pagi.
Jadi,kira2 kenapa literacy day diterjenahkan sbg hari aksara, kakak? Eh, sudah dibahas ya? Punten....
BalasHapusSalam kenal :)
Salam kenal jg
HapusDengan literasi hidup semakin berwarna
BalasHapus