Minggu, 28 Oktober 2018

MENJADI PENULIS YANG MEMBACA DAN PEMBACA YANG MENULIS


Setelah mengidentifikasi gaya belajar dan kecerdasan majemuk, kita mulai masuk pada teks sebagai media dalam menguji nalar kritis kita. Terhadap teks tersebut kita coba mengambil dua dari empat keterampilan linguistik, yaitu menulis dan membaca.

Tulisan ini sendiri diambil dari Kegiatan bertajuk Sharing Online FTBM diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Forum Taman Bacaan Masyarakat (PP FTBM) dengan narasumber Maman Suherman. Selain itu, dilengkapi juga dengan beberapa informasi tambahan oleh penulis.

Maman Suherman yang kita kenal sebagai notulen dalam acara Indonesia Lawak Klub (ILK) atau dalam program terbarunya Q&A adalah sosok yang tidak pernah berhenti menebar inspirasi. Meskipun memiliki latar belakang pendidikan kriminologi, Kang Maman (begitu beliau akrab disapa) telah berkecimpung di media selama 18 tahun, termasuk 16 tahun diantaranya di Kelompok Kompas-Gramedia.

Kombinasi apik tersebut dapat kita nikmati dalam novel berjudul “Re:”. Hasil proses kreatif tersebut sangat mengagumkan, bagaimana tidak? Naskah yang awalnya berupa skripsi Kang Maman dapat ditransformasikan menjadi novel fiksi. Kedalam cerita tersebut bukan hanya didapat dari riset yang sangat mendalam, melainkan juga sensitifitas dan empati yang dimiliki oleh Kang Maman.

Dalam menulis, Kang Maman menjadikan Arswendo Atmowiloto dan Jacob Oetama sebagai patronnya. Menurut Kang Maman bahwa Arswendo menjadikan adanya tokoh, konflik dan lokasi sebagai modal awal dalam menulis. Tentu saja hal tersebut harus ditambah oleh kreativitas, need for achievement, sharing, profesional, pantang menyerah dan konsistensi. Tambahan tersebut sangat diperlukan oleh seorang penulis. Sedangkan Jacob Oetama, lanjut Kang Maman, menekankan pada output dari tulisan yang dihasilkan. Tulisan haruslah bisa mencerahkan (to enlight) dan memperkaya (to enrich) pembacanya.

Mencerahkan dan memperkaya sudah menjadi ciri khas dari Kang Maman. Kita bisa simak hal itu dalam notulen dalam acara ILK, meskipun acara tersebut bertemakan komedi. Ini tidak terlepas dari sandaran filosofis yang jadi pegangan Kang Maman.

Dengan pendekatan filosofis mengenai tulisan, Kang Maman menjabarkan makna mengenai 4 benda di tangan Dewi Saraswati. Tangan pertama memegang kitab suci, hal itu bermakna jika tulisan harus mengandung kebenaran dan pengetahuan. Tangan kedua memegang tasbih, mengandung arti tulisan harus mempunyai nilai spiritualitas. Tangan ketiga memegang pot air, dimaknai menjadi tulisan harus menyajikan kejernihan pemikiran. Tangan keempat memegang vina/alat musik : tulisan harus mempunyai nilai estetika. Dengan kata lain, suatu tulisan harus memiliki kemanfaatan, kemenarikan, dan kelayakan.

Seseorang tergerak untuk menulis pastinya didorong oleh suatu motivasi. Motivasi setiap orang dalam menulis tentunya sangat beragam. Diantara motivasi untuk menulis menurut Kang Maman, diantaranya : sebagai ekspresi diri dan pemikiran, keinginan untuk mengubah dunia, membangun reputasi, atau hanya tuntutan pekerjaan.

Menulis adalah memaparkan gagasan, menyampaikan pesan (komunikasi). Sehingga, tulisan pada hakikatnya bentuk dialog dan dengan sendirinya ia tidk pernah final. Selalu ada celah untuk mempertentangkan, mempertanyakan, dan atau mengubahnya. Proses kreatif itulah yang menuntun kita memasuki celah-celah tersebut.

Kang Maman memberikan panduan mengenai alur utama tulisan, yakni : prolog – dialog – konflik – epilog. Alur tulisan diperlukan sebagai panduan kita untuk memastikan hubungan logis atau kronologis dari hal-hal yang akan kita kemukakan.

Pilih diksi serta kalimat sederhana dan efektif adalah point yang digaris bawahi oleh Kang Maman dalam menulis. Kalimat sederhana dan efektif akan membantu penulis dalam menyampaikan gagasannya dengan jelas sehingga bisa dipahami oleh pembacanya dengan jelas pula. Ini menjadi penting dan strategis karena antara penulis dan pembaca tidak saling berhadapan secara langsung, sehingga harus menghindari terjadinya kesalahan pemahaman. Keberhasilan menyusun kalimat sederhana dan efektif sangat dipengaruhi oleh pemahaman kita terhadap konsep, kiat dan keterampilan memilih kata (diksi).

Gorys Keraf (1983) menyatakan bahwa pemilihan dan pendayagunaan kata mengacu pada kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan penulis. Kesanggupan tersebut dapat dipenuhi oleh kaidah ketepatan dan kaidah kecocokan. Kaidah ketepatan dapat diukur dari keberterimaan gagasan yang akan disampaikan penulis oleh pembaca. Kaidah kecocokan diukur dengan kelaziman penggunaan kata, termasuk juga konteks luar kalimat. Konteks luar kalimat terdiri dari : topik, tujuan, situasi komunikasi, mitra tutur, dan jenis wacana.

Dalam tulisan, konteks utama yang harus diperhatikan adalah pembaca. Tes pasar adalah langkah yang harus dilakukan oleh penulis untuk memahami karakter pembaca dan media yang digunakan. Hal ini karena pembaca merupakan penerima pesan dan sasaran yang dituju.

Kunci menulis selain 5W1H, adalah 5R. 5 W1H adalah who, what, where, when, why, how.  Rumusan ini biasa digunakan untuk mengembangkan ide cerita. Dikarenakan rumusan tersebut merupakan pertanyaan-pertanyaan mendasar yang dapat mengelaborasi suatu persoalan secara lebih mendalam. Selain itu, menurut Kang Maman, kunci lainnya adalah 5R yakni : read, research, reliable, reflecting, dan w(R)ite. W(R)ite memiliki arti jika menulis itu harus rite dan right, harus memenuhi kaidah-kaidahnya secara benar.

Read atau membaca merupakan kegiatan yang sangat mendasar ketika kita ingin menulis. Kegiatan baca-tulis sangat erat kaitannya, bahkan para ahli menyebutkan jika baca-tulis menjadikan penulis sebagai pembaca dan pembaca sebagai penulis.

Penulis sebagai pembaca artinya bahwa pembaca pertama suatu tulisan adalah penulis itu sendiri. Selain itu, dengan membaca karya penulis lain, dia akan memperoleh ide dan informasi, menemukan, memperjelas, memecahkan masalah, serta bagaimana cara menyajikan dan mengemas suatu tulisan. Sering dikatakan jika penulis yang baik adalah pembaca yang baik pula.

Pembaca sebagai penulis artinya pembaca melakukan aktivitas seperti yang dilakukan oleh penulis. Pembaca tersebut mencari topik, tujuan, gagasan, dan keterkaitan uraian. Sehingga dia dapat mengorganisasikan, menganalisis, merekonstruksi dan mengambil kesimpulan dari bacaaannya. Hasil bacaan yang telah kita endapkan dapat dijadikan tesis bagi tulisan kita.

Research atau penelitian berkedudukan sebagai anti tesis dari tesis yang telah kita dapatkan. Penelitian ini adalah teks sosial atau realita kehidupan sebagai pembanding, intertekstual. Sehingga tulisan dapat kita bangun sebagai sintesis yang merekonstruksikan atau mereproduksi ide/gagasan. Sebelumnya telah diajukan contoh novel “Re;” sebagai karya yang memiliki penelitian mendalam.

Reliable artinya penulis harus dapat mempertanggungjawabkan tulisannya. Kemampuan penulis menjadi kuncinya. Untuk itu, kuncinya penulis harus benar-benar menguasai topik yang ditulis dan topik tersebut memiliki cakupan ruang lingkup yang jelas.

Reflecting merupakan hasil dari proses penalaran (reasoning). Secara umum, penalaran dibedakan menjadi penalaran induktif dan penalaran deduktif. Corak penalaran induktif, yaitu : generalisasi, analogi, dan kausalitas. Sedangkan ragam penalaran deduktif terdiri dari : silogisme, entimem, dan penyandaran terhadap prestise seseorang.

Yang harus diperhatikan disini, kita sebagai penulis jangan sampai terjebak dalam salah nalar (logical fallacy). Kesalahan tersebut bisa disebabkan oleh karena : generalisasi terlalu luas, kerancuan analogi, kekeliruan kausalitas, dan kesalahan relevansi. Kesalahan generalisasi pada umumnya berupa generalisasi sepintas (hasty or sweeping generalization) atau generalisasi apriori. Sedangkan kesalahan relevansi dapat disebabkan oleh : pengabaian persoalan (ignoring the question), penyembunyian persoalan (hiding the question), dan kurang memahami persoalan.

Kenapa biasanya suatu persoalan disembunyikan oleh penulis (hiding the question) sehingga menyebabkan salah nalar? Hal itu karena adanya : pertama, keinginan untuk menyederhanakan persoalan rumit dari dua sudut pandang yang bertentangan (either/or thinking). Kedua, karena gagal dalam menilai kebenaran asumsi atau gagasan yang mendasari suatu premis (non sequitur). Ketiga, karena bermaksud menampilkan argumentasi dengan tujuan untuk membangkitkan empati atau belas kasihan (argumentum ad misericodiam). Keempat, karena penulis merasa tidak enak, terancam, atau mengharapkan sesuatu (argumentum ad baculum). Terakhir, karena pendapat disampaikan bukan atas dasar alasan rasional, tetapi karena faktor kekuasaan (argumentum ad otoritatis).

Menulis merupakan sebuah proses, baik itu dilihat dari pendekatan frekuensi, gramatikal, koreksi, maupun formal. Untuk itu hendaknya kita dalam menulis harus siap menerima kritik, disiplin, dan fokus. Ayo kita saling berbagi pengalaman membaca dan menulis di KELAS LITERASI dengan mendaftar pada tautan pendaftaran dibawah.

KELAS LITERASI
Pendaftaran disini

Kontak :
WA. 0815-4683-3404

Media sosial :
FP. @mataharipagi.online
IG. @mataharipagi.on

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"bersinar bersama dan menyinari kebersamaan"