Semilir adalah sebuah ajang mengorganisasikan gagasan dan mendiskusikannya. Gagasan tersebut ditulis dalam bentuk esai. Sebelum diterbitkan, gagasan esai tersebut akan didiskusikan terlebih dahulu. Untuk itu, pratinjau ini dimaksudkan sebagai bahan pemantik terhadap diskusi tersebut. Pratinjau ini merupakan tinjauan terhadap gagasan esai yang terdiri dari 2 (dua) bagian. Bagian pertama, memotret gagasan-gagasan dan poin menarik yang ada dalam esai menjadi sebuah ikhtisar. Bagian kedua, catatan-catatan editor terhadap hal-hal yang terkait dengan bagian pertama.
Pemantik diskusi ini sengaja disajikan dalam bentuk pratinjau, karena untuk menjaga originalitas karya penulis. Diskusi kali ini akan menyajikan judul “Urgensi Perda Literasi” dengan narasumber Eko Prasetyo, selaku penulisnya. Esai ini nanti akan bisa dibaca dalam buku SEMILIR: Literasi-Kita-Kini yang akan diterbitkan oleh Matahari Pagi.
Ikhtisar
Secara garis besar, Eko dalam esainya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, fenomena beralihnya zaman dari era tipografis ke era kelisanan kedua yang memanfaatkan kemajuan teknologi inforrmasi. Zaman peralihan tersebut dikaitkan manusia dalam mencari eksistensinya.
Kedua, opini bahwa pencarian eksistensi seharusnya melalui literasi. Hal ini dianggap sebagai pilihan beradab dalam membangun budaya.
Ketiga, geliat literasi masyarakat belakangan ini, serta tampilnya Kemdikbud dan Perpusnas sebagai motor gerakan literasi.
Keempat, sinergi sebagai kunci mewujudkan masyarakat literat.
Kelima, birokrasi dan anggaran sebagai kendala dan penghambat bagi pemerintah dalam mengelaborasi geliat literasi di masyarakat.
Keenam, otonomi daerah sebagai peluang Pemda untuk memajukan literasi.
Ketujuh, diajukan contoh Provinsi Lampung melalui Perda dan Kabupaten Way Kanan melalui Perbup.
Pratinjau
Apakah literasi masih relevan di era digital?
Apakah eksistensi bisa didapatkan tanpa kehadiraan substansi?
Bagaimana kinerja Kemdikbud dan Perpusnas dalam memajukan literasi? Apa pencapaiannya dan apa yang masih harus dimaksimalkan?
Apakah antara GLK, GLS, dan GLM sudah sinergis dalam gerakan literasi nasional?
Kenapa birokrasi dan anggaran pemerintah menjadi kendala dan hambatan bagi gerakan literasi?
Apakah Perda Provinsi Lampung dan Perbup Way Kanan mengenai literasi sudah mengakomodir tercapainya substansi dari literasi dan sudah meninggalkan literasi yang bersifat seremonial?
Semilir: Literasi-Kita-Kini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar